four !

1672 Words
Hari ini. Hari yang ditunggu- tunggu. Ya, hari ini seharusnya adalah hari penantian bagi para pesakitan yang sudah mabuk oleh buku, setelah menghabiskan hampir setahun mendekatkan hidung mereka ke halaman penuh rumus dan hafalan hingga mata sebagian dari mereka menjadi juling dan lainnya minus. Hari dimana hidup dan mati ditentukan, apakah sapu lidi emak akan dihidupkan untuk mengejar- ngejar anaknya yang gagal, atau sapu lidi  itu dibiarkan mati beristirahat seperti biasa. Ya, pengumuman kelulusan ujian masuk perguruan tinggi tentunya! Pukul delapan pagi sudah bisa dipastikan traffic website penyelenggara ujian sangat sibuk dan ramai. Bukan cuma karena mereka yang mengecek hasilnya lalu segera menutup website, tapi juga tidak sedikit yang mengecek kelulusannya berkali- kali, takut kalau- kalau hasil yang baru saja mereka lihat hanya halusinasi akibat mata minus. Tapi untunglah, tulisan yang tertera di layar komputer mereka tetap sama, dan celakanya adalah, mereka tidak menyadari kalau yang mereka lakukan memperparah traffic dan menyebabkan sistem beberapa kali down. Meski Ronald cukup percaya diri dengan ujiannya, tapi tetap saja dia deg- degan meski tidak memberitahu siapapun. Jantungnya berdegup kencang membayangkan kemungkinan terburuk, dan diperburuk oleh sistem down itu. Ia menyegarkan dan menyegarkan kembali mesin penjelajahnya, didukung Angel yang meniup- niup laptop Ronald agar tidak cepat panas, hingga akhirnya website itu bisa dibuka kembali. Ronald secepat kilat memasukkan nomor ujiannya, dan dengan gugup berlebihan ia menunggu halaman website itu berproses. Angel dan kucing coklat keluarga mereka, Macho, juga ikut- ikutan berkeringat dingin. Halaman itu berhenti berproses, berganti menjadi halaman baru. Mata Ronald membelalak senang. Dia lulus di Akuntansi, Fakultas Ekonomi! “Yeeeee!” sorak Angel senang. “Berkat doa gue tuh, Bang. Jangan lupa janjinya ya? Traktir, traktir, traktir!” cerocos Angel. Ronald tak henti- hentinya mengucap syukur, lalu memeluk Angel penuh bahagia.  Ia juga tak henti- hentinya mencium Macho, mengangkatnya ke udara, dan mengembalikan kucing coklat itu ke tempat tidur favoritnya yang selama dua jam terakhir dirampas paksa darinya :keyboard laptop Ronald. Ronald dan Angel melonjak- lonjak riang keluar dari kamar Ronald itu, dan mereka segera bergegas turun ke lantai bawah. Emak dan babe mereka tengah asyik menonton sinetron di televisi. “Mak, Be! Ronald lulus ujian masuk negeriii!” sorak Ronald senang, sambil menari samba. “Beneran, Jang?” tanya babe mereka yang terjaga dari sofa mulianya. “Bener, Be!” “Waah, alhamdulillaaah,” seru emaknya mengucap syukur sambil berlutut, ala- ala penerima uang dadakan di tipi- tipi. “Kita rayain, ya, Jang? Hari ini kita undang warga sekompleks!” Ekspresi Ronald segera berubah mengerikan. “Buat apa, Mak?” “Ya, buat syukuran, lah, Jang! Kita rayain pakai tumpeng! Mak pesan dulu, ya?” “Yuhuuu... makan- makan lagi!!” sorak Angel sambil tertawa senang. “Ga usah, Mak,” kata Ronald penuh kesengsaraan. “Buat apa, ngabis- ngabisin duit aja.” Emak Ronald mencubit anaknya tepat di pinggang. “Eh, Ron, ini ngajakin warga sekitar sama- sama bersyukur atas kelulusan lu, Ron. Bikin syukuran kok lo kata nghabisin duit? Duit Babe lu ada, kok!” “Duit darimana,” komentar babenya datar. “Bilang aja Mami mau orang sekompleks pada tahu kalau Ronald masuk kampus bagus, ya ‘kan? Niat itu harus ikhlas, Mi!” ucap Babenya bijaksana sambil kembali berkipas- kipas. Matanya fokus menonton sinetron ‘Anak Udara’. “Oooh,” kata emak Ronald dengan suara yang dipanjang- panjangkan. “Jadi maksud Papi, Mami nggak ikhlas begitu? Oooh,” katanya lagi sambil mencubit suaminya, sebisa tangannya menjangkau tiap inci lemak suaminya. “Ampun, Mi! Ampun, Papi minta maaf deh!” “Minta maaf itu harus ikhlas, Pi!” “Iya, iya, Papi minta maaf.” “Kurang KERAS!” Di tengah kerusuhan itu, Ronald diam- diam kembali ke kamarnya. Ia berniat menghubungi teman- temannya, untuk menemukan kewarasan kembali sekaligus penasaran dengan hasil kelulusan mereka. Grup Cowo Kece Ronald: Hoiii gimana hasil kalian? Gue lulus Akuntansi! Ares: Waah, keren! Selamat- selamat! Ronald : Lo gimana, Res? Ares : -_- pengumuman gue kan ngga barengan ama lo, Krit! Deni : Gue lulus di pilihan kedua, kimia murni! Ronald : Mantaaap! Ares : Mancing mania...? Ronald : Mantaaap! Lo gimana @IguanaSawah? Igun : Gue lulus pilihan pertama. Ares : Turut senang untuk klean, brodo- brodo! Igun : Tapi sayangnya pilihan pertama gue Ekonomi T_T Deni : Eh @Ares, kalo mau bilang brother ya ditambah ‘s’ dong, bukan didobel katanya gitu. Ronald : Loh, kok tetep Ekonomi? Btw Vito belum muncul, nih. Ares : @Deni suka- suka gue!            Loh, kenapa tetep Ekonomi, Gunandaaaaar? @Igun Igun : Bonyok gue oke kalo gue milih Ekonomi pertama, Hukum kedua. Deni : @Ares, kenapa ga sekalian brodos- brodos? Ronald : Yah, mau gimana dong, Guna. Coba jalani dulu aja. Kali aja enak. Vito : Hei heiii! Video call-an yuk! Ronald : Hasil lo gimana @Vito? Vito : Video call dulu pokoknya. Eh, lewat aplikasi conference aja ding! Kangen sama kalian. Ares : Hape atau PC? Vito : Terserah deh, sama aja. Bentar lagi gue kirimin invitation link ke aplikasi conference. Ronald : K Igun : K 2 Deni : K 3 Ares : K 4. Awokwkwokw    Ronald kembali duduk di depan laptopnya yang masih terbuka sejak tadi. Macho masih tidur mendengkur di atas keyboard-nya, enggan diganggu. Setelah terkoneksi dengan wifi rumah dan menyalin link dari Vito, Ronald bisa melihat keempat temannya yang sudah on. “Hahaha, akhirnya gue bisa ngelihat muka- muka jelek kalian,” kata Vito dengan tawa licik. “Bau- baunya sih, lo lolos teknik,” kata Ares. “Ya nggak?” Vito  yang hendak berbangga hati pamer, segera dipotong Igun, “Eh, bentar- bentar. Ron, itu layar lo retak apa pecah, apa gimana sih? Atau layar gue yang bermasalah?” “Kenapa emang?” tanya Ronald penasaran. “Eh, iya tuh! Kok bagian bawahnya item- item gitu, sih?” tanya Ares. “Lo cuman kelihatan mata doang, Ron,” tambah Vito. “Kalau layar Ronald retak, ya nggak mungkin bisa kelihatan sama kalian sih,” sahut Deni datar. Ronald mengerutkan kening melihat pantulan webcam yang mengenai wajahnya. Sesaat kemudian ia baru sadar. “Oooh, itu badan Macho.” Terdengar ‘Oooh’ yang serempak dari teman- temannya. “Bisa lo pinggirin sebentar nggak?” tanya Deni. Ronald menggeleng. “Nggak mau ah, kasihan gue. Udah pulas banget. Lagian gue udah ngerampas haknya beberapa jam. Cek kelulusan.” “Oke, oke,” kata Vito tak sabar. “Jadi, ya, gue mau kasih tahu kalau gue lulus Teknik Mesin!” Sesaat kemudian mereka menyelamati Vito. Ares dengan dramatis, Deni dengan tulus, sementara Igun dan Ronald dengan ogah- ogahan. “Terima kasih, terima kasih,” balas Vito sombong. “Jadi, kita kembali ke masalah Igun yang cukup kompleks. Menurut gue sih, lo coba jalani dulu, Gunandar. Nanti kalo bener- bener ga cocok, lo kan bisa ikut ujian tahun depan.” Igun memandang ke kotak Vito datar. “Enak lo ngomong. Itu sama aja dong gue ngebuang umur gue setahun!” Tapi ekonomi setahu gue juga ada hukumnya, kok,” hibur Ronald dari balik bulu- bulu coklat. “Hukum Bisnis gitu kalau ga salah. Eh, apa bener,ya?” “Iya emang,” kata Ares mengiyakan. “Itu'kan satu mata kuliah aja. Tetep mata kuliah ekonominya lebih banyak.” Deni lalu ikut nimbrung, “Sebenarnya sih, ya, lo nggak bener- bener buang umur lo kok, selama setahun. Kalau setelah ini lo pindah ke Hukum misalnya, tetap aja lo lebih setahun lebih maju dan lebih paham tentang ekonomi daripada kita.” “Iya, jangan dibikin stress, lah. Kalau emang nggak cocok dan lo pindah, setahun lo nggak sia- sia,” kata Vito. Igun tampak berpikir, lalu ia mengangguk. “Fair juga. Iya, gue coba deh.” “Oke, satu masalah selesai,” kata Vito yang terlalu riang sejak tadi. “Ngomong- omong, kalian udah cek mata kuliah belum? Udah ambil matkul untuk semester ini?” “Ah, gue lupa!” ucap Ronald. “Gue tutup dulu, ya, ngecek jadwal- jadwal dulu!” “Eh, gue juga!” “Sama!” “Trus gue cuman sama Ares dong?” “Nggak mau,” kata Ares cepat. “Bye.” Secara hampir serentak, Ronald dan ketiga temannya menutup aplikasi video- call, tanpa menghiraukan kelangsungan nasib Vito. Ronald segera membuka website kampusnya, dan melihat jadwal ospek serta jadwal lain. Pembuatan kartu identitas, ID untuk portal mahasiswa, dan pengambilan almamater akan dilangsungkan seminggu lagi, sedangkan ospek dua minggu sesudahnya. Ospek hanya dilangsungkan sehari untuk menghemat waktu, dan masa perkuliahan dimulai tepat sehari setelah ospek. Jadwal terdekat yang akan ia lakukan saat ini adalah pendaftaran ulang langsung ke kampus. Ronald men-scroll layar terus ke bawah, melihat remah- remah informasi di antara bulu- bulu Macho. Ia menekan punggung Macho sedikit, membuat kucing coklat itu menggeliat. Pengambilan KRS (Kartu  Rencana Studi) untuk mahasiswa baru tidak diperlukan karena bagi siswa baru, mata kuliah yang diambil semester ini sudah otomatis terambil dan dipaketkan. Ronald menghembus napas lega. Sekarang ia beralih pada info pembayaran. Di sana tertulis pembayaran terakhir tanggal 31 Juli. Ronald mengangguk, dan otaknya berniat memberitahu babenya info ini tanggal 30 Juli. Setelah puas menggulung layar ke atas dan ke bawah dan mencatat hal- hal penting, Ronald iseng membuka f*******:. Berandanya penuh dengan postingan teman- temannya yang berbahagia karena lulus di perguruan tinggi yang mereka inginkan. Ronald pun ikut tersenyum. Tiba- tiba hatinya tersentil untuk mencari tahu kabar si gadis berkulit pucat. Ronald tidak berteman dengannya di f*******:, sehingga ia harus mengetik terlebih dahulu nama lengkap Vinny di kolom pencarian. Begitu ia menemukan akun Vinny, dengan rasa lapar Ronald memelototi informasi akun itu. Bahkan ia dengan tega memindahkan Macho demi secercah kabar tentang Vinny. Tak ada info tentang Vinny. Yang ada hanya meongan marah Macho. Vinny tidak membuat postingan apapun tentang kelulusannya. Ia bahkan tidak membuat postingan apa- apa sejak dua tahun lalu. Ronald mengeluh kecewa. Dia begitu penasaran dimana gadis itu akan melanjutkan pendidikannya. Macho sudah kembali ke tempat tidur pribadinya setelah mencakar lengan Ronald, meregangkan tubuhnya, dan menempatkan lemak berbulunya dengan hati- hati di atas keyboard. Tapi cakaran Macho yang memenuhi lengannya sama sekali tidak dirasakan Ronald, karena pikirannya terlanjur melayang jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD