Mungkinkan Ini Nyata?

1466 Words
            Adit sudah selesai makan, tak lupa ia membereskan sisa makannya tadi. Ucapan syukur tak henti Adit panjatkan, karena atas berkat karuniaNya lah Adit bisa menikmati makanan dan minuman yang awalnya hanya ia bayangkan lantas tak dinyana justru malah menjadi kenyataan. Setelah menunggu beberapa saat usai makan, barulah Adit melajukan kembali kendaraan roda dua untuk membawa dirinya menuju ke rumah.             “Assalamualikum, Adit pulang nyak” ucap Adit ketika masuk ke dalam rumah. Pintu dalam keadaan terbuka sehingga Adit tak perlu mengetuk pintu terlebih daulu.             “Waalaikum salam, udeh pulang Dit? Makan dulu noh, makanan ada di dapur” ujar nyak yang sedang menjahit baju pelanggan.             “Ntar malam aje nyak, Adit tadi udah makan. Adit istirahat di kamar dulu ya nyak” Adit berlalu menuju kamar untuk merebahkan diri sejenak. Adhim juga tampak sudah tertidur. Waktu sudah semakin sore, Adit pun ingin memejamkan mata barang sejenak sebelum shalat ashar nantinya. Sayup-sayup matanya tertutup, tak lama kemudian gelayut dunia mimpi mengahampiri Adit kembali. Mimpi yang sepertinya akan berulang lagi dan lagi.             “Cu, jangan lupa pergunakan sumpit itu dengan baik. Jangan sampai jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab” ujar kakek misterius yang wajahnya mirip dengan kakek yang menjual sumpit ajaib pada Adit beberapa hari yang lalu. Adit kemudian bertanya siapakah geranagn kakek yang hadir beberapa kali di mimpinya itu.             “Kakek siapa? Kok muncul terus di mimpi aye?” kata Adit dengan polosnya.             “Kakek adalah pemilik sumpit yang ada denganmu saat ini. Kakek akan membantumu untuk menjaga sumpit ajaib itu sehingga tidak jatuh ke tangan orang-orang tamak yang akan menyalahgunakan kemampuan sumpit dengan cara yang salah”.             “Memangnya kemampuan sumpit itu apa kek?” tanya Adit heran.             “Semua benda yang kamu inginkan bisa terwujud, tapi kamu tidak bisa meminta uang barang selembarpun. Ingat, apa yang kamu pikirkan, kelak akan menjadi kennyataan. Sehingga berhati-hatilah denga napa yang kamu pikir dan bayangkan Cu” jawab kakek itu lagi, kemudian tak lama kakek menghilang di tengah kerumunan asap yang tiba-tiba hadir secara mendadak.             Adit ingin memanggil sang kakek misterius itu lagi namun akhirnya tak bisa karena sayup-sayup matanya mulai terbuka. Refleks Adit mengerjap-ngerjapkan mata dengan perlahan, kemudian tak lama kemudian ia pun terbangun. Rasa-rasanya baru saja Adit terlepa, namun ketika ia memandang jam dinding di kamarnya ternyata sudah lebih pukul lima sore. Ia kemudian bergegas bangun, mandi, untuk kemudian menunaikan shalat ashar. Usai mengerjakan semua kegiatannya, ia membantu nyak di dapur. Di keluarga ini, walaupun kedudukan sebagai anak laki-laki namun diajarkan untuk bisa membantu dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangga sehingga menjadi anak rajin dan tidak membiasakan menjadikan anak-anak manja yang semuanya harus dilayani oleh orang lain. Adit dan Adhim dididik untuk tidak menjadi seperti itu.             “Assalamualaikum” terdengar suara bapak yang tampaknya baru pulang ngojek.             Terdengar jawaban salam dari nyak, Adit dan Adhim hampir bersamaan. Kemudian bapak masuk ke dalam rumah dengan membawa tentengan yang berisi buah jeruk.             “Wahh, bapak bawa apaan nih” ujar Adhim yang langsung datang dan penasaran melihat apa yang di bawa oleh bapak.             Mereka bertiga mengerubungi bapak yang sedang selonjoran di ruang tengah sambil melepas lepas sejenak sebelum nanti shalat magrib di musholla dekat rumah bersama ke dua puteranya. Tampak satu kresek jeruk berwarna kekuningan yang ia bawa pulang sebagai buah tangan. Kebetulan ada seorang nenek yang menjajajkan buah pisang dan jeruk menggunakan gerobak, karena kasihan dan memang di tawari. Di belilah buah jeruk yang memang harganya lebih murah karena kualitasnya juga tak sesegar jeruk yang di jual di pasar. Namun karena kasihan dan melihat dagangan nenek tersebut masih ada banyak, bapak berinisiatif untuk membeli dagangannya. Kebetulan rasanya jarang sekali ia membeli buah jeruk, paling banter buah pisang atau pepaya yang di ambil di pekarangan belakang rumah yang terkadang berbuah. Untuk membeli buah merupakan nomor sekian, karena kebutuhan pokok lah yang paling penting. Untunglah rumah tidak mengontrak, sehingga uang harian yang bapak Adit dapat masih bisa di peruntukkan untuk kebutuhan makan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.             “Pak, tumben beli buah” tanya nyak tak lama setelah bapak selonjoran.             “Kasian nyak, tadi bapak ngeliat nenek-nenek jualan buah gerobakan. Kebetulan tadi dapat duit narik lumayan, bapak beli deh sekilo. Lumayan dapat harga delapan rebu nyak” ujar bapak smabil menepuk-nepuk kakinya yang sepertinya terasa pegal karena sedari pagi. Nyak kemudian membuatkan segelas teh hangat untuk bapak kemudian memijat kaki bapak. Ya, Adit tersenyum melihat keadaan keluarganya yang walaupun tak memiliki banyak harta namun memiliki banyak cinta.             “Adit, Adhim. Buruan mandi sono. Udeh jam berapa nih, ntar gantian bapak yang mandi” ujar nyak. Usai memijit kaki bapak, nyak memasukkan jeruk bawaan bapak tadi ke dalam kulkas untuk di makan bersama-sama setelah makan malam nanti.             Adit dan Adhim baru saja selesai mandi, lantas mereka berdua mengenakan pakaian rapi untuk ke langgar nanti bareng bapak untuk shalat magrib berjamaah.             “Bang, kapan Adhim bisa ketemu Bang Tora ya. Minggu ini ada pertandingan sepak bola sama anak kampung sebelah loh bang. Nah bintang Taunya ada bang Tora sekaligus nanti ngasih hadiah ke para pemenang. Ntar temenin ya bang, kali aja bsia salaman, ya kalau bisa foto bareng pake hape abang, hehe” ujar Adhim dengan wajah polosnya. Ngomong-ngomong tentang hape, hape yang Adit pakai sekarang sudah amat jadul sehingga kualitas kameranya kurang mumpunu, cenderung kabur. Mau bagaimana lagi, barang mewah seperti hape tentu tak masuk dalam barang yang patut dibeli. Lebih mengutamakan kebutuhan pokok yang dari hari ke hari harganya semakin menggila daripada membeli perangkat mahal yang walaupun sbeenarnya Adit tak menampik bila ia ingin juga memiliki hape keluaran terbaru seperti teman-temannya yang lain. Hasrat yang emmang harus dipendam karena mesti sadar diri bahwa orang tua Adit dan orang tua temannya yang lain jauh berbeda. Beberapa temannya memiliki orang tua yang mapan, ada yang jadi PNS, pengusaha, dan beberapa pekerjaan mapan lainnya. Itulah yang membuat Adit ingin mengubah kehidupan mereka yang hanya begini-begini saja menjadi kehidupan yang lebih baik.             “Oh ia, nanti abang temenin, Fotonya pake hape abang yang butut ini emang nggak papa, nggak malu apa?” tanya Adit memastikan.             “Lah ngapain malu bang, yang penting kan bisa moto Adhim ama bang Tora ntaran” ujar Adit menyunggingkan senyum tu;us yang justru membuat Adit terharu. Selain Memiliki tingkah yang terkadang menyebalkan namun Adhim adalah sosok adik yang tidak punya banyak mau. Terlebih melihat kondisi orang tua yang memang tak berpunya, ia tak seperti anak-anak lainnya yang ingin membeli apa saja yang ia mau. Misalnya membeli mainan yang biasanya anak seusia Adhim akan merengek minta dibelikan dan akan ngambek tak karuan bila keinginannya tak terpenuhu. Beruntunglah anak nyak dan bapak adalah anak-anak yang tidak rewel dan bsia menerima keadaan yang tengah dihadapi.             “Ia ntar abang temenin ya, kali aja ada rezeki ketemu Bang Tora ya. Jangan lupa berdoa biar bisa ketemu idola kamu. Ntar abang fotoin deh pake gaya yang paling keren” ujar Adit sambil mengacungkan dua jari ke hadapan Adhim. Mereka berdua tertawa bersama, kebahagiaan dalam kesederhanaan yang orang kaya dan berpunya belum tentu memilikinya. Kebahagiaan ketika bisa berkumpul dengan keluarga, canda tawa bersama yang tak bisa di beli dengan materi sebanyak apapun di dunia ini.             Adit membatin dalam hati, ahh enak kali ya kalau punya hape baru. Bisa moto-moto dengan kualitas bagus, tak takut buram. Giliran ngumpul bareng teman-teman, mana daa yang mau foto pake hape jadul keluaran lawas yang telah ia gunakan selama kurang lebih tahun. Seingat Adit hape itu di beli awal ia masuk SMA agar mudah bila minta diantar jemput oleh Bapak. Waktu awal-awal masuk SMA dulu, Adit di antar jemput oleh bapak karena bapak kebetulan bekerja sebagai satpam di salah satu bank, namun karena adanya perampingan karyawan, bapak akhirnya di PHK sehingga mau tak mau mencari opsi pekerjaan yang lain. Lama mencari dan tak menemukan hasil karena hanya lulusan SMP, bapak memilih menjadi tukang ojek dengan memanfaatkan motor yang ada. Sisa pesangon yang ada bisa di gunakan bapak untuk modal ibu membeli mesin jahit yang digunakan ibu sampai sekarang dan sisanya digunakan untuk membeli motor second untuk mobilitas Adit ke sekolah dan untuk mengantar nyak kalau sedang perlu ke pasar.             “Bang kok ngelamun aja bang. Lahh yang di atas meja belajar tu apaan bang?” Hape baru ya bang? Waahhh, abang beli hape baru!” rentetan kalimat yang diucapkan Adhim justru membuat Adit tersadar dari lamunannya.             Tunggu-tunggu. Apa? Hape baru? Lohh, kok bisa? Beribu tanya berseliweran dalam pikiran Adit. Ia harus memastikannya dulu, Adhim terkadang suka iseng sehingga bisa saja itu hanya bualan Adhim belaka. Adit pun lantas segera menoleh dan benar saja, terpampang hape keluaran terbaru yang lagi booming dikalangan anak-anak muda kekinian seperti dirinya. Hape dengan merk apel tergigit yang berwarna putih bersih lengkap dengan kotak layaknya baru saja di beli dari toko resmi. Alangkah terkejutnya Adit, ia membatin kok bisa semua ini terjadi. Hal aneh yang terjadi tapi sesuai denan apa yang ia bayangkan.                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD