2. Anak Ilang

2131 Words
"Hahaha lucu sekali, kau merelakan sebongkah berlian hanya untuk sebiji cabai." Ra• ****** "Astaghfirullah lazim." Cipa menatap kesal sosok mungil disampingnya yang malah berleha-leha diatas kasurnya. "Udah cukup ya, Nak. Emak mu ini lagi pusing jadi jangan buat ulah lagi," ucap Cipa memandang kearah Koko yang berguling-guling diatas kasur nya. "Kalo dibilangin tuh didengerin! Tak jual lama-lama kamu ini," ucap Cipa lagi membuat Koko langsung mengeong garang. "Jalan-jalan yok, Ko. Siapa tau kamu dapet janda anak lima belas," ucap Cipa sambil merapikan laptop dan kertas-kertas tak bernyawa, Koko yang mendengar ucapan Cipa langsung melompat dan berjalan menuju pojok kamar dimana ada kandang, makan dan perlengkapannya "Yee, denger janda aja langsung tancap gas," dengus Cipa lalu memakai jilbab perseginya dan segera memasangkan tali pada kalung Koko juga mini ransel yang ia isi perlengkapan Koko juga perlengkapannya. Sampai di taman alun-alun Jogja, Cipa memarkirkan mobilnya dan keluar untuk memberi makan sebentar pada Koko agar tidak membuat rusuh, setelahnya ia merapikan jilbabnya juga celana training panjang yang dipadukan dengan hoodie kebesarannya. "Koko udah kenyang?" tanya Cipa yang dibalas Koko dengan mendusel-duselkan kepalanya pada kaki Cipa. Cipa langsung membereskan makan Koko dan mengambil mini ranselnya yang berisi hp, dompet, permen dan vitamin milik Koko. Dengan senang Koko berjalan dengan gaya cool walau terpasang tali dilehernya ia tetap stay cool siap menerjang para janda. "Ayo joging," ajak Cipa memulai lari kecil nya yang diikuti Koko, satu setengah tahun hidup dengan Cipa tak membuat Koko bingung dan cukup mengerti apa yang Cipa katakan. Meong Koko mengeong senang saat melihat ada orang yang membawa anjing kecil. Semenjak kasus dulu ia di teror anjing milik tetangga kos membuat ia menjadi senang meneror anjing lain, untungnya tetangga kos Cipa sudah keluar jadi tak membuat Koko menggila "Kasusnya tuh kucing takut anjing bukan malah anjing takut kucing, ini mah perkara orang pro." Cipa menatap malas kearah Koko yang asik mengibarkan bendera perang dengan ekornya yang bisa dibilang sok kecakepan. "Beberapa pengunjung taman tertawa melihat tingkah Koko yang banyak gaya dan menantang seekor anjing. Merasa lelah, akhirnya Cipa melangkah kan kakinya ke salah satu penjual air mineral lalu duduk di bangku taman dengan Koko yang berada dipangkuan nya. Hiks hiks hiks Cipa mengedarkan pandangannya saat mendengar suara tangis anak kecil, sempat berpikir bahwa itu tuyul atau wewe gombel yang suka menyulik anak kecil, tapi pikiran itu ia tepis mengingat mengingat masih pagi dan banyaknya orang. Pandangannya jatuh pada sosok mungkin tak jauh darinya. Dengan cepat ia berlari kearah anak itu tanpa menghiraukan ocehan Koko yang terjatuh dari pangkuannya. "Adek kecil kenapa?" tanya Cipa sembarj mengusap kepala anak itu yang berjongkok menenggelamkan wajahnya pada lipatan kaki. Cipa duduk dengan lutut sebagai tumpuan menatap penasaran kearah bocah itu. "Dad hiks dy," gumam anak itu membuat Cipa bingung. "Adek kenapa? Cipa ga nakal kok, adek mau daddy ya? Yok Cipa bantu," ucap Cipa membuat anak itu mendongakkan wajahnya menatap berbinar-binar wajah Cipa dan langsung memeluk tubuh perempuan muda didepannya. "Adek kenapa?" tanya Cipa lagi saat tangis anak yang berada dalam gendongan terhenti, lalu ia duduk kembali ditempat duduknya tadi dimana sekarang Koko sedang duduk telentang bersandar pada sandaran kursi dengan memamerkan perut buncitnya yang bisa digelindingkan dari Semeru. "Mom," ucap anak itu menatap intens Cipa yang sedang membuka tas mini ranselnya. "Cipa bukan mom," jawab Cipa lembut, ia meraba lutut anak itu yang terluka, mungkin karena jatuh. "Mom!" pekik anak itu memeluk erat tubuh Cipa, ia kembali menangis membuat Cipa gelagapan, Koko sendiri yang melihatnya hanya memandang sang majikan remeh, seolah berkata, 'Hayolo anak orang nangis.' "Iya ini mom," ucap Cipa pasrah yang dibalas sorakan anak itu. "Yes, Io da mom," seru anak itu membuat Cipa mengernyitkan dahinya. Sebenarnya ia tipe orang yang paham dan tau maksud perkataan orang, cuma ketutup an lemotnya saja. "Namanya siapa, Sayang?" tanya Cipa mengelus rambut anak itu, Cipa terpesona pada rambut anak lelaki dipangkuan, rambut coklat keemasan yang sangat kontras dengan kulit putih bersihnya, sepertinya keturunan orang luar. "Io," jawabnya enteng. "Io?" ulang Cipa yang dianggukki anak tersebut. "Io tadi kesini sama siapa?" "Io di cini ma bibi," jawab Io enteng. "Ini luka kenapa, Sayang?" tanya Cipa lagi sambil menunjuk luka di luntut milik Io. "Atuh, Mom. Bluk ena atu," jawab Io seraya mempraktekkan suara saat ia jatuh tadi. Cipa meniup lutut Io lalu membersihkan nya dengan tisu basah dan menutupnya dengan plaster. "Nanti kalo sampai rumah plaster nya dicopot ya? Biar kering," ucap Cipa dianggukki Io. Meong "Astaghfirullah lazim," gumam Cipa kaget saat ia teringat bahwa ia mengajak Koko bersamanya. "Ih pus," ucap Io melihat Koko yang duduk di samping Cipa dengan wajah malas. "Ini namanya Koko, Sayang. Kucing Mom." Cipa mengenalkan Koko dengan Io seraya menyebutkan dirinya dengan sebutan 'mom' agar Io tak merasa sedih, ia berpikir bahwa Koko korban broken home. "Ucu," gumam Io sambil mengelus lembut kepala Koko. "Mo tut mom lang," ucap Io membuat Cipa kaget. "Nanti kalo Io dicariin gimana?" "Dad pegi auh ake cawat," ucap Koko membuat Cipa berpikir lalu tersenyum. 'Daddy pergi jauh pake pesawat.' itulah tafsiran terjemah ala Cipa. "Kalo dicariin bibi?" "Inggal cet ni, ntal bi ateng," ucap Io menunjukkan jam tangan didepan wajah Cipa. "Fiks anak orang kaya." Cipa menatap takjub kearah jam tangan Io. "Kek ni," ucap Io menekan salah satu tombol dibagian samping jam tangannya, Cipa diam mencoba meneliti fitur-fitur yang berada di jam tangan milik Io. Tak berselang lama, datang beberapa orang berpakaian hitam juga beberapa wanita dengan baju seperti pengasuh, mereka adalah bodyguard dan baby sitter Io. "Permisi, Nona. Anak yang anda bawa adalah tuan muda kami," ucap salah satu bodyguard, Cipa hanya mengangguk saja. "Om, Io tut mom, anti ilang dad ya," ucap Io seraya memeluk Cipa erat. Biasanya jika ia meminta ikut orang maka ia langsung ditarik, jadi ia langsung memeluk Cipa agar tak berpisah dengan mom baru nya. "Tapi, Tuan muda. Tuan besar ak--" "Saya bawa Io ke kos saya, ini fotocopy KTP saya juga fotocopy kartu instansi saya, jadi kalian tak usah khawatir, boleh kok kalo mau ikut juga," ucap Cipa menggendong Io ala koala dan menenteng tas juga tali Koko agar anak tiri itu tak kelayapan mengejar janda. ******* Cipa menatap Io yang anteng didepan laptop miliknya, menayangkan kartun kuning dan merah muda yang selalu bertingkah absurd. Cipa sendiri dari tadi sedang menghitung pengeluaran pada bulan ini, ia akan sangat teliti dengan uang, apalagi ia hidup sendiri sejak lulus SMK. Ingatannya kembali pada beberapa tahun silam dimana ia memutuskan keluar dari rumah, hobby dan bakatnya sebagai penulis yang menghasilkan uang membuatnya cukup punya biaya hidup, ditambah ia menulis sejak umur 15 tahun di platform berbayar yang sangat fantastis. Dari gaji yang $150 perbulan hingga $1000 perbulan ia syukuri. Keluarga nya bukan orang kaya, ia hanya anak dari seorang buruh bangunan juga petani, ia menabung uang hasil menulisnya di tabungan sang ibu, tanpa diketahui keluarga lain kecuali ibunya, hingga saat usianya 17 tahun ia membuat tabungan sendiri dan tidak meminjam tabungan ibunya. Bulan demi bulan tepat saat ia akan melamar perkerjaan dengan modal lulusan SMK jurusan teknik listrik, ia kembali perang dengan kakak kedua nya uang memang tidak pernah akur. Kakak pertama laki-laki pun sudah menikah bahkan ia melepas urusannya antara Cipa dan kakak kedua yang sama-sama perempuan, ditambah sang adik bungsu juga perempuan yang memiliki sifat sama dengan kakak kedua, pemarah, keras kepala, dan egois. Ia pergi melarikan diri ke Jogja dengan modal tabungan dari ia menulis sebesar 37 juta, ia menyewa kos yang tak jauh dari alun-alun juga kampus UGM, mencoba beradaptasi sambil sesekali ia ikut kegiatan sosial juga. "Io laper gak, Sayang?" tanya Cipa mengingat hari sudah mulai siang, apalagi tadi pagi ia hanya memakan brownies semalam dari ibu kos nya. "Apel, Mom. Io mo mam bul icang, ya?" "Mau bubur rasa pisang?" tanya Cipa yang langsung dianggukki Io dengan mantap. "Ayo kita bel-" Tok tok tok Cipa mengernyitkan dahinya saat mendengar ketukan pintu dikamar kos nya, perasaan hari ini tidak ada tamu dan siapa yang datang? "Io lanjut nonton ya," ucap Cipa lalu menyambar jilbab instannya dan berjalan menuju pintu kos yang berjarak 5 meter dari kasurnya. "Siap--" Cipa memiringkan kepalanya dengan mulut terbuka, menatap bingung beberapa orang berpakaian hitam berada didepannya terutama seorang pria dewasa berdiri tepat didepannya dengan pandangan yang sedikit menyeramkan. "Ah maaf, ada perlu apa ya?" tanya Cipa setelah sadar dari kebingungannya, biarlah urusan siapa atau bagaimana belakangan. "Anak saya mana?" tanya pria itu membuat Cipa memiringkan kepalanya kembali lalu beberapa detik kemudian ia tersenyum. "Oh? Daddy nya Io ya? Silahkan masuk, Tuan. Io lagi nonton kartun," ucap Cipa membuka pintu lalu mengingatkan pria itu untuk melepaskan sepatu saat masuk dan 1 baby sitter yang mengikuti nya sedangkan yang lain berjaga. Disana, pria itu menatap sekeliling kamar kos Cipa yang sangat rapi dan bersih, bahkan kamar dengan lebar 5×7 meter itu tampak elegan dengan barang-barang yang penempatannya pas. "Io," panggil Cipa saat Io yang masih fokus menonton kartun, mengabaikan orang-orang yang menatapnya dengan gemas. "Ada daddy, Io," ucap Cipa menghampiri Io dan duduk dibawah Io, tepatnya dibawah kasur yang dilapisi dengan kasur bulu. "Dad...." Io merentangkan tangannya dengan tawa senangnya saat melihat sang daddy yang berdiri tak jauh darinya. "Jagoan daddy asik banget, hmm?" "Eh silahkan duduk, Pak." ucap Cipa mempersilahkan daddy Io duduk lesehan diatas kasur berbulu yang cukup lebar. "Mbak duduk juga, saya ambilkan minum dulu," ucap Cipa menuju kearah dapur depan kamar mandi, ia meletakkan minuman soda kaleng juga botol diatas nampan lalu berjalan keluar dari dapur yang hanya tertutup tirai. "Silahkan," ucap Cipa meletakkan 2 minuman kaleng, satu minuman teh botol dan satu s**u kotak rasa pisang untuk Io. Setelah selesai ia keluar mendapati sekitar 6 orang berjaga didepan kos nya. "Istirahat dulu, Om. Kalo mau duduk itu di samping ada karpet ambil saja, ini minumnya," ucap Cipa membuat 6 bodyguard itu merasa kikuk. Tapi semua kembali bersyukur saat mendengar deheman sang majika yang berkode untuk menurut. "Mbak bawa makannya Io gak? Soalnya mau saya belikan tapi udah dateng aja," ucap Cipa membereskan laptopnya lalu duduk didepan daddy Io sambil menata puding yang ada diantara mereka. "Bawa, Nona." Jawaban dari baby sitter itu membuat Cipa tersenyum lalu meminta untuk membuat kan bubur Io tapi malah ditolak sehingga baby sitter tadi membuat kan bubur untuk Io di dapur. "Perkenalkan saya Altabara Sidqi Ferdiansyah, ayah dari Rio," ucap pria itu yang diangg6uki Cipa. "Saya As-Syifa Fii Qolbi, panggil saja Cipa," balas Cipa lalu mengangkat Io dari Bara karena anak itu merentangkan tangannya kearah Cipa. "Syifa," gumam Bara pelan, bahkan sangat pelan sampai tidak ada yang mendengarnya kecuali ia dan tuhan. "Sebelumnya maaf tuan Bara karena saya sudah lancang membawa Io tanpa sepengetahuan anda," ucap Cipa merasa tak enak, apalagi ia hanya orang baru dalam hidup Bara maupun Io. "Tidak masalah," jawab Bara singkat. "Sini makan dulu, Sayang," ucap Cipa melihat baby sitter yang ia ketahui namanya Amel itu datang dengan semangkok bubur, Cipa langsung mengambil mangkok itu kemudian Amel pergi keluar saat Bara me-ngode dengan matanya tanpa diketahui oleh Cipa. "Kau punya kucing?" tanya Bara melihat beberapa perlengkapan kucing dan juga kandang yang berada dipojok kamar. "Iya, namanya Koko. Mungkin sekarang ia sedang mengejar janda milik ibu kos," jawab Cipa kembali menyuapi Io dengan telaten. Bara menatap nya dengan rasa kagum dan hangat dihatinya. Jarang sekali Io bisa anteng saat makan bahkan bisa dekat dengan orang lain, mengingat ia sudah mengganti hampir 3 orang dalam setiap bulan sejak baby sitter lamanya resign. "Maaf aku lancang, kau disini sendiri?" Entah kenapa Bara merasa bahwa Cipa adalah sosok yang cocok untuknya, ia merasa nyaman saat pertama kali melihat Cipa. "Iya, aku kos di Jogja sedangkan orang tua Cipa ada di Semarang." Bara menatap Cipa dengan pandangan yang berbeda, hatinya menghangatkan melihat bagaimana Cipa menyuapi Io dengan telaten juga obrolan ringan Cipa yang berakhir dengan sebuah kecupan di wajah Io atau tawa renyah dari mereka. Sungguh, ia tak pernah merasakan ini sebelumnya. Bara menatap dan meneliti kamar kos Cipa yang lumayan untuk ukuran kos, dengan ukuran 4×5 ia rasa sudah cukup untuk 1 orang, apalagi dengan Cipa yang memiliki tinggi tak jauh dari 153 cm. "Permisi, Tuan. Tangan kanan Tuan Besar mengatakan bahwa Nyonya Besar sedang berada dalam perjalanan menuju mansion." ucap seorang bodyguard dengan wajah yang tak nampak karena menunduk. Bara mengangguk lalu bodyguard itu pergi. "Boy, ayo pulang," ajak Bara datar. "Go home?" tanya Io menatap Bara bingung. "Yes, we're going home. Your grandmother is waiting there." Io menatap Bara dengan lekat lalu memeluk Cipa dengan erat. "I want mom," ucap Io tegas. Bara menghela nafasnya lalu menatap Cipa. "Apa kamu punya kegiatan setelah ini?" Cipa menggeleng karena hari ini dan seminggu kedepan ia free. "Ikut ke mansion ku!" Cipa menatap Bara bingung, sebenarnya orang ini memberi pertanyaan apa pernyataan? "Bersiaplah, aku tunggu 10 menit diluar," ucap Bara lalu keluar meninggalkan Cipa berada di dalam sendirian. "Jo, siapkan pakaian Cipa di mansion, letakan di kamarku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD