Rahasia Hampir Terbongkar

1591 Words
Adzan subuh berkumandang, suara kicau burung terdengar sangat indah, suara kokokan ayam juga saling sahut menyahut membangunkan semua orang untuk menunaikan kewajibannya. Suara sholawatan yang terdengar merdu dari speaker mushola membuat semua orang menjadi candu untuk terus-menerus mendengarkannya. Mita mulai membuka matanya, mengerjapkan berkali-kali, ia melihat tubuhnya yang tertidur di sofa. Flashback on Semalam setelah puas menangis bersama Bunda. Banyak sekali wejangan yang dilontarkan agar Mita bisa lebih memahami kehidupan berumah tangga. Bunda sengaja membicarakan semua pahit manisnya kehidupan dengan harapan anaknya akan bercerita dengan apa yang sudah terjadi dalam hidupnya, namun ia tetap diam. Bunda sangat menghargai prinsip anak bungsunya itu, ia benar-benar menutup sangat rapat kejadian yang terjadi pada kehidupannya. Mita selalu mengingat semua nasihat Bunda dan Ayah sebelum menikah dan ia tanamkan dalam hati, jiwa dan pikiran agar bisa mengikuti apa yang sudah diamanahkan. Mita termasuk anak yang sangat patuh, maka dari itu ia akan tetap diam apapun masalah yang dihadapinya. Ia percaya suaminya akan berubah menjadi lebih baik, walaupun ia tak tau kapan suaminya akan bisa berubah menjadi lebih baik, tetapi Mita selalu mendoakan dalam sujud dan doanya untuk perubahan lebih baik dari suaminya. Setelah puas ngobrol dan menangis lalu menyampaikan isi hati dan pikiran satu sama lainnya. Kedua wanita hebat itu kembali ke kamarnya masing-masing, Mita melangkahkan kakinya dengan gontai ke kamarnya, saat membuka kamar ia melihat suaminya sudah tertidur lelap dengan enaknya. Tertidur di tengah-tengah ranjang dengan merentangkan kedua tangannya, ranjang dikuasai olehnya. Mita menggerutu sangat kesal sekali, sebab lelaki itu benar-benar seenaknya dan apa sebenarnya yang ada dipikiran dia itu? Tidur sendirian seperti raja seenaknya begitu! Apa-apaan coba manusia satu ini! Menjengkelkan sekali! Otaknya entahlah ada dimana! Rasanya muak sekali! Kalau bukan suami, sudah kutendang kau jatuh ke bawah lantai, dan tidur di bawah, gerutu Mita. Ia mulai berpikir, mana mungkin bisa tidur karena tak ada sisa lapak di ranjang tersebut, mata mungil itu melirik ke arah sofa yang terlihat empuk. Ia langsung berjalan ke arah sofa, dan merebahkan tubuh mungilnya di atas sofa. Mulai memejamkan matanya walaupun sulit. Sebenarnya ada rindu ingin dipeluk dan dibelai oleh suami, namun sepertinya Ali pulang hanya untuk melampiaskan amarahnya, aneh sekali sebenarnya. Mita pikir ada rasa rindu juga yang mendera hati Ali, tetapi kenyataan berbeda jauh dengan apa yang dipikirkan. Lagi-lagi di awal-awal pernikahan bukannya manis macam gula ini pahit dan asam sekali yang dirasa. Menelan pil pahit kembali untuk kesekian kalinya. Mita sudah tidak mau terlalu banyak yang dipikirkan, ia segera memejamkan matanya kembali dan berusaha untuk tertidur lelap agar esok hari lebih segar dan semangat untuk mengurus suaminya yang menyebalkan itu. Flashback off Mita mulai mengingat bagaimana bisa tertidur di sofa, ternyata itu karena lelaki tidak tau diri. Ia menghembuskan nafas panjang, menghirup kembali dalam-dalam nafas baru agar lebih fresh. Ia membangunkan suaminya untuk sholat berjamaah, menggelar sajadah yang lebih indah untuk dilihat daripada wajah suaminya. Setelah sholat subuh, lelaki itu lebih memilih untuk tertidur kembali. Mita mendelik kesal dan ikut berbaring kembali di sebelahnya. Untunglah, kali ini lelaki itu tau diri bahwa ia tidak hanya sendirian tinggal di kamar tersebut bahkan seharusnya dia itu paham ini adalah kamar siapa dan seharusnya yang berkuasa siapa. "Dik, kamu enggak bikin sarapan?" tanyanya. Namun Mita diam tak menjawab pertanyaannya, wanita mungil itu tetap memejamkan matanya. Ia berusaha tak memperdulikan suami kurang ajarnya itu. Bodo amat, kalau mau makan sana makan sendiri! Punya kaki dan tangan 'kan! Jadi layani diri sendiri! Lebih baik aku tidur kembali daripada mengurusi dirimu! Emosiku akan memuncak jika sepagi ini sudah berurusan denganmu! jawab Mita dalam hatinya. "Kamu gimana sih, Mita! Bukannya turun bikin sarapan! Ini malah tidur lagi, kamu tuh seorang istri! Harusnya nurut dan patuh pada suami!" Halah! Begitu saja terus alasanmu! Seorang istri harus nurut dan patuh pada suami! Hey! Aku hingga saat ini sudah sangat patuh padamu, namun lihatlah! Perlakuanmu padaku seperti apa dan bagaimana? Apakah dibenarkan seorang suami memperlakukan istrinya dengan semena-mena? Aku sungguh merasa tidak mengerti dengan jalan pikiranmu itu! jawab Mita masih dalam hatinya. "Benar-benar istri tidak tahu diri! Kau dinikahi untuk melayaniku! Dan lihatlah sekarang? Kau asik tertidur kembali sedangkan suamimu kelaparan!" Oh s**t! Aku dinikahi hanya untuk menjadi budakmu saja? Memang kau benar-benar lelaki yang sangat b******k sekali ya! Otakmu itu kau simpan di telapak kaki rupanya ya! Tega sekali, jawab Mita menahan dirinya agar tak menangis, ia tak pernah menyangka dinikahi hanya untuk menjadi pelayan suaminya. Sungguh merasa sangat tragis sekali hidup wanita mungil itu. Dan apa kau bilang! Kelaparan? Haha kelaparan?! s**t! Kemarin kau kemana saja! Saatku bersamamu di kamar bujang nan kecil itu! Kau meninggalkanku tanpa makanan sedikitpun! Beraspun tak ada dan hanya ada air mineral saja! Seharian aku hanya meminum air mineral saja! Otak kamu di mana wahai suamiku Imam Hamdali! Aaahh rasanya ingin sekali kuberteriak di telingamu! Dan melampiaskan semua apa yang aku rasakan hingga saat ini! teriak Mita dalam hatinya. Ia benar-benar menahan diri agar tidak ribut, ia tak berani membantah dan menjawab perkataan dari Ali dan hanya bisa menjawab dalam hati. "Hey Mita! Bangun! Bikin sarapan! Kau ini! Benar-benar istri tak tau diri dan tak tau di untung ya! Oh apa mungkin kau balas dendam padaku? Balas dendam karena selama kau di Bogor tak kuberi makan? Iya! Oh aku paham sekarang, ternyata kau wanita pendendam ya! Cih menyesal aku menikahimu!" Oh kau berpikir bahwa aku dendam? Awalnya aku tak dendam, namun ketika kau berpikir bahwa aku dendam, mengapa tidak ya. Seharusnya memang aku dendam pada lelaki sepertimu! Oh menyesal? Aku lebih menyesal bisa menikah denganmu! Dan menyesal telah dipilih oleh lelaki tak berakhlak macam dirimu! "Memang dari awal aku tak pernah ingin menikah denganmu! Ini semua hanya karena Emak! Jika Emak tidak memintaku dan menyuruhku untuk menikah denganmu, maka aku tak akan menikah denganmu! Sebenarnya aku menikah denganmu hanya karena ingin--" ucapan Ali terpotong karena ada yang mengetuk pintu kamarnya. Jadi, ini semua karena Emak dan bukan dari lubuk hatinya yang paling dalam? Ya Allah kenyataan pahit macam apalagi ini? Mengapa seperti ini sekali? Kok rasanya menyakitkan sekali. Siapa yang mengetuk pintu membuat lelaki iblis ini tak melanjutkan perkataannya! Ali melangkah ke arah pintu, membuka pintunya dan ternyata Mbok yang mengetuk. "Tuan Muda, barangkali mau sarapan. Mbok sudah menyiapkannya untuk Tuan Muda dan Nona Mita." "Ah, terimakasih Mbok. Tetapi, Mita sedang kusuruh istirahat kembali, sepertinya ia tak enak badan, Mbok." "Apa Non Mita sakit, Tuan?" "Entahlah Mbok, selepas sholat subuh tadi ia terlihat sangat lemah dan lelah sepertinya." "Oh begitu, Tuan. Ya sudah, Mbok turun ke bawah dulu. Mudah-mudahan Non Mita baikan badannya setelah tidur." "Iya Mbok, makasih." Drama lagi, drama trus! Dasar lelaki penuh drama! Cih! Bersikap seperti semua seakan baik-baik saja padahal tidak! Benar-benar kau pandai sekali berdrama ya! Menyesal aku sudah menjadi istrimu! Ali kembali merebahkan tubuhnya dan mulai tertidur memejamkan matanya. Ia memilih untuk tertidur kembali daripada harus melanjutkan ocehannya pada Mita. Merasa tak ada gunanya berbicara pada orang yang sudah tertidur, begitu pikirnya. *** Semua orang mengira bahwa Mita di rumah saja karena rindu pada suami dan ingin bermesraan sepanjang waktu tetapi semua itu salah. Memang, dalam diri Mita ingin sekali ia bermesraan namun suaminya enggan menyentuhnya. Ali membuka tas besarnya, dalam pikiran Mita lelaki itu membawa banyak sekali oleh-oleh untuknya tetapi ternyata pakaian kotor yang di bawa oleh Ali. Haha, pulang jauh-jauh dari Bogor ke Pekalongan hanya membawa pakaian kotor sebanyak ini? Pakaian berapa bulan ini, mata Mita terbelalak saat melihatnya. Tak menyangka sekali akan dibawakan pakaian kotor. "Dik, cuci semua pakaian ini!" "Apa Mas bercanda?" "Bercanda? Apa maksudmu, Mita!" "Pakaian sebanyak ini, aku cuci sendiri? Yang benar saja, Mas!" "Ya benarlah! Kamu itu istriku! Sudah seharusnya nurut dan patuh terhadap suami! Apakah kau ingin mendapatkan dosa karena tidak menurut dan patuh pada suamimu!" Mita malas berdebat, ia langsung membawa tas besar itu ke bawah untuk di cuci. Ia berpapasan dengan Mbok dan Mbok membelalakan matanya melihat Mita bawa tas besar berisi pakaian. "Itu apa Non?" "Pakaian kotor, Mbok." "Punya siapa?" "Lelaki enggak tau diri itu! Eh suami Mita maksudnya." "Hah? Pakaian sebanyak ini? Berapa lama? Dan kenapa lelaki enggak tau diri, Non?" "Entahlah, Mbok. Sudah ya, Mita mau nyuci dulu." "Mbok bantuin ya, Non." "Jangan Mbok, nanti Mita enggak dapat pahala, enggak patuh dan nurut. Nanti pahalanya setengahan sama Mbok, masa hehe. Enggak pa-pa Mita nyuci sendiri." "Non Mita ada-ada saja. Ya sudah, nanti kalau butuh Mbok bilang saja ya." Mita mengangguk dan berlalu pergi meninggalkan Mbok yang menggelengkan kepalanya melihat pemandangan tak enak itu. Mita mulai mencuci semua pakaian kotor itu, ia merasakan lelah tapi bagaimana lagi, semua pakaian itu harus bersih dan kering esok hari agar saat Ali kembali ke Bogor semua sudah bersih kembali. Mbok memberitahu Bunda mengenai Mita yang harus mencuci banyak pakaian membuat Bunda mengintai anaknya dari jauh. Beliau menggelengkan kepalanya saja melihat pemandangan itu. Tak pernah menyangka anaknya akan bekerja keras seperti itu. Jika Kak Anjani melihat semua itu, sudah dapat dipastikan akan marah besar sebab ia tak pernah menginginkan adiknya lelah karena pekerjaan yang bukan karena untuk diri sendiri. Setelah pakaian semua bersih dicuci dan dijemur, Mita merasakan lelah dan sakit kepala yang luar biasa. Ia ingin sekali merebahkan tubuhnya walaupun sebentar dan memijat pelipisnya agar tak pusing lagi. Namun rencananya itu diurungkan kembali karena ia mengingat belum menyiapkan makan untuk suaminya. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, ia menyiapkan makanan untuk suami iblisnya itu dan membawakannya ke kamar. Ali makan dengan lahapnya tanpa menawarkan pada Mita. Benar-benar seakan lupa bahwa Mita itu istrinya dan mungkin dianggapnya itu sebagai pelayan saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD