bc

Luka Safiya

book_age18+
178
FOLLOW
2.4K
READ
family
HE
arranged marriage
like
intro-logo
Blurb

Blurb

Safiya Aqila mengalami kecelakaan saat berusia 16 tahun. Hari sial yang berujung fatal. Dia kehilangan penglihatan sejak hari itu.

Kesedihannya makin mendalam ketika ayahnya menjodohkan dirinya dengan kerabat sendiri, Samir Al Rashid. Hal itu tentu membuat beban yang sebelumnya sudah berat, terasa makin penat. Pernikahan terpaksa, ayah dan kakak yang tak menginginkan dirinya, dan kenyataan menyakitkan lainnya, semakin membuat Safiya frustrasi menjalani hari-hari.

Lantas, bagaimana jadinya jika Safiya mendapatkan penglihatannya kembali dengan cara yang tak terduga. Akankah dia membalas dendam atas rasa sakit yang dia terima, atau justru terjebak dalam lingkaran derita yang tak berujung?

Baca kisah lengkapnya hanya di Dreame!

chap-preview
Free preview
Bab. 1. Gadis Buta.
"Ayah, boleh aku berangkat ke kampus bareng, Ayah?" tanya Safiya sambil memegang tongkatnya. Hamzah berdecih, menatap kesal ke arah putrinya. Sedangkan Safiya memasang senyuman berharap ayahnya mengizinkan keinginannya. "Harus berapa kali Ayah bilang pergi saja sendiri, uang saku sudah papa berikan, mobil plus supir sudah disiapkan," jawab Hamzah sambil berlalu pergi meninggalkan Safiya. Gadis itu menghela nafas, rasa sakit menjalar di dadanya. Begitu perih dan terasa panas. Jika luka itu nyata, mungkin bisa diobati. Sayangnya, perasaan dan hati Safiya yang terluka. Safiya memanjangkan tongkatnya, dia berjalan pelan menyusuri ruangan agar sampai pada halaman rumah. Pagi ini, dia akan ke kampus. Saat langkahnya hampir sampai di pintu utama, Safiya berhenti lalu bergeser agar tak menutupi jalan. Gadis itu tahu kalau kakaknya akan lewat, dia hafal sekali dengan aroma parfum yang selalu Iqbal pakai. "Kak, aku nebeng ya?" "Enak aja. Biasanya juga pergi sendiri. Aku tidak sudi semua orang tahu, kalau aku punya adik seperti dirimu." Iqbal menekan kata terakhir yang ia ucapkan. Seketika senyum Safiya luntur, ia menunduk menyembunyikan kesedihannya. Sedangkan Iqbal langsung berjalan menuju kendaraannya. Salah satu asisten rumah yang melihatpun hanya bisa mengelus d**a. Pak Leo menatap penuh rasa sayang kepada Safiya. Ia tahu bagaimana perkembangan gadis itu sampai tumbuh dewasa. Sejak lahir dan ibunya meninggal, dia tak pernah mendapatkan kasih sayang oleh keluarganya. Seperti biasa, Safiya bersandar pada kaca mobil, menikmati perjalanan ke kampus, menikmati hal yang bisa ia rasakan. Dia ingin terlihat sempurna seperti gadis lainnya. Hanya saja, itu menjadi kemungkinan kecil yang bisa terwujud. Pak Leo menatap penuh rasa sayang kepada Safiya. Ia tahu bagaimana perkembangan gadis itu sampai tumbuh dewasa. Sejak lahir dan ibunya meninggal, dia tak pernah mendapatkan kasih sayang oleh keluarganya. Seperti biasa, Safiya bersandar pada kaca mobil, menikmati perjalanan ke kampus, menikmati hal yang bisa ia rasakan. Dia ingin terlihat sempurna seperti gadis lainnya. Hanya saja, itu menjadi kemungkinan kecil yang bisa terwujud. "Nona, nanti di jemput jam berapa?" tanya Pak Leo sedikit menoleh ke belakang. "Nanti aku kabari lagi, Pak." Pak Leo mengangguk, nanti telpon saya kalau sudah selesai ya, Non!" "Iya, Pak!" ___ Tiba di kampus, Safiya berjalan ke arah gedung jurusan yang dia ambil. Dengan keterbatasan yang ia miliki, dirinya sempat tidak diijinkan untuk kuliah. Untungnya, dia tetap dengan pendiriannya meneruskan sekolah. Bahkan, Safiya mendapatkan beasiswa dari pihak kampus. Hal itu membuat wanita itu senang. Meski diriya berbeda, nyatanya, ada banyak jalan untuk menggapai semua keinginannya. Awal pertama kuliah, Safiya juga sering mendapatkan perkakuan tidak baik. Kata-kata yang tak pantas pun, kerap dia dengar. Namun, Safiya tak peduli dengan semua itu. Yang dia mau hanya menimba ilmu, jadi, dia tak perlu baper dengan sikap orang yang tak terduga. Safiya memang berbeda, dia mengambil jurusan bisnis. Karena kelak, dia akan meneruskan usaha keluarga. Atau dia akan merintis karir sendiri kalau dia punya ilmu bisnis yang bagus. Safiya juga harus menggunakan huruf Braille, scanner dan komputer dengan program JAWS. Pihak kampus pun bisa memberikan fasilitas yang sesuai kebutuhan seperti Safiya. Gadis ini masuk kuliah tanpa pengaruh nama orang tuanya. Karena Safiya di daftarkan oleh Pak Leo. Meski dokumen yang dipakai ada nama ayah kandungnya, nyatanya, Safiya tak mau membuat semua orang tahu kalau Hamzah punya anak cacat. ___ Selesai dengan mata kuliahnya, Safiya mencoba mengirim pesan kepada kakanya. 'Kakak ....' 'Boleh aku numpang saat pulang kuliah nanti?' Pesan sudah terkirim, Safiya menerima balasan dari Iqbal dengan cepat. 'Pulang saja sendiri.' 'Gojek banyak!' Safiya meremas ponselnya, dia tak pernah mendapatkan apa yang ia mau. Kakaknya pun tak pernah menganggapnya saudara. Safiya kemudian menelpon Pak Leo, agar menjemput karena mata kuliahnya sudah selesai. Beberapa saat kemudian, dia keluar dari kelas. Berjalan dengan bantuan tongkat tak membuat Safiya merasa kesulitan. Mungkin saja dia akan terus bergantung dengan tongkat ini sampai dia menuju tua. Dan Safiya, sudah siap untuk itu. Dengan keterbatasan yang ia miliki, gadis cantik ini tak mempunyai teman satu pun sejak masuk kuliah. Safiya pun juga tak mau mencari teman, jika mereka hanya memberikan kepalsuan. Lebih baik menjalani semuanya sendiri agar dia tak bergantung kepada orang lain. Menunggu datangnya Pak Leo, Safiya duduk di bangku yang ada di parkiran. Tak lama, Pak Leo datang membantu Safiya menuju mobil. "Maaf kalau lama menunggu, Nona." Safiya menggeleng, "Tidak apa-apa, Pak. Saya juga belum lama duduk di sini." Mobil itu membawa Safiya kembali pulang, rumah megah yang membuat dadanya semakin terasa sesak. Taka ada kegiatan membanggakan untuknya. Kakak dan ayahnya sibuk sendiri denga hobi masing-masing. Terkadang, dia merasa jenuh, ingin rasanya pergi ke suatu tempat agar punya pikiran yang fres. Tetapi, setelah dia mengingat keadaannya yang mengkhawatirkan, membuat Safiya mengurungkan niatnya. Dia tak mau merepotkan sopirnya untuk mengantar ke mana saja yang ia mau. Sore harinya, Safiya turun karena merasa bosan dengan kegiatan di kamar. Rebahan dan mendengarkan musik, lama-lama membuat dia jenuh. Bertepatan dengan Iqbal juga Hamzah pulang, senyum tipis terpasang di bibirnya. Berharap dia mendapat hal istimewa sore ini. "Ayah, mau aku buatkan kopi?" tanya Safiya saat aroma parfum Hamzah menyeruak di sisi kirinya. "Duduk saja, jangan melakukan hal apa pun, yang akan membuat aku merugi, Safiya," jawab Hamzah dengan suara lantang. Safiya kaget karena jawaban ayahnya dengan nada marah. Safiya memejamkan mata sejenak, mengatur nafas yang mulai tak karuan, dengan jantung berdebar kencang. "A-aku tahu Ayah capek, aku juga hanya menawarkan, siapa tahu ayah mau minun kopi. Kenapa Ayah selalu tak suka kepadaku?" Lihatlah keadaanmu itu, Safiya. Kau mau apa saja repot, dan jangan terus mencari cara untuk dekat denganku," jawab Hamzah dengan sorot mata penuh kebencian. "Satu lagi, jangan terus bergerak seolah kau itu orang normal," sambung Hamzah. Lelaki paruh baya itu meninggalkan ruang tamu dengan perasaan kesal. Entah kenapa, setiap hari hanya rasa marah yang timbul jika berhadapan dengan Safiya. Sebutir air mata mulai jatuh membasahi pipi Safiya. Iqbal yang sejak tadi berdiri di belakang adiknya, lantas berjalan masuk dengan menubrukkan bahunya ke tubuh Safiya. Membuat gadis itu hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan. Iqbal yang baru pulang dari kuliah merasa heran karena mendengar suara ayahnya yang menggelgar hingga luar. Langkah pelan lelaki itu menuju sumber suara. Namun, setelah sampai di sana, ayahnya sudah pergi meninggalkan Safiya. Gadis itu menyadari jika ada yang datang sehingga, dia berbalik arah. Mengenali dari bau parfum yang sering kakaknya pakai. "Kakak ...." "Apa kau membuat ulah, sehingga ayah marah?" tanya Iqbal dengan suara datar. "Apa kau juga membenciku karena aku menjadi penyebab ibu tiada?" Safiya tidak menjawab malah memberikan pertanyaan. "Itu bukan urusanmu. Aku hanya tak suka kau dekat denganku karena kau buta," jawab Iqbal sambil meneruskan langkah meninggalkan Safiya. Safiya merasa terbuang karena sikap ayah dan kakaknya yang tak pernah memberikan dukungan kepadanya. Dia merasa sendiri, meski dia dilingkup keluarga yang berada. Tertekan tentu saja, hanya saja, Safiya harus bertahan dan berharap jika keajaiban itu nyata.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.7K
bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
31.6K
bc

My Secret Little Wife

read
131.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook