bc

The Chance of Love

book_age18+
837
FOLLOW
14.1K
READ
billionaire
dark
love after marriage
arranged marriage
arrogant
manipulative
CEO
tragedy
mystery
sassy
like
intro-logo
Blurb

Genre : Romance & Thriller

[Mangandung Konten Kekerasan dan Dewasa]

Diperuntukkan untuk delapan belas tahun ke atas!

Paul Venomicia hanya punya satu tujuan pindah dari Inggris ke Amerika Serikat, yaitu mencari tahu tentang pelaku pembunuhan ibu kandungnya bernama Julia.

Pria bercambang tipis itu lalu mendapat petunjuk, bahwa kemungkinan seorang wanita menjadi saksi atau mungkin terlibat di dalamnya. Namun wanita bernama Rosa Carosta tersebut berada di bawah pengawasan ketat kakak laki-lakinya bernama Matthew Carosta untuk alasan lain.

Pilihan dan takdir lalu membuat Paul menikahi Rosa, tentu saja menggunakan kekuasaan pengaruh Red Venom sebagai keluarga terkaya di Eropa.

Namun apa jadinya jika pernikahan yang semula hanya sebagai tipu muslihat, malah mendatangkan cinta sejati yang membuat Paul dan Rosa sekali lagi terjebak dalam sebuah pilihan? 

Pilihan yang mungkin membuat mereka bersatu atau hancur satu sama lain.

Selamat membaca ♡♡♡

chap-preview
Free preview
1. A Deal
08;45 PM, New York Pada lantai teratas sebuah hotel terdapat sebuah bar di mana seorang wanita dengan pakaian yang serba luxury sedang duduk. Wanita itu hanya duduk sendirian, sedangkan para pelayan menunggu aba-aba dari wanita tersebut. Bar sengaja dikosongkan, tanpa boleh adanya pengunjung lain sesuai permintaan pemilih hotel, yaitu wanita itu sendiri. "Kau datang juga," ujar wanita itu berdiri melihat kedatangan seorang pria yang telah ditunggunya. "Elena, untuk apa kau ingin bertemu malam ini?" Pria tersebut adalah Paul Venomicia, adik dari wanita itu sendiri. Ia melepas jas dan membuka dua kancing kemeja yang dipakainya. Elena tertawa pelan. "Kenapa? Apa aku mengganggu malammu dengan seorang wanita?" Ia memang baru menghubungi Paul dua jam yang lalu dan mengajak pria itu untuk bertemu. Terkesan cukup mendadak dan tidak terencana. Paul mendesah pelan. "Kau tahu sendiri bahwa bukan itu. Aku memiliki janji dengan salah satu petinggi perusahaan dari Tiongkok dan terpaksa menundanya untuk bertemu denganmu." Ia kemudian memberi aba-aba kepada pelayan untuk mendekat. "Berikan aku sebotol dolcetto," katanya meminta salah satu jenis red wine terbaik. Elena tersenyum lebar sambil sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan agar bisa menatap adiknya itu lebih jelas. "Maka dari itu aku ingin menawarimu sebuah kesepakatan." Sebelah alis Paul terangkat. "Apa ini tentang bisnis?" Elena mengangguk singkat. "Dan wanita." Tawa Paul langsung menggema dalam bar. "Jangan merencanakan kencan buta lagi. Aku tahu kau dan Ibu selalu berusaha melakukannya." "Kali ini berbeda. Kau tahu International Business Community of Employers?" tanya Elena membuat kepala Paul mengangguk pelan. "Kumpulan petinggi perusahaan dari berbagai negara, Red Venom juga termasuk bukan?" balas Paul lalu menuangkan isi red wine ke dalam gelasnya. Ia juga menuangkannya ke gelas Elena. "Ya, kita bergabung baru sekitar lima tahun yang lalu. Itu pun aku yang selalu mewakili untuk datang." "Lalu kau ingin aku menggantikanmu?" tanya Paul lalu menyesap minuman anggur tersebut. Elena menyungging senyuman singkat. "Bukan seperti itu. Meskipun pertemuan komunitas itu tentunya membahas tentang bisnis dan ekonomi untuk menjalin relasi antar perusahaan, tetapi bukan hanya sebatas kerjasama di atas kertas perjanjian sesuai kesepakatan masing-masing." "Bukankah kerjasama baru dapat terbentuk dari apa yang kita butuhkan dari perusahaan lainnya atau untuk memperluas jaringan bisnis?" balas Paul mengernyitkan dahi. "Ada pertemuan lain dan telah kuhadiri. Pertemuan itu bertujuan untuk menjalin hubungan bilateral melalui ikatan keluarga," balas Elena langsung membuat Paul menyipitkan mata. "Maksudmu pernikahan?"  Elena mengangguk pelan. "Semua calon berasal dari pewaris langsung dari petinggi setiap perusahaan dan aku mengikutsertakan dirimu juga." Paul yang kembali ingin meminum anggurnya menjadi batal. Ia meletakkan kembali gelasnya di atas meja lalu melotot ke arah kakak perempuannya itu. "Apa?" "Kau menjadi banyak incaran di sana. Tetapi aku telah memilihkan dua yang terbaik yang mungkin cocok untukmu," ujar Elena kini bertopang dagu. Paul hanya menatap tidak percaya dengan rencana Elena tersebut. "Kau seperti melelangku saja." Elena mendengus pelan. "Apa yang kau bicarakan? Aku awalnya hanya iseng mengikuti pertemuan tersebut. Namun ternyata memiliki prospek yang baik, entah secara kerjasama antar perusahaan atau ... membangun keluarga yang harmonis. Kebetulan TFR Company mengetahui kau sebagai adikku dan bertanya apakah kau sudah menikah atau belum." "Aku tidak tertarik," tolak Paul secara langsung. "Kau bilang ke Marcus ingin memimpin Red Venom untuk Benua Amerika. Tetapi itu tidak akan mudah, karena aku tidak akan melepaskannya dengan mudah," balas Elena kini dengan wajah serius. Ia kemudian mengeluarkan dua kartu nama sebuah restoran. "Hadirlah ke dua tempat ini ketika jam makan siang besok. Kebetulan kedua restoran tersebut jaraknya cukup dekat, sehingga kau hanya perlu datang bergantian untuk melihat kedua wanita tersebut. Dan memilih yang paling mungkin cocok untukmu." Paul menunduk melihat di atas meja kedua kartu nama restoran. "Jika aku datang, kau akan menyerahkan posisi di Amerika?" Elena menepuk sekali tangannya sebagai isyarat untuk menyajikan makan malam. Ia bisa melihat sorot mata Paul yang mulai tertarik akan tawarannya. "Ya, itu pun jika kau dan salah satunya berhasil menikah. Hah, aku lupa." Ia lalu mengeluarkan hal lain dari tasnya. Dua lembar foto yang kini telah diraih oleh Paul. Pria itu bisa melihat dua wanita cantik yang memiliki fitur wajah yang berbeda. Paul bangkit dari kursi. "Kau tahu bukan bahwa alasanku pindah ke Amerika?" Elena mengangguk pelan. "Untuk mencari pembunuh Julia," balasnya tentang kematian ibu kandung Paul, yaitu Julia yang terbunuh enam bulan yang lalu dan pelaku belum dapat ditemukan, karena lokasi pembunuhan berada di perbatasan Amerika dan Meksiko yang cukup terpencil. Paul memakai kembali jasnya dan memasukkan kartu nama restoran serta foto ke dalam sakunya.  "Kau tidak mau menemaniku makan malam?" tanya Elena lalu menyesap anggur yang telah dituangkan Paul tadi. Paul tersenyum miring. "Bagaimana bisa aku duduk dan makan bersama wanita yang akan mengatur sebuah perjodohan untukku?" Ia berbalik badan dan berniat beranjak meninggalkan bar tersebut. Elena menahan tawanya. Ia tahu bahwa ucapan itu hanya candaan. Tetapi ia jelas bisa melihat bahwa Paul tidak keberatan akan perjodohan yang dirinya atur dan itu membuatnya bertanya-tanya dalam hati. Tidak mungkin semudah ini Paul menyetujuinya. Ia mungkin menawarkan pertukaran posisi yang menggiurkan, tetapi ia tahu jelas bahwa pria tersebut masih belum bisa membuka hatinya untuk wanita lain. "Oh aku lupa, bagaimana keadaan Megan?" tanya Paul kembali mendekati meja Elena. Elena mengendikkan bahu. "Baik, setidaknya sifat pemarahnya sudah kembali," balasnya merujuk kepada transpalasi hati yang dilakukan anak perempuannya, yaitu Megan. Paul tersenyum tipis. "Baiklah, aku akan mengajaknya makan bersama ketika pulang ke Inggris nanti." Ia kemudian mengangkat sebelah tangannya sebagai tanda pamit. Mata Elena hanya menatap punggung Paul yang berjalan pergi, lalu tersenyum kecil. ♤♤♤ Paul pulang ke apartemennya. Setelah Elena menjadi CEO untuk perusahaan utama Red Venom di Amerika, ia memilih tinggal di sebuah apartemen mewah yang eksklusif apabila berada di New York. Apalagi dirinya kadang jengah melihat rekan bisnis wanita kakak perempuannya itu yang sering menggodanya secara terang-terangan atau berusaha menjodohkannya dengan anak atau adik perempuan mereka jika berada di mansion milik Elena. Setelah berganti pakaian Paul memutuskan untuk menikmati bir pada balkon apartemennya sambil menikmati sebatang rokok. Ia menatap Kota New York yang selalu ramai bahkan jika jam telah menunjukkan pukul satu dini hari. Memikirkan apa yang dibicarakan dengan Elena membuat merogoh ponsel dalam saku celana pendek bermotif army yang kini dipakainya. "Kau di mana?" tanya Paul menempelkan ponsel di telinganya. "Kelab malam dekat Time Square." "Bagus, datanglah ke apartemen. Hubungi salah satu ahli IT kita." "Sekarang?" Suara dari seberang seolah terkejut bahwa Paul meminta dihadirkan ahli IT pada tengah malam seperti ini. "Aku akan membayar tinggi bagi yang siap bekerja malam ini. Lagipula aku hanya ingin mencari tahu sesuatu melalui foto." "Baiklah, itu mudah." "Okay, segera ke sini," ujar Paul menutup panggilan. Paul tidak lantas kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya kembali. Ia membuka media sosial satu-satunya yang dirinya miliki, yaitu **. Pada beranda akunnya, ia bisa melihat foto Clara bersama dengan Hazel dan Rachel sedang menikmati sore hari di Central Park.  Senyum reflek tersungging pada bibir Paul. Pria itu bahkan menuliskan komentar miss you Rachel pada unggahan foto Clara tersebut. Baginya melihat Clara sudah bahagia dan tersenyum seperti dalam foto adalah caranya mencintai wanita itu.  Setelah sebatang rokoknya telah habis diisap dan terbakar, Paul segera masuk ke dalam apartemennya. Tidak lama kemudian pria yang diteleponnya tadi datang bersama pria lainnya. "Dia adalah Simon, bekerja pada anak perusahaan telekomunikasi," jelas Marco yang merupakan pria yang mendapat telepon dari Paul. Paul mengangguk singkat. Ia masuk sebentar ke dalam kamarnya dan mengeluarkan dua foto yang didapatnya tadi dari Elena.  "Aku mau kau mencari latar belakang kedua wanita ini. Bukan sekadar artikel yang tertulis di internet." Simon mengangguk patuh kemudian meraih kedua foto tersebut. Dengan peralatan yang dibawanya ia mencoba melakukan screening terhadap foto tersebut, kemudian mulai melakukan pencarian data.  "Masukkan ke sini jika telah selesai," ujar Marco memberi Simon iPad. "Baiklah Tuan." Simon bekerja secara cekatan dan tidak butuh waktu lama hingga data-data tersebut berhasil didapatkannya. Ia segera memindahkan apa yang ditemukannya ke dalam iPad. "Sudah selesai Tuan." Marco mengambil kembali iPad tersebut, lalu memberi Simon uang tunai senilai tiga $30.000. "Hapus data yang kau temukan pada perangkatmu sendiri dan rahasiakan hal ini." Simon mengangguk dengan bahagia setelah menerima uang yang begitu banyak untuk pekerjaannya yang kurang dari satu jam. Ia kemudian pamit untuk pergi keluar dari apartemen. Paul yang sedari tadi hanya berdiri membelakangi Simon sambil menatap ke luar melalui jendela, kini mulai berbalik badan. "Ini silakan dilihat," ujar Marco memberikan iPad tersebut. Paul memilih duduk di sofa untuk membaca latar belakang dari kedua wanita dalam foto tersebut. Marco ikut duduk di sebelah pria tersebut ikut melihat data tersebut.  Data wanita pertama bernama Alicia Reemes, seorang pimpinan perusahaan brand kosmetik terkenal berusia 27 Tahun dan merupakan putri dari pimpinan TFR Company. Sejumlah foto penghargaan juga ada. Namun yang menarik adalah kurangnya artikel yang membahas tentang skandal percintaan atau kasus pelanggaran Alicia, artinya wanita itu termasuk baik. Tidak salah jika Elena memilihnya. Kemudian wanita yang kedua bernama Rosalyn Maria Carosta, seorang pianis berusia 25 Tahun, adik dari Matthew Carosta--pimpinan Carosta Company. Namun anehnya tidak ada informasi lainnya lagi, kecuali sebuah foto satu badan Rosalyn dengan posisi sedikit miring yang tampak memakai gaun putih selutut dengan sepatu merah yang memiliki pita pada bagian belakang. Mata Paul menyipit begitu melihat sepatu tersebut. Ia berusaha mengingat sejenak, sebelum bangkut dari sofa untuk masuk ke dalam kamarnya dan membuka brangkas yang juga berada dalam kamar tidurnya. Paul datang membawa sebuah kotak persegi panjang yang Marco sendiri tahu jelas apa isinya. Begitu Paul membukanya tampaklah satu sepatu yang bentuk dan warnanya sama persis dengan apa yang dipakai oleh Rosalyn dalam foto. "Berarti wanita dalam rekaman CCTV  adalah Rosalyn?" ujar Marco membahas tentang satu-satunya petunjuk dalam pembunuhan Julia. Di mana terdapat wanita setengah berlari keluar dari rumah yang menjadi tempat kejadian perkara. Sayangnya wanita tersebut memakai sun hat yang memiliki lingkaran yang luas sehingga wajahnya bahkan tidak terlihat. Yang mencolok adalah wanita itu berlari pincang, karena hanya memakai sebelah sepatu merah tersebut. "Tapi bisa saja sepatunya hanya mirip," balas Paul tidak mau mengambil kesimpulan lebih jauh. Namun ia juga tidak menampik kesan misterius dari sosok Rosalyn yang bahkan ahli IT tidak dapat menggali informasi lebih dalam. "Lalu dari mana kau mendapat kedua foto tersebut?" tanya Marco heran. "Mereka adalah wanita yang diatur oleh Elena untuk kutemui besok, seperti kencan buta untuk selanjutnya menjadi sebuah perjodohan," jawab Paul menatap Marco. Ia menarik napas sejenak. "Sepertinya lebih baik aku bertemu dengannya dulu." "Tolong siapkan sesuatu untukku," lanjut Paul membuat Marco mengangguk pelan. Paul tersenyum miring memikirkan bagaimana pertemuan esok harinya. ♤♤♤ Elena menghempaskan b****g di atas mobil begitu duduk di dalam. Ia baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham untuk sebuah perusahaan bidang kesehatan, di mana Red Venom memiliki 17% saham di sana. Ia berencana untuk menikmati makan siangnya di salah satu restoran Prancis favoritnya, namun terlebih dahulu dirinya menghubungi salah satu bawahannya yang telah ia tugaskan untuk mengawasi acara pertemuan Paul. Hari ini juga Elena perlu kembali ke Inggris untuk melihat keadaan Megan yang masih dalam amsa pemulihan dan hanya Grace yang menjaga anaknya itu. Sedangkan Jaden, anak laki-lakinya kini masih berada di Boston untuk kuliah di MIT.  "Bagaimana perkembangannya?" tanya Elena kemudian memberi aba-aba kepada sopir dengan tangannya untuk menjalankan mobil. "Seperti ada perubahan rencana." Alis Elena terangkat. "Apa maksudmu? Paul tidak datang?" "Bukan, Paul telah datang ke restoran tersebut lima belas menit yang lalu." "Lalu apa masalahnya?" tanya Elena masih tidak mengerti. "Wanita itu seharusnya berada di restoran berbeda bukan? Lalu Paul yang datang bergantian menemui mereka?" "Ya seperti itu," balas Elena mulai mencemaskan tentang ulah Paul yang mungkin dilakukan pria tersebut tanpa sepengetahuannya. "Tapi kedua wanita itu malah masuk berurutan ke restoran di mana Paul telah berada di dalam." Mata Elena seketika membola. Ia merasa terperanjat mendengar ucapan bawahannya itu. Namun kemudian tertawa pelan. "Apa pria itu mau merasakan air putih disiram ke wajahnya?" ♡♡♡

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.0K
bc

Mrs. Rivera

read
45.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.5K
bc

Dependencia

read
186.9K
bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.9K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.6K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook