Suasana kantor sudah jauh lebih sepi ketika jarum jam mendekati pukul lima. Lampu-lampu mulai dimatikan satu per satu. Beberapa staf berjalan hilir mudik sambil membawa map, ada yang melepas id card, ada yang tertawa kecil sambil ngobrol. Nadira menutup laptopnya perlahan. Bukan karena capek… tapi karena deg-degan. Sejak siang, tiap satu jam sekali Alven mengirim pesan pendek: “Kamu udah minum?” “Jangan pulang sendiri.” “Tunggu aku.” Dan kalimat terakhir satu jam lalu: “Jam lima aku ada di depan pintu kamu.” Jadi begitu jarum jam menunjuk 17.00, Nadira langsung berdiri. Teman-temannya melirik, sebagian tersenyum menggoda. “Nadira, dijemput Pak Alven lagi?” Nadira hanya mengangguk kecil. “Hmm… iya.” “Saya iri sih, tapi takut ngomong,” celetuk salah satu staf sambil tertawa can

