Merindukanmu

2484 Words
3. Merindukanmu   Aldebaran membaca balasan w******p dari Riana berulang-ulang. Senyum lebar melengkung di kedua sudut bibirnya. Rasanya tak percaya, Riana yang awalnya begitu keras hati, tak mau membalas pesannya, kini mau membalas. Secercah harapan menjulang, bagai menembus khatulistiwa. Kebahagiaan itu bahkan tak sanggup ia deskripsikan. Ia seolah tak ingin bangun dari euforia merayakan keberhasilannya menyentuh hati Riana. Aldebaran membalas kembali dengan semangat yang lebih besar dari sebelumnya. Sholat pakai apa? Hal yang sangat langka kala Riana membalas lebih cepat dari dugaan. Sholat ya pakai mukena dan sajadah, pakai apa lagi? Aldebaran mengernyit. Rupanya ia salah mengetik. Niat hati bertanya “makan pakai apa”, yang muncul di layar, “sholat pakai apa”. Dia segera meralat sebelum kredibilitasnya jatuh di mata gadis itu. Masa perempuan sholat pakai apa, dia nggak ngerti. Sekalipun dia bukan sosok yang rajin sholat dan masih sering lalai karena belum sepenuhnya tersadar, tapi dia nggak parah-parah amat untuk sekedar tahu bahwa perempuan sholat menggunakan mukena dan sajadah, terutama di Indonesia. Ia pernah melihat acara televisi yang menayangkan orang Rusia sholat, perempuannya tidak memakai mukena, cukup mengenakan abaya dan kerudung. Maksud aku makan pakai apa, maaf salah ketik. Sepi... Semenit, dua menit, tiga menit, dia masih bersabar menunggu balasan yang tak kunjung datang. Di menit yang ke-5, dia tak tahan lagi. Tak habis pikir, kenapa Riana begitu angkuh membalas pesannya. Ia pikir, calon pacar halalnya ini akan melunak, tapi rupanya dia masih bersikeras menutup diri. Aldebaran mencoba menelepon Riana. Ia bahkan berkomat-kamit melafalkan doa, berharap yang jauh di tempat antah berantah mau mengangkat telepon. Hatinya teriris kala Riana memutus panggilan teleponnya bahkan sebelum deringnya mengalun lebih lama. Patah hati.. Ia menafsirkan Riana memang tak ingin bicara dengannya. Sebelumnya ia begitu yakin bahwa gadis itu memiliki perasaan yang sama dengan apa yang ia rasakan. Namun kini keraguan menyergap. Apakah rasa cinta Riana luntur untuknya? Atau mungkin ada sosok lain yang telah mengisi hati gadis itu? Ia sengaja tak akan memberi tahu kejadian yang sebenarnya di malam itu karena ia ingin Riana merasa terikat padanya. Aldebaran mendesau lemas. Energi yang baru saja terisi mendadak lenyap lagi. Ia butuh penyegaran pikiran. Sekedar bersenang-senang dengan teman-temannya mungkin bisa mengalihkannya dari kegalauan cinta yang begitu menyiksa. Di saat yang sama salah satu temannya mengajaknya clubbing dan bahkan menyewa satu ruang VIP untuk merayakan ulang tahunnya. Tidak banyak yang diundang oleh temannya itu, hanya teman dekat saja. Selain berteman dekat dengan Satria yang lurus, ia juga berteman dekat dengan teman-teman yang somplak dan suka have fun nggak jelas. Sebelum berangkat ke night club, ia menyempatkan waktu untuk menelepon putri kesayangannya. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam,” jawab seorang pria. Aldebaran sudah pasti menebak, Rayga yang mengangkatnya. “Ray, Alea ada?” “Iya, ada. Lagi menggambar anaknya. Bentar aku panggilin... Alea....Alea...” Aldebaran mematung, menunggu sang putri menyapanya. “Assalamu’alaikum Papa...” Suara cempreng sang princess yang terdengar melengking selalu mampu menyejukkan hati Aldebaran di tengah rasa penat yang kerap mendera. “Wa'alaikumussalam, sayang. Kata papa Rayga, Alea tadi lagi menggambar, ya?” “Iya, Papa. Papa kapan ke sini? Alea kangen.” “Insya Allah, weekend nanti papa jemput Alea buat nginep di rumah papa.” “Asyiiikkk... Alea boleh bawa boneka baru Alea, kan?” Aldebaran tersenyum, “Iya, boleh banget. Nanti Alea bilang ke mama sama papa Rayga ya, kalau weekend nanti Alea nginep di rumah papa.” “Baik, Papa.” “Ya, udah ya, papa mesti pergi. Alea jangan bobo kemaleman. Love you little princess.” “Love you too, Papa.” “Kiss-nya mana?” “Muach...” Aldebaran tersenyum mendengar suara kecapan putri kecilnya. “Muach. Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” Aldebaran tersenyum sekali lagi. Bicara dengan Alea meski hanya sebentar, sudah mampu sedikit mengobati kerinduannya akan gadis kecilnya. Ia memang bengal, atau kenyang disebut b******k, tapi ia menyayangi putrinya dan selalu berusaha menjadi ayah yang baik untuknya. Aldebaran berangkat ke club langganan seorang diri. Ia janjian bertemu teman-temannya di tempatnya langsung. Ia hanya mau diajak clubbing jika menyewa ruang VIP. Sering kali teman-temannya yang rata-rata pengusaha kaya mentraktirnya. Ada alasan khusus kenapa ia hanya mau party di ruang VIP. Ia pernah bertemu mahasiswanya di night club langganannya. Dan itu benar-benar mengusiknya. Bagaimanapun juga dia tetap ingin menjaga citra baiknya sebagai dosen. Terkadang profesi dan background pendidikan memang tidak menjamin baik buruknya akhlak seseorang. Namun ia sadar benar, pekerjaannya ini menuntut image yang baik darinya. Jarang ada mahasiswa yang menyewa ruang VIP karena tarifnya mahal. Setiba di sana, empat teman laki-laki dan dua perempuan sudah menunggu kedatangannya. Berbagai jenis minuman keras sudah ia pernah ia cicipi. Ia paling suka dengan Vodka, karena itu Eric, temannya yang berulang tahun memesankan Vodka untuknya. Dari keempat teman laki-laki Aldebaran, dua diantaranya sudah menikah, sedang dua teman perempuan yang ikut berpesta adalah teman Eric, satu seorang model berusia 23 tahun, satu lagi seorang selebgram terkenal berusia 25 tahun. Mereka berkaraoke sambil sesekali mengepulkan asap rokok dan meneguk minuman keras. Aldebaran akui, kehadiran dua perempuan cantik berpakaian seksi menjadi ujian tersendiri untuknya di saat ia ingin mempersembahkan cinta dan tubuhnya hanya untuk Riana, saat mereka menikah nanti. Perempuan bernama Tera yang seorang model itu tak henti mendekati Aldebaran dan membuka percakapan dengannya. Terlihat jelas, gadis yang hanya setahun lebih muda dari Riana ini tertarik padanya. “Hai Tera, Alde ini baru patah hati ditinggal mantan istri kawin. Kau hiburlah dia, biar seneng lagi. Kasian kesepian,” Eric tertawa renyah, diikuti tawa yang lain. “Sepertinya Mas Alde nggak tertarik sama Tera, nih.” Tera memilin-milin ujung rambut panjangnya yang tergerai indah. Aldebaran tersenyum tipis. Laki-laki mana yang tidak tertarik melihat perempuan berpakaian mini dengan belahan d**a yang memikat dan paha mulus terkapar sempurna. Sekuat tenaga ia menahan diri. “Mukamu tegang banget, Al. Lupakanlah si Diandra itu. Udah nggak ada yang ngiket, kamu bebas mau apa juga.” Giliran Ramdan, teman Aldebaran yang sudah menikah meledek sahabat jomblonya. “Ah kamu udah nikah juga nyatanya masih bisa main sama cewek lain,” cibir pemuda bernama Richard yang memiliki usaha tempat pemancingan ikan dan restoran. Ramdan terkekeh, “Yang penting main aman bro, jangan sampai ketahuan bini. Kalau sampai ketahuan bisa tamat kayak Alde waktu kepergok lagi ehem-ehem sama si Disha.” Semua yang ada di ruangan tertawa, kecuali Aldebaran yang kembali teringat pada kebejatannya menyelingkuhi Diandra. “Sumpah, ya, menyelingkuhi Diandra itu adalah satu hal yang paling aku sesali. Mending kamu berhenti dari sekarang sebelum kamu benar-benar kehilangan bini bro, nyesek ntar.” Tatapan Aldebaran begitu tajam, menghunus ujung retina sang teman. Ramdan hanya tersenyum miring. Masing-masing kembali sibuk dengan rokok dan minumannya. Eric berbisik lirih di telinga Aldebaran. “Kalau kamu mau ONS, aku punya kenalan yang bisa dihubungi. Tenang, aku yang bayar. Tapi jangan Tera sama Yasmin, mereka teman baikku. Jangan macam-macam lah sama mereka.” (ONS : One Night Stand : hubungan seks satu malam, tanpa ada komitmen panjang setelahnya. Bisa saja dilakukan dengan orang yang tidak dikenal). Aldebaran melirik Tera yang tersenyum genit padanya. Ia berbisik di telinga Eric, sementara suara Yasmin yang tengah menyanyi membuat Eric meminta Aldebaran mengulang ucapannya karena suara Aldebaran teredam merdunya suara Yasmin. “Sepertinya Tera tertarik sama aku. Aku nggak mau ONS.” Eric menaikkan alisnya, “Kenapa? Ceweknya cakep kok, nggak penyakitan juga.” Aldebaran menggeleng, “Aku nggak mau ngelakuin dengan sembarang perempuan. Apalagi aku cinta berat sama calon istriku. Aku nggak mau mengkhianati dia.” “Wuih... Udah taubat kamu, Al. Calon istri yang mana? Kok nggak pernah cerita?” Aldebaran tersenyum tipis, “Rahasia.” Mereka semakin larut dalam pesta. Aldebaran menjaga diri untuk tidak sampai mabuk. Sementara dua temannya sudah agak mabuk. Begitu juga dengan Tera. Tingkahnya semakin agresif mendekati Aldebaran. Ia bahkan berani duduk di pangkuan laki-laki 31 tahun itu. “Mas, kamu kok ganteng banget.” Tera mengalungkan tangannya di leher Aldebaran. Sekuat tenaga Aldebaran menahan diri. Dulu mendapatkan gadis mabuk di club adalah kesempatan yang sayang jika dilewatkan. Paling tidak dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan meremas d**a atau bahkan mengecup leher dan bibir sang gadis. Meskipun demikian ia tak pernah membawa perempuan manapun ke ranjang. Satu track record buruknya untuk urusan ranjang hanyalah ketika ia berselingkuh dengan Disha. Sekarang, Aldebaran menyadari, tak baik untuknya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk melecehkan perempuan. Tera semakin merapatkan tubuhnya hingga b*******a yang ranum itu terpampang jelas di depan mata Aldebaran. Gadis itu jelas sudah sangat mabuk. Ia meracau tak jelas dan berusaha mencium bibir Aldebaran. Laki-laki itu menghindar. Akalnya memberontak, sedang yang di bawah sana perlahan menegang karena sentuhan kulit mulus gadis itu begitu menggoda, hadirkan gelenyar aneh. Aldebaran melirik Eric yang tengah asik merokok. “Bro...” Eric melirik ke arah Aldebaran dan hanya membalas dengan seringai penuh arti. “Dia tertarik sama kamu.” Aldebaran beranjak untuk menghindari Tera yang hendak berbuat lebih jauh. “Dibawa pulang aja, Ric. Udah mabuk berat. Paling nggak kamu jangan sampai mabuk biar bisa nganterin ini cewek. Jagain dia juga biar nggak ada cowok yang nyari kesempatan nyolek-nyolek dia.” “Tenang aja, Al. Selama ada aku, aman kok. Dia biasa mabuk begini.” Aldebaran mengambil ponselnya untuk melihat jam. Ada beberapa pesan w******p masuk. Kebanyakan pesan dari grup. Iseng ia melihat status-status kontak di w******p-nya. Matanya terbelalak saat membaca status Riana. Betapa girang hatinya kala menyadari bahwa Riana telah menyimpan nomornya, karena itu ia bisa membaca status Riana. Tiba-tiba hatinya bergetar membaca gambar yang diunggah Riana. Ia memajang terjemah Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 53. Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ia seperti sedang diingatkan. Melihat Tera yang mabuk berat dan Yasmin yang sudah mulai mabuk, membuatnya teringat pada sosok putri kecilnya di rumah. Tentu ia tak akan rela jika Alea besar nanti akan seperti dua gadis ini yang menghabiskan malam dengan pria-pria di night club. Dua gadis itu beruntung karena ada Eric yang meski b******k sekalipun, ia tak pernah mengorbankan teman perempuannya untuk dicicipi laki-laki. Ada beberapa teman yang ia kenal, yang bahkan tak segan mengenalkan teman perempuannya pada cowok-cowok hidung belakang dan ia akan mendapat imbalan jika si cewek berhasil diapa-apain. Ia juga punya beberapa teman yang tak sungkan membagikan foto atau rekaman saat dirinya berciuman atau berhubungan intim dengan pacarnya pada teman-temannya dan dengan bangga membeberkan pengalaman bercintanya. Aldebaran terdiam sesaat. Sungguh ia tak akan pernah ikhlas jika kelak putrinya hanya dijadikan bahan cerita oleh laki-laki tentang bagaimana liarnya dia saat berciuman atau bermain di ranjang. Ia tak akan rela jika putrinya nanti dilecehkan dan dijadikan objek bersenang-senang. Ia tak mau jika Alea beranjak dewasa, ada pria tak bertanggung jawab mempermainkannya. Tanpa rasa bersalah pria itu membahas bagian tubuh sang putri yang sudah ia cicipi dengan teman-temannya, lalu teman-temannya ikut mengomentari beberapa bagian tubuhnya. Aldebaran tak mau itu terjadi pada Alea. Perempuan terkadang menganggap sang kekasih adalah pria paling romantis dan mencintainya dengan tulus. Ia hanya tak tahu bagaimana kelakuan sang pacar, yang dengan bangganya menyebarkan aib tentang gaya pacaran mereka yang sudah melebihi batas. Mereka tak tahu, dengan bangganya sang pacar bercerita sudah mendapat banyak dari si wanita yang artinya ia sedang merendahkan sang perempuan di mata teman-temannya. Laki-laki terkadang ingin diakui dan dipandang hebat karena sudah menaklukkan perempuan apalagi jika sudah mendurinya. Ini hanya berlaku bagi laki-laki nakal yang tak tahu caranya menghargai perempuan. Laki-laki yang baik tak akan pernah merendahkan perempuan. Laki-laki baik mana yang rela menyebarkan aib perempuan yang dicintai? Cinta yang tulus adalah cinta yang menghargai dan tak akan berani menyentuhnya sebelum halal. Aldebaran memutuskan untuk pulang. Gambar yang diunggah Riana di status w******p-nya kembali melintas di benak. Ia tersentuh dan merasa itu adalah cara lain Riana mengingatkannya. Meski ia tahu, status Riana tentu saja ditujukan untuk semua kontaknya. Setiba di rumah, Aldebaran membersihkan diri lalu merebahkan badan di ranjang. Wajah Riana serasa terpajang di pelupuk mata. Ia teringat akan foto-foto Riana yang berhasil ia abadikan saat gadis itu tengah ia kerjai dengan obat perangsang. Aldebaran menghapus foto-foto itu karena ia tak mau jika ada salah satu temannya memainkan ponselnya lalu menemukan foto-foto gadis pujaannya dengan aurat terbuka. Rasa rindu itu kembali melumpuhkannya, seakan membekapnya hingga sesak bernapas. Rindu yang tak terobati bagai sayatan luka yang terus membasah dan sulit mengering. Perihnya masih akan terus terasa. Aldebaran membuka w******p. Ia mengetik beberapa huruf tapi ia hapus lagi. Ia ulang hal itu hingga tiga kali. Terakhir ia mantap mengirimkannya pada Riana. I miss you so much... Seperti yang Aldebaran duga, Riana tak membalas. Ia memejamkan mata, membayangkan wajah cantik meneduhkan tersenyum padanya. Ia masih ingat pakaian yang Riana kenakan saat terakhir melihatnya. Ia mengenakan gamis, kerudung, dan kaos kaki yang berbeda warna seakan mengisahkan akan luka yang membuatnya tertekan hingga ia tak bisa membuat diri lebih menarik dengan pakaian yang lebih baik. Jaket hoodie-nya yang kebesaran membungkus tubuh kurusnya dan jari-jari itu menyeka air mata berkali-kali. Sungguh ia merindukannya. Ia bersyukur hingga detik ini ia masih diberi kewarasan karena tersiksa menahan rindu. Besok ia berencana untuk kembali datang ke rumah orang tua Riana dan memohon untuk kesekian kali agar mereka mau berbaik hati memberi tahu di mana Riana tinggal sekarang. ****** Riana membaca pesan w******p itu berulang kali. Riana mengusap wajahnya. Ia berjanji untuk tak menangis, tapi lagi-lagi setitik bulir bening itu kembali lolos. Ia merutuki kebodohannya yang masih saja memikirkan laki-laki itu. Teringat akan perbincangannya dengan rekan guru yang membahas pernikahan salah satu temannya yang berawal dari pelecehan seksual yang dialami mempelai perempuan. Kata-kata Franda, guru kelas tiga terngiang begitu jelas. Aku nggak habis pikir, temanku ini dulu dilecehkan sama si pria, kok ya mau diajak menikah. Buat aku, nggak ada kata maaf untuk orang yang melecehkan kita. Dilecehkan? Aldebaran membubuhkan obat perangsang ke minumannya, dan ia mengambil keuntungan dari apa yang ia lakukan. Aldebaran merampas kehormatannya. Sementara ia sadar benar apa yang sudah ia lakukan dengan laki-laki itu bukan p*********n karena kesadarannya masih terjaga. Fokusnya kacau dan yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana ia terpuaskan. Ia sadar benar telah membiarkan pria itu menjamahnya. Bagaimana bisa ia mengatakan bahwa ia telah dilecehkan? Namun tetap saja Aldebaran telah berbuat jahat padanya. Lalu kenapa ia justru jatuh cinta padanya? Akalnya menolak mati-matian cinta yang ditawarkan Aldebaran. Ia tak mau laki-laki itu menyakitinya suatu hari nanti. Ia tahu laki-laki itu masih kerap bergumul dengan maksiat. Namun hatinya tak bisa berbohong, ia mencintai laki-laki itu. Langkahnya seolah tertahan untuk maju ke depan. Ia tahu ada pemuda lain yang tak memiliki rekam jejak buruk seperti Aldebaran dan dari segi agama, Rayyan memiliki pemahaman lebih baik. Namun ia tak bisa berpindah ke lain hati. Awalnya Riana merasa terikat pada Aldebaran karena ia pikir dengan statusnya yang sudah tak lagi suci, ia tak pantas mendapat laki-laki lain. Namun kini perasaan itu berkembang menembus ambang batas nalar dan ia sama sekali tak menginginkannya. Ya, ia tak menginginkan jatuh cinta pada laki-laki itu. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD