bc

(S)HE IS MY BODYGUARD (indonesia)

book_age16+
1.6K
FOLLOW
12.6K
READ
opposites attract
tomboy
student
comedy
sweet
gxg
transgender
like
intro-logo
Blurb

Sejak kecil Renandaz Dawizard telah hidup di jalanan. Pada usia 6 tahun, seseorang yang tidak dikenal membawanya dan memintanya untuk menjadi bodyguard seorang putri tunggal dari pemilik Prismax Group. Sebuah perusahaan yang berpengaruh atas perekonomian di kawasan Asia Tenggara.

Mampukah Ren menjalankan tugasnya sebagai bodyguard sementara di sisi lain ia juga harus menjaga rapat rahasia mengenai identitasnya?

chap-preview
Free preview
Prolog
Anak perempuan itu duduk di pinggir trotoar dengan wajah lusuh. Pakaiannya kotor penuh bercak tanah di sana sini. Tubuhnya penuh dengan memar dan bekas luka. Matanya menatap nyalang pada sebungkus roti yang sudah tidak berbentuk lagi. Dengan gerakan cepat, tangannya membuka plastik pembungkus roti tersebut secara kasar. Tanpa menoleh ke anak-anak lainnya yang tengah tertidur di atas kardus-kardus bekas, anak perempuan itu melahap rotinya dengan beberapa kali gigitan. Tidak butuh waktu lebih dari 3 menit baginya untuk menghabiskan roti yang hampir tiga kali ukuran tangan mungilnya itu. "Larimu sungguh cepat sekali." Seorang pria berpakaian serba hitam berdiri menatapnya. Membuat anak perempuan yang masih berusia 6 tahun itu tersurut mundur. Matanya dengan awas memperhatikan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. "Tenanglah nak. Aku bukan pemilik dari toko roti itu." Pria itu melirik sekilas pada pembungkus roti yang tergeletak sembarang di dekat kakinya. "Mau apa kau?" Anak itu bertanya sambil mencoba meneliti wajah pria dihadapannya. Kegelapan malam yang pekat di bawah jembatan layang membuat sosok si pria semakin terlihat menyeramkan. Pria itu tersenyum lalu berjongkok dihadapannya. "Aku bisa memberimu ribuan roti secara gratis dan tempat tidur yang layak jika kau mau ikut bersamaku." "Gratis?" Pria itu mengangguk. "Gratis," ulangnya. "Yang perlu kau lakukan hanyalah menjaga seorang anak." "Aku tidak mengerti," tukas anak perempuan itu. "Apa kau sedang mempermainkanku Tuan? Kau pikir karena tubuhku kecil sehingga kau dengan mudah membodohiku? Aku bukan pengurus bayi, Tuan." Pria itu tertawa singkat. "Kau anak yang pemberani. Karena itulah aku sangat terkesan sejak melihatmu di depan toko roti tadi." "Jika kau ingin melaporkanku kepada Polisi karena mencuri sebuah roti, silahkan Tuan. Aku sudah sering keluar masuk penjara karena hal sepele seperti ini." Pria itu menggeleng. "Aku tidak akan melaporkanmu nak. Aku hanya ingin membuat kesepakatan denganmu. Bukankah hidupmu akan lebih baik jika kau tidak perlu mencuri dan berlari-lari dari kejaran pemilik toko setiap hari? Kau bahkan bisa bersekolah. Hidup dengan nyaman. Bukankah tawaranku menarik?" Dahi anak perempuan itu berkerut sedikit. Ia menatap pria di depannya dengan sedikit ragu. "Lalu, sebagai balasannya, kau hanya ingin aku untuk menjaga seorang anak?" "Dia bukan anak sembarangan. Dia pewaris tunggal dari perusahaan besar. Orang-orang jahat selalu ingin mencelakainya." "Jika dia sepenting itu, mengapa kau tidak meminta seseorang yang lebih kuat dan dewasa untuk menjaganya Tuan? Kau pikir aku bodoh? Hah?" Tanpa rasa takut sedikit pun, anak perempuan itu berseru marah kepada sang pria. Meskipun pria itu terlihat jauh lebih besar dan lebih kuat darinya, wajah anak itu tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Matanya yang sipit menatap pria itu layaknya seekor singa yang hendak menerkam mangsanya. "Dengar, anak itu tidak menyukai seseorang seperti itu berada didekatnya selama 24 jam penuh." Pria berpakaian hitam itu mulai menjelaskan pada si anak. Tubuh tinggi dan besarnya kemudian semakin mendekat kepada si anak. "Kami butuh anak yang sebaya dengannya. Yang tidak terlihat seperti seorang penjaga namun mampu menjaganya. Yang tidak terlihat menyeramkan sehingga membuatnya bebas bergerak dan bermain dengan anak lain sebayanya." Anak perempuan itu terdiam sejenak. "Berapa usianya?" "6 tahun." "6 tahun?" ulang anak perempuan itu tak percaya. "Apa pekerjaan orangtuanya sehingga anak berusia 6 tahun begitu berharga dan harus kulindungi?" "Sudah kukatakan padamu nak, anak itu pewaris tunggal dari sebuah perusahaan yang bisa mengubah perekonomian negara ini, bahkan mungkin benua ini," beritahu si pria dengan sabar. "Jika seseorang mencelakainya, maka akan terpuruklah masa depan perekonomian negara-negara se Asia Tenggara." "Apa peduliku dengan masalah itu? Hingga saat ini orang-orang berkuasa itu bahkan tidak pernah mempedulikan nasib kami." Sambil berbicara, mata anak itu berkeliling memandangi anak-anak lain sebayanya yang berada disekitar situ. Beberapa di antara mereka sedang tertidur di atas tumpukan kardus bekas, beberapa diantaranya sedang duduk menikmati nasi bungkus seadanya. Beberapa lainnya sedang bermain dengan kawan sebayanya. "Kau lihat di sekitarmu Tuan? Mereka sama sepertiku. Tapi apa yang dilakukan para penguasamu itu? Apakah mereka peduli pada nasib anak-anak ini? Meskipun perekonomian negara ini hancur sekalipun, tetap tidak akan ada pengaruhnya bagi kami Tuan. Hidup kami akan tetap seperti ini." Pria berpakaian serba hitam itu terlihat mulai tidak sabar mendengar sanggahan si anak. "Nak, jika ekonomi negara ini hancur, maka akan banyak anak-anak lain yang akan bernasib sama denganmu. Mungkin tidak akan berjumlah puluhan seperti yang kau lihat saat ini. Mungkin jumlahnya akan bertambah hingga ratusan bahkan ribuan. Apa kau menginginkannya?" "Ucapan Anda cukup masuk akal Tuan." Setelah hampir satu menit berpikir, anak perempuan itu tersenyum samar dalam kegelapan. "Menarik. Baiklah Tuan, aku terima penawaranmu." *** Seorang pria duduk di ujung ruangan yang menghadap ke meja kerjanya. Kedua jari-jarinya saling bertautan bertopang dagu. Kedua matanya terpejam seperti sedang memikirkan sesuatu. Wajah pria itu cukup tampan. Usianya masih cukup muda. Namun pembawaannya yang tenang membuatnya memiliki aura yang tidak bisa membuat lawan bicaranya menganggap remeh dirinya. Rambutnya yang kecoklatan menandakan bahwa pria ini bukanlah keturunan Indonesia asli. Pria muda ini masih terpekur dalam diamnya ketika terdengar ketukan dari balik pintu. Seorang pria berpakaian serba hitam muncul ditemani dengan seorang anak perempuan. "Tuan besar, ini anak yang saya ceritakan." Pria berpakaian serba hitam itu mendorong punggung sang anak untuk maju lebih dekat. Meskipun masih kecil, wajah anak itu tidak terlihat gentar. Dengan berani, dipandanginya pria yang masih duduk di depannya dengan pandangan menantang. Matanya yang sipit mengamati dengan seksama setiap garis dan lekuk wajah pria itu. "Perkenalkan dirimu pada Tuan besar," perintah pria berpakaian hitam pada si anak. Anak itu menoleh sejenak pada pria yang membawanya, lalu kembali menatap lurus ke depan. "Namaku Rena. Usia 6 tahun. Orangtuaku sudah meninggal 3 bulan yang lalu Tuan. Pria serba hitam disana memintaku untuk menjaga putri Anda dan sebagai imbalannya ia akan memberiku tempat tinggal dan makanan gratis. Apakah aku bisa mempercayainya Tuan?" Anak itu berbicara dengan lantang. Membuat pria berpakaian hitam sedikit mendelik kearahnya. "Jaga bicaramu dihadapan Tuan besar!" Alih-alih marah, pria yang duduk itu membuka matanya dan tertawa. Diamatinya sejenak anak perempuan itu. Keningnya sedikit berkerut melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh si anak terhadapnya. "Anak yang berani. Aku sangat terkesan dengan sikapmu barusan. Tapi sayang, yang kubutuhkan adalah anak laki-laki yang tangguh..." "Jenis kelamin bukanlah faktor yang bisa mengukur kemampuan seseorang Tuan," tukas anak itu. Pria itu mengangguk. "Kau benar. Selain berani, kau sungguh cerdas nak. Akan sia-sia jika aku tidak memanfaatkan sikap dan kecerdasanmu itu." "Terima kasih atas pujianmu Tuan." Rena membungkukkan sedikit badannya. Pria itu kembali tergelak. "Pantas saja Winarno membawamu kesini nak. Kau sungguh membuatku terkesan. Kau berbeda dengan anak lain yang pernah kutemui sebelumnya." Pria itu kemudian melirik pria berpakaian hitam yang berdiri tak jauh dari si anak. "Tapi nak, bolehkah aku meminta syarat khusus padamu?" "Jika syarat itu bisa membuat hidupku lebih baik, aku tidak akan keberatan Tuan." Pria itu kembali tertawa. "Anak cerdas. Sungguh jawaban yang baik sekali," pujinya masih dengan nada kagum yang sama. "Apa syaratmu, Tuan?" Pria itu menatap Rena dari ujung rambut hingga kaki. "Ubah identitasmu jadi seorang laki-laki. Jangan biarkan seorang pun tahu kau adalah perempuan kecuali aku dan Winarno. Aku akan memberimu identitas baru dan hidup baru. Apa kau sanggup nak?" Rena kembali melangkah maju semakin mendekati pria itu. "Sebelum aku menjawab pertanyaan Anda, bolehkah aku bertanya alasannya Tuan? Alasan mengapa Anda ingin mengubah identitasku." Alis si pria terangkat ke atas mendengar pertanyaan si anak. Ia menatap lurus-lurus mata kecil itu sebelum menjawab, "istriku sangat menyukai anak perempuan. Kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang sangat cantik. Kami tidak memerlukan seorang anak perempuan lagi di rumah ini nak. Selain itu, kau akan semakin tangguh jika hidup seperti layaknya anak laki-laki. Anakku, membutuhkan seseorang yang tangguh untuk menjaganya. Apa kau sanggup?" Rena terlihat cukup puas mendengar penjelasan singkat dari pria dihadapannya. "Aku mengerti. Aku akan menyanggupinya Tuan," angguknya setuju. Mendengar persetujuan Rena, pria muda itu langsung tersenyum senang. "Bagus. Sekarang Winarno akan mengantarmu ke kamar yang sudah disiapkan." "Kalau begitu, kami permisi Tuan besar," jawab pria berpakaian hitam. Tubuhnya kemudian bergerak hendak membawa Rena untuk keluar bersamanya. "Tunggu sebentar." Pria itu tiba-tiba berdiri. Dia berjalan mendekati Rena kemudian berlutut didepannya. "Orangtuamu, apakah warga negara asing nak?" Mendengar pertanyaan itu, wajah Rena langsung berubah kaget. Matanya menatap pria didepannya dengan gusar. "Aku mengerti. Orangtuamu pasti imigran gelap yang datang ke negara ini. Dari mana mereka berasal?" tanya pria itu setelah meneliti wajah Rena dari dekat. Rena menunduk. Jari-jari tangannya terkepal menahan luapan emosi yang campur aduk. "Ba.. Bagaimana Anda bisa mengetahuinya Tuan?" "Wajahmu nak. Wajahmu bukanlah wajah yang sering dijumpai di negara ini." "Anda benar Tuan." Rena mendongak. "Orangtua ku adalah imigran gelap dari Thailand." Setelah terkesima cukup lama, akhirnya pria itu menganggukkan wajahnya mengerti. "Pantas kau begitu cerdas dan berani. Tidak bisa kubayangkan pengalaman apa yang telah kau lalui untuk bisa tiba di negara ini." Setelah berkata demikian, Pria itu bangkit berdiri lalu membisikkan sesuatu ke telinga Winarno. "Baik Tuan besar." Tanpa disuruh, Winarno lalu membawa Rena keluar dari ruangan tersebut. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sweetest Pain || Indonesia

read
77.6K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

Saklawase (Selamanya)

read
69.7K
bc

Sak Wijining Dino

read
162.0K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

T E A R S

read
317.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook