Hana yang Tak Ingin Pindah

1394 Words
          Adit dan Adim telah selesai shalat subuh, kemudian di lanjutkan dengan sarapan bersama. Bapak berangkat mengojek lebih dulu. Tak lama kemudian barulah Adit dan Adhim yang berangkat ke sekolah.             “Nyak, kami berangkat ya, Asaalamualaikum” pamit Adit dan Adhim sambil mencium punggung tangan nyak dengan penuh takzim.             Nyak pun membalas ucapan salam kedua anaknya dan menunggu hingga ke dua lelaki yang di setiap doa yang dipanjatkannya ia mendoakan agar kedua anaknya kelak menjadi orang yang sukses. Anak yang bisa mengangkat harkat derajat orang tua, anak yang mampu menjadi penyejuk hati ke dua orang tuanya di masa yang akan datang.             Selepas kedua anaknya pergi ke sekolah, nyak kembali beraktifitas seperti biasa, mebereskan bekas sarapan, kemudian menyapu dna mengepel seisi rumah yang tak seberapa besar namun cukup membuat keringat berderai saking lelahnya. Jahitan pelanggan sudah selesai tinggal tunggu di ambil saja, lumayan sejak kemari nada saja yang mengambil jahitan sehingga uang yang diperoleh alhamdulillah lumayan, bisa buat tambah-tambahan belanja. Unag yang di beri suaminya pun bisa nyak sisihkan sedikit demi sedikit untuk simpanan bila di butuhkan sewaktu-waktu. Usai membereskan rumah, tiba-tiba nyak berbelok ke kamar kedua anak lelakinya untuk mengecek isi lemari yang biasanya berhamburan. Nyak perhatikan sekekliling, semuanya sudah rapi ia bereskan. Beranjak ke sebuah meja kecil yang terletak di antara dua kasur sebagai pemisah antara kasur Adit dan Adhim, ia menemukan sesuatu. Sebuah tas mereka hape yang konon katanya mahal. Tas milik siapakah ini? Ah, nanti ditanyakan saja kepada Adit, batin nyak. Mungkin saja itu milik temannya. Justru daripada menerka-nerka yang ada malah jadi kepikiran.             Adit belajar seperti biasa, mengikuti pelajaran dnegan baik karena sudah kelas XII. Tinggal hitungan bulan saja, ia akan menuntaskan jenjang Pendidikan di SMA dan apabila ada rezeki dan memang ada jalannya ia ingin melanjutkan ke dunia perkuliahan. Semoga saja memang ada jalannya, namun keinginan kuat itu berusaha ia pupuk dan harus ia jadikan kenyataan agar kelak bisa membanggakan ke dua orang tua.             “Hei, ngelamun aje lu” ujar Dito teman Adit yang rumahnya tak begitu jauh dari rumah Adit.             “Ehh, gue kagak ngelamun kok” ujar Adit sambil menatap ke arah lapangan ketika jam istirahat pertama mulai.             “Nih, mau?” tanya Dito seraya menyodorkan setusuk cilok yang ia beli di kantin sekolah.             “Makasih bro” ujar Adit sambil mengambil setusuk cilok yang diberikan oleh Dito.             “Oh ia, lu nanti nyambung kuliah nggak?” ujar Dito lagi.             “Belon tau To, maunya sih lanjut kalo ada rezeki. Lu gimana?” tanya Adit smabil mengunyah cilok dengan bumbu saus kacang.             Dito dan Adit asyik mengobrol beberapa saat hingga bunyi bel pertanda istirahat pertama telah usai memutus obrolan sementara seputar dunia perkuliaan yang akan mereka jalani sebentar lagi. Dito berbeda kelas dnegna Adit, namun mereka satu sekolah ketika SD dan SMP, lagipula rumah mereka masih satu RT sehingga mereka berdua cukup dekat. Dito pun emmiliki kehidupan yang kurang lebih sama dengan Adit, ayahnya seorang buruh panggul di pasar dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang sesekali membuka jasa penitipan anak, ada yang bulana, ada juga yang harian. Sehingga kehidupan Adit dan Dito kurang lebih sama saja, bedanya Dito memiliki dua adik sedangkan Adit hanya memiliki satu saudara saja.             Hari ini pun berjalan dnegan biasa, dari pagi sekolah hingga menjelang sore barulah Adit pulang. Belajar lebih giat karena sudah kelas XII, beban berat akan berubah ke pundaknya nanti. Sepertinya Adit sudah mulai embayangkan apa yang akan ia lakukakan setelah lulus SMA. Mungkin bisa bekerja paruh waktu kemudian menggunakan waktu malam hari untuk berkuliah seperti anak tetangga sebelah. Lumayan ia bisa menyembunyikan sumpit ajaib yang ia punya agar tak menjadi kecurigaan nyak dan bapak seperti yang Adit dengar tadi malam. Bisa bahaya kalau mereka menerka-nerka dan bahkan tahu bahwa Adit memiliki benda magis yang menurut orang awam adalah sesuatu yang mungkin sulit terjadi tapi bagi sumpit itu adalah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan. Semua terasa lebih mudah, ketika apa yang dipikirkan oleh Adit bisa menjadi kenyataan, tak perlu bersusah payah mealakukan seuatu, namun sayangnya Adit harus terlihat sedang mengerjakan sesuatu agar tak ada penilaian buruk dan sebelah mata tentang dirinya nanti.             “Hana pulang ma” ujar Hana ketika masuk rumah. Di lihatnya sang mamas edang asyik membaca majalah sambil meminum segelas jus.             “Eh sudah pulang. Mau mama bikinkan jus juga?” tanya mama Hana smabil menengok kearah gelas jus yang sedang ia pegang.             Hana mengganggukkan kepala, di luar memang masih terasa hawa panas, sedangkan di dalam rumah adem sekali karena menggunakan pendingin ruangan. Hana mendaratkan badan di sofa ruang keluarga, rasa lelalh mulai terasa ketika sampai di rumah. Di lihatnya majalah mama yang tergelatak di sofa. Rupanya mama membaca halaman bagian fashion. Ya, mama Hnaa snagat fashionable, Hana pun seperti itu. Tak jauh berbeda karena keduanya sama-sama peduli dengan penampilan, hal inilah yang membuat Pak Suryo tergila-gila pada Mama Hana yang cantik jelita, kulit putih dan rambut yang tergerai indha pun menurun pada Hana. Dulu, mama Hana dalah incaran para pria, begitu cerita mama atau papa ketika sedang membahas percintaan mereka di masa lalu. Hana kadang bosan kalau sudah mama dan papa emnceritakan hal yang dulu-dulu, pasti itu lagi yang di bahas.             “Ini Han, mama buatin jus melon kesukaan kamu” ujar mama sambil menyodorkan segelas jus melon yang tampak menggugah selera. Hana lantas meminum jus buatan mama dengan lahap, Rasa haus dan nikmatnya jus buatan mama bercampur menjadi satu sehingga jus di dalam gelas berukuran cukup besar tandas dengan segera. Kemudian Hana beranjak menuju kamarnya, tak lupa membawa gelas bekas minumnya dulu ke dapur. Tampaknya papa belum pulang, biasanya papa akan menyambut Hana ketika pulang sekolah. Hana kemudian menuju ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh sejenak.             “Ting” ada sebuah pesan masuk di apliaksi berbalasa pesan yang didominasi warna hijau.             Hana membaca pesan yang ditujukan untuknya, ternyata dari Melati, teman satu gengnya yang memang dekat dengan Hana.             “Han, gue baru denger nih. Lu katanya mau pindah ya?” tanya Melati. Entah tahu dari mana informasi itu, padahal Hana diam-siam saja karena ia masih belum yakin aklau akan pindah sekolah lagi nantinya. Sebab keraguan itulah, Hana belum mau menceritakan sesuatu yang belum pasti kepada teman-temannya.             “Lu tau dari siapa?” tanya balik Hana.             “Gue denger dari wakil kepala sekolah, kan wakil kepala sekolahnya masih  keluarga gue juga” jelas Melati lagi.             Hana pun menelepon Melati agar lebih mudah menjelaskannya. Itupun supaya tidak ada kesalahpahaman, sebab kalau satu teman Hana tahu maka besok-besoknya bisa dipastikan akan lebih banyak teman bahkan mungkin senatero skeolah akan tahu bahwa Hana berniat akan pindah sekolah. Ia menyuruh Melati agar jangan memberitahukan siapaun dulu karena Hana masih ingin merahasiakannya, masih terlalu dini juga untuk memberitahukan perihal itu karena bagaimanapun Hana sangat ingin keputusan papa bisa berubah dan ia bisa menikmati sisa masa-masa sekolahnya dengan menyenangkan tanpa harussibuk mengurusi kepindahannya nanti, ya walaupun semua sudah di atur papa tapi tetap saja ada banyak hal yang harus ia lakukan ketika pindah nanti.             Hana mendengar suara mobil berhenti di garasi, sepertinya itu papa yang baru pulang bekerja. Lebih tepatnya, mengecek kesiapan kepindahan mereka sepertinya. Beberapa kali, Hana tak sengaja mendengar pembicaraan papa dengan anaknya via telepon atau di ruangan kerja papa baru-baru ini. Papa dan anak buahnya sedang mencari sebuah barang antic di area perkampungan yang akan kami tinggali sebentar lagi. Dari situlah, Hnaa bisa menyimpulkan bahwa beberapa kali kepindahan kami mungkin karena ada hubungannya dnegan usaha papa yang mesti blusukan ke tempat-tempat tertentu untuk mendapatkan barang yang di cari, risiko pekerjaan memang namun membuat mama dan juga Hana merasa tak dipikirkan perasaan kami karena kehendak papa.Namun, ketika berpikir kembali, apapun yang papa lakukan adalah untuk kebaikan Hana dan juga mama. Apalagi kami berdua tentu tak bisa lepas dari yang Namanya uang dan juga kemewahan yang biasa kami dapatkan seperti sekarang ini.             “Dit, tumben lu baru bangun. Capek?” tanya nyak ketika melihat Adit hendak mandi, padahal hari sudah semakin sore. Tidak biasanya Adit baru bangun hingga sesore ini. Tampak nyak sedang membumbui ikan untuk menu makan malam nanti.             “Tadi nggak makan siang Dit?” tanya nyak lagi.             “Kagak nyak, habis pulang Adit langsung tidur, ngantuk soalnya, hehe” jawab Adit. Lagipula, selama ada uang saku, dan ada sumpit itu. Bila ia ingin sesuatu, mudah untuk mendapatkan apa yang ia mau. Hanya saja karena tak ingin membuat banyak kecurigaan dari nyak dan bapak, membuat Adit harus pintar-pintar menggunakannya agar tak membuat nyak ataupun bapak semakin curiga.                                                                                                   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD