Petunjuk Menuju Target

1532 Words
Mereka berempat makan dengan lahap selaon karena menu masakan yang Nyak bawa adalah makanan yang jarang mereka makan dan juga beberapa camilan yang di bawa oleh Nyak tadi. Makanan yang Nyak bawa cukup banyak sehingga masih ada yang bisa disisakan untuk sraapn esok hari. Mereka berempat bercanda bersama, saling berbagi cerita. Maklumlah seharian tidak bertemu, Adhim dan Adit juga Bapak biasa menceritakan apa yang terjadi di hari itu, tak semua kadang anak menjelang dewasa seperti Adit sudah bisa memilah mana yang kiranya tak harus ia ceritakan dan mana yang bisa ia ceritakan. Ketika anak sudah semakin dewasa, tak semua yang ia ingin ceritakan bisa di ceritakan seperti dulu kala masih menjadi anak-anak. “Nyak, sering-sering aja kayak gini Nyak. Makanannya enak-enak nih Nyak” ujar Adhim sambil menyuap nasi yang penuh dengan beragam lauk yang Nyak hidangkan, dan semuanya tentu masakan yang lezat. Bapak dan juga Adit pun tampak lahap, smaa seperti Adhim. Nyak memenadang ketiga lelaki kesayangannya tersebut makan dengan lahap, sajian masakan yang diberilakan oleh sang majikan tersebut. Setelahnya, mereka berempat saling bahu membahu membereskan bekas makan malam, menyapu lantai, dan kemudian beranjak untuk beristirahat. Nyak merasa lelah, sehingga memutuskan untuk tidur lebih awal setelah shalat isya. “Oh iya Dit, akum au nanya nih? Tapi kamu jangan tersinggung ya?” tanya Hana kepada Adit. Entah apa yang ingin ditanyakan oleh Hana sehingga ia mengatakan bahwa Adit jangan sampai tersinggung karenanya. membuat Adit jadi menerka-nerka kiranya apakah yang akan dibicarakan. Adit yang di tanya tentu merasa deg-deg ser entah apa yang akan Hana tanyakan pada dirinya. Apakah berkaitan dengan desas desus yang tersebar tentang perasaan Hana pada Adit namun Adit segera menyingkirkan pikiran yang tiba-tiba membayang-bayanginya seputar hal itu. Siapa yang tak ingin dekat dengan Hana, gadis cantik nan baik hati yang memang terkesan manja maklumlah anak tunggal namun ia termasuk siswa yang cukup pandai dan dikenal siswa dari kota yang terkenal kaya. Entah Hana merasa ataukah tidak kalau bahwasanya ada banyak yang menyukai dirinya semenjak awal kedatangannya ke sekolah. Pesona Hana memang luar biasa hingga seakan banyak teman seusia Adit menyukai Hana, sosok yang menyenangkan dan juga tak pilih-pilih teman seperti siswa tenar kebanyakan lainnya. “Mau tanya apa memangnya Han?” mungkin kalau mereka sedang teleponan bisa-bisa terdengar suara Adit yang kelihatan gugup dan sedikit terbata-bata. Setelah di tunggu sepersekian detik, akhirnya yang ditanyakan oleh Hana bukanlah sesuatu yang ingin Adit dengar namun ternyata yang di tanyakan justru hal lain. Ekspektasi yang berlebihan dari Adit sehingga ia merasa cukup terkejut ketika pertanyaan yang dilontarkan justru adalah pertanyaan yang berbeda. Ternyata yang ditanyakan oleh Hana dalah apakah Adit dan keluarga tersinggung bila mama dan papa Hana memberikan baju kepada Nyak Adit. Rupanya Hana tak membahas perihal desas desus yang mungkin saja Hana dengar dari teman-teman yang lain. Adit pun menjelaskan bahwa mereka sekeluarga tidak merasa tersinggung justru merasa senang karena orang tua Hana sudah bersikap begitu baik kepada Nyak Adit. Tak berapa lama kemudian, mereka berdua mengakhiri pembahasan karena besok sudah harus kembali sekolah seperti biasa, sehingga jangan sampai bangun terlambat kalau tidka mau di hukum karena terlmbat untuk upacara bendera pada hari Senin besok. “Dit, ayo buruan bangun. Noh, Adhim udah mandi tu” ujar Nyak sambil menggoyang-goyangkan badan Adit yang tampak masih ingin bergelut dengan guling yang tak seberapa kencang itu. “Bentar Nyak” ujar Adit yang masih ingin memejamkan mata. Ia pikir masih ada banyak waktu untuk menikmati waktu di atas kasur. “Buruan Dit, Nyak udah mau berangkat ke rumah Neng Hana, udah jam lima an loh.. Adhim aja udah mandi, sholat juag” ujar Nyak Adit lantas membelalakkan mata, tampaknya sugesti dari dalam diri untuk segera bangun karena takut terlambat untuk upacara pagi ini. Maklumlah kalau terlambat, pasti aka nada hukuman yang menanti. Sebenarnya tak hanya di hari Senin saja, namun di setiap harinya tetapi di hari Senin inilah hukumannya akan terasa jauh lebih memalukan karena nanti akan diarak menuju lapangan selepas upacara bendera. Bayangkan saja kalau seandainya punya gebetan dan gebetan tersebut melihat kita sedang dijemur di lapangan tentu saja akan malu setengah mati karenanya. Secepat kilat ia bersiap untuk mandi, Nyak pun segera berangkat menuju keidaman Pak Suryo, setidaknya sudah memastikan kedua anaknya bangun agar bisa berangkat ke sekolah tepat waktu. Sarapan sudah siap dengan menu yang sederhana, untuk lauk sisa kemarin akan di panaskan ketika anak-anaks udah pulang sekolah untuk menu makan siang mereka dan juga bapak ketika pulang mengojek untuk makan siang di rumah. Ya, bapak terbiasa untuk makan siang, memang terkadang teman-teman satu profesi bapak yang mengajak untuk membeli makanan langsung makan karena malas pulang ke rumah. Bapak dan Nyak memang telaten mengatur keuangan agar dari pemasukan yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Telat mulu sih bang bangunnya” ejek Adhim ketika mereka sedang sarapan. “Kagak gue anterin nih, kalo bawel” ancam Adit sambil mengunyah makanan yang baru saja masuk ke mulutnya. Tampak Adhim nyengir karena di tegur abangnya. Memang merea berdua senang ejek-ejekan kadang saling menjahili namun yang pasti mereka berdua saling menyayangi satu sama lain. Maklumlah mereka hanya dua bersaudara, satu sama lain saling membutuhkan, terlebih jarak mereka berdua cukup jauh sehingga terkadang kakak beradik ini berselisih paham tapi bukan hal besar karena hanya celetukan dan hanya sekadar candaan biasa. “Makasih bik, hari inipun sarapan Hana enak banget” ujar Hana. Tak lama ia pun berangkat ke sekolah, mengendarai mobilnya sendiri. Tak lupa Hana menyalami mama dan papanya kemudian mencium pipi merea berdua secara bergantian. Nyak Adit tersenyum senang ketika Neng Hana memuji masakan yang ia buat. “Bik, Adit teman sekelas Hana kan ya?” tanya Pak Suryo. “Ia, Pak. Adit cerita kalau Neng Hana teman sekelasnya di sekolah” ujar Nyak Aroh Hanya sekadar iseng ataukah memang ada hal lain yang ingin Papa Hana ketahui. Sempat terlintas bahwa sang dukun mengatakan bahwa, sepertinya sesuatu yang sedang menjadi incarannya sedang di tangan seorang anak muda. Mungkinkah orang muda itu seumuran anaknya, entahlah kalau di bawah usia anak Pak Suryo jelas tak bisa menggunakan sumpit ajaib itu dengan baik. Semuanya terasa membingungkan, perlahan tapi pasti apa yang ia cari pasti akan menemukan hasilnya, tetap Pak Suryo optimis bahwa sumpit tersebut akan menjadi miliknya entah dengan cara apapun. Seperti biasa, apapun akan dilakukan supaya mendapatkan hasil yang diinginkan dengan atau bagaimanapun caranya. “Kenapa Pa, kok bengong” ujar sang istri ketika Hana baru saja berlalu dan tak lam kemudian terdengar bunyi mesin mobil dinyalakan yang kemudian tak berapa lama Hana telah berlalu menuju ke sekolah. Sebenarnya akan lebih baik kalau Hana di antar jemput saja, namun kebiasaan Hana berkendara sendiri menyebabkan ia lebih leluasa untuk beraktifitas lagipula selama pindah ke sini, Hana tak akan berminat untuk jalan-jalan ke mall, atau nongkrong di kafe kekinian ya karena di sini tidak ada mall, dan kafe pun ada tetapi tak banyak dan yang jelas konsepnya jelas berbeda di bandingkan seperti di kota. Pak Suryo akan memanggil anak buahnya untuk membicarakan prospek pencarian sumpit ajaib yang hingga saat ini masih belum menampakkan hasil. Biasanya kalaus udah begitu, kadang terdengar teriakan, gebrakan meja yang membuat mama Hana sudah menganggap hal biasa tapi mungkin tidak bagi Nyak Adit yang sempat mendengar hal tersebut beberapa hari yang lalu, namun ta kia pertanyakan hal yang bahkan bukan urusannya. Terkadang pekerjaan yang Pak Suryo jalani memang tak seindah dan semulus yang dilihat orang dari luarnya saja. Butuh banyak pengorbanan. Ada banyak hal yang harus dikorbankan, mulai waktu, tenaga, bahkan pendanaan yang tak sedikit agar memuluskan bisnis yang sedang di geluti. Bahkan rekan bisnis Pak Suryo paham benar wataknya, orang yang tak ingin kalah, hendak menjadi yang terdepan selama ia bisa lakukan maka akan ia lakukan dengan segala macam cara agar keinginannya bis atercapai dengan mulus dan minim resiko. Adit dan Hana berjalan beriringan menuju ke kantin, Adit sebenarnya tak ingin ke kantin karena masih agak kenyang, namun Hana minta ditemani karena ingin membeli minuman segar. Memang cuaca hari ini cukuup terik, terlebih mereka baru saja selesai latihan bermain bola besar di mata pelajaran olahraga. “Kamu mau es apa Dit?” tanya Hana. Hana smepat membelikan beberapa es untuk teman perempuan lain yang kebetulan juga sedang mengantre untuk membeli minuman. Tentu saja siswa perempuan di kelas Adit senang lumayan uang saku tak begitu berkurang untuk jajan. Beberapa bahkan sengaja menawarkan diri, Hana dengan sukarela membelikan toh baginya tak tiap hari juga menraktir teman-temannya lagipula jumlahnya pun tak terlalu banyak, masih mampu dengan uang jajanya yang jumlahnya tentu cukup banyak di bandingkan teman-teman yang lain. “Aku nggak usah Han, ntar uang jajan kamu abis” ujar Adit dengan polosnya. Hana tertawa kecil mendengar ucapan Adit, namun ia tetap membelikan Adit. Adit dan juga beberapa teman lain yang di traktir Hana, tak lupa mengucapkan terima kasih. Gadis cantik yang tampak berkeringat itu beberapa kali menyeka keringat yang ada di dahinya. Rambut hitamnya yang biasanya tergerai, di kuncir kuda karena kalau olahraga tentu akan kesulitan kalau membiarkan rambut indahnya tergerai bebas. “Oh ya Han, makasih ya untuk gamis kemarin” ujar Adit smabil menyedot es berwarna biru di plastic berukuran sedang itu. “Sama-sama Dit, kami juga senang kalau ibu kamu senang” ujar Hana sambil tersenyum, memamerkan gigi putih nan rapi yang tampak seperti gigi kelinci. Menggemaskan sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD