bc

Hello, Bos!

book_age18+
14
FOLLOW
1K
READ
HE
sweet
office/work place
cheating
assistant
like
intro-logo
Blurb

"Kamu kenapa, Zi?"

"Sakit perut, Bos. Tolong usapin kayu putih ya?"

"Jangan gila kamu! Saya pria!"

"Ck, halah. Jangan pura-pura, Bos. Saya tahu kok, Anda lebih suka pria tampan daripada gadis cantik kan?"

"Terserah apa katamu!"

"Kenapa? Jangan khawatir, Bos! Rahasia Anda aman bersama saya. Ok?"

Zia hanya cekikikan melihat wajah Hendri yang ditekuk karena kesal.

"Hello, Bos! Jangan marah ya?" sambung Zia lagi.

chap-preview
Free preview
Bos Aneh!
Bekerja di perusahaan besar adalah impianku sejak lama. Membayangkan pekerjaan dengan gaji besar dan atasan yang tampan tentu sangat menggiurkan. Tapi inilah kehidupan. Kemudahan dalam khayalan tak seperti dalam kenyataan. Aku memang bekerja. Tapi hanya di perusahaan kecil. Ya, hanya sebuah perusahaan konveksi dengan karyawan tak lebih dari lima ratus orang. Ah, sampai lupa. Aku Ghaziya. Masih gadis tentu saja. Usiaku sekarang 22 tahun. Baru lulus setahun yang lalu dari universitas negeri di kota ini. Aku dua bersaudara. Menjadi adik perempuan dari seorang pria berparas tampan tapi menyebalkan, Moza. Sebenarnya, Mommy dan Daddy melarangku untuk bekerja. Konon katanya mereka masih sanggup membiayai hidupku. Tapi tentu saja aku tidak mau. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya mencari uang sendiri. Jadi ya, kuputuskan untuk mencari kerja. Dan jadilah aku di sini. Menjadi sekretaris dari seorang bos bernama Hendriyana. Pria yang kulihat nampak keren dan tampan. Namun sayang, semua stigma itu hancur saat aku melihat si Bos keluar dengan seorang pria -yang belakangan aku tahu namanya itu Tomas- dari kamar hotel dengan keadaan keduanya telanjang d**a. Gila bukan? Benar-benar tidak menyangka! Jangan salah, walaupun si Bos penyuka terong ungu dan berurat, tapi kesangarannya tetap seperti layaknya pria sejati. Apalagi masalah pekerjaan. Segalanya harus sempurna. Bahkan untuk hal yang sangat kecil sekalipun. Seperti hari ini, seperti biasa, aku akan mencatat semua agenda si bos untuk sebulan ke depan berdasarkan data yang ia beri. Mengatur jadwalnya agar tidak ada yang bentrok. Lalu aku memperlihatkan padanya barangkali ada agenda yang kulewatkan. Ah satu lagi, selain mengatur jadwal, aku juga disuruh merapikan laporan keuangan. Beginilah kalau perusahaan kecil, kerjanya ya rangkap-rangkap. Katanya sih biar tidak terlalu banyak pengeluaran karena gaji karyawan. Huh, bilang saja pelit! Kekesalanku memuncak saat sudah yang ketiga kali, aku harus merevisi agendanya. Ada aja alasannya. Seperti tidak ada urusan lain selain membuatku kesal setengah mati. Padahal berusaha mengatur jadwal dengan klien itu tidaklah mudah. Tuk-tuk-tuk! Ketukan pulpen ke atas meja yang dihasilkan jemari lebar itu seakan menambah rasa gondok di hatiku. Betapa tidak, selain agenda, aku juga sudah bolak-balik benerin laporan masih saja salah. Matanya begitu jeli menjelajah setiap huruf yang ia baca. Tetiba keningnya berkerut, bibirnya sedikit mengerucut. Demi apapun, ini pertanda ada hal yang salah lagi! Lihat, badannya condong ke depan. Hening. Ia masih menelusuri angka-angka yang aku tuliskan berdasarkan data yang ia beri. "Ini laporannya kurang detail. Ini juga. Tuliskan semua rincian jadwal kegiatan saya bulan ini yang saya kirim ke kamu." Suara bariton milik bosku memecah keheningan. Nah kan? Sudah kubilang! "Bukankah semuanya sudah jelas, Pak? Itu saya tulis semuanya." Telunjuknya mengacung lalu bergerak ke kanan dan kiri. "Tidak. Ada yang kurang." "Apa itu?" "Mana jadwal saya untuk bertemu Tomas?" tanyanya lagi. Aish, Tomas sialan itu! Aku hampir melupakannya! "Tomas?" "Ya. Masukan ke sana!" "Tapi, Pak. Tomas bukan bagian dari agenda perusahaan kan?" "Tomas bagian dari hidup saya. Tuliskan! Saya tidak mau jadwal saya dengannya terlewat." Dih, dasar pelangi! Ganteng sih, tapi doyan terong ketimbang apem. Apa bagusnya? Aku bergidik ngeri. "Kenapa kamu?" Busyet! Kukira dia tidak melihat. Ternyata bakat cenayangnya masih tertanam kuat. "Ah, gak apa-apa, Pak." "Kamu seperti melihat hal yang mengerikan?" Iya, elo mengerikan! "Itu tadi saya melihat tokek berantem, Pak." "Tokek?" "Iya, dan sesuatu yang buruk terjadi." "Apa itu?" "Mereka bernasib tragis." "Maksud kamu? Salah satunya mati?" Aku menggeleng, dasar bos bodoh! "Bukan mati, tapi keduanya terjatuh." "Kamu membual lagi?" "Tidak. Saya jujur kok, Pak. Kedua tokek jatuh karena mereka saling pukul dan lupa pegangan ya jatuh lah! Hahaha!" Krik ... Krik ... Si Bos memasang muka cengo. "Hahaha! Sumpah, itu lucu sekali!" Aku tertawa lepas sampai sakit perut. Bukan tokek yang aku tertawakan tapi muka cengonya bosku yang sangat lucu. Krik ... Krik ... "Sudah puas kamu tertawa?" "Hah? Apa?" "Kalau tertawanya sudah selesai, kamu bisa keluar dan perbaiki lagi agenda saya." Pluk! Dia melempar buku agenda yang aku buatkan untuknya. Lah, ini orang gak ada selera humornya apa ya? Lempeng amat hidupnya! Dengan muka ditekuk, aku keluar dari ruangan. Tanganku bersiap memegang handle pintu. Tapi urung, karena seseorang tengah membukanya dari luar. "Hai, Hendri? Apa kabar?" Wow! Manusia sempurna! Cantik sekali! Sosok wanita bertubuh aduhai bak model itu melenggang masuk dan melewatiku begitu saja. Dikira aku hantu yang gak terlihat kali ya? Oh iya, wanita bohay ini namanya Ratih. Konon katanya dia salah satu wanita yang sering datang ke kantor si bos. Belum tahu kali ya kalau si bos gak selera dikasih kue apem. Ekor mataku melirik si bos yang langsung berdiri saat si Ratih hendak duduk di pangkuannya. Gatel amat sih tuh cewek! Yakin deh, seenggak doyannya cowok kalau kelamaan digrepe pasti bangun. Mungkin ini mah ya, hanya dugaanku saja. Kan ada tuh katanya yang penyuka dua-duanya. Apem doyan, terong juga diembat, serem amat kalau iya! Sepertinya video live streaming tentang adegan hot akan segera dimulai. Dan aku harus segera enyah dari sini. Bisa gawat kalau jadi penonton tunggal. Yang ada nanti celanaku basah tanpa permisi. Menyebalkan bukan? "Tunggu, Zia!" Aku menoleh, si bos berjalan mendekatiku. Kenapa dia? "Ada apa, Pak? Apa ada yang harus saya tambahkan lagi?" Greb! Tetiba sebuah tangan melingkar di pinggangku. Aku kaget dong! "Bos, ada apa?" Aku sedikit panik. Ah, bukan sedikit ini mah tapi banyak paniknya. "Ratih, kita gak bisa melanjutkan hubungan lagi." Si Bos mengetatkan pelukannya saat aku sedikit berontak. Si Ratih menatap tajam pada tangan si bos yang masih betah di pinggang sana. Hangat tapi sedikit err... geli. Susah banget sih melepaskannya? "Apa maksud kamu, Hen?" Mata Ratih seakan sedang mencincang mukaku. Tajam amat! "Aku dan Ghazia, sekretarisku ini, kami sudah lama menjalin berhubungan." "Apa? Jangan bercanda!" Ratih tak terima. Aku mengangguk mengiyakan ucapan si Ratih. Bercandanya gak lucu. Dan ish, ini tangan kok kenceng amat peluknya. Walau enak tapi kan kalau bukan pada tempatnya mah jadi enek juga. Ah, iya aku sampai lupa, si Ratih ini adalah calon tunangan bosku yang konon atas rekomendasi dari nyonya besar alias ibunya si bos. "Aku serius. Bukankah begitu, Zia?" Bos melotot padaku. Matanya seakan siap menguliti tubuhku tanpa ampun. Atas desakan rasa takut yang menggunung, terpaksa kepalaku mengangguk cepat. "Keterlaluan kamu, Hen! Aku akan adukan kamu ke Tante Mona!" d**a Ratih kembung kempes. Marah besar dia! "Aku tidak peduli!" Si Bos menjawab dengan santai. Si Ratih benar-benar marah sepertinya. Ia mengambil lagi tasnya lalu keluar dan membanting pintu. Brug! Sumpah, kaget banget! "Bos, kenapa Mbak Ratih diputusin?" tanyaku hati-hati membuka pelukan tangannya di pinggangku. Dih, masih kuat ternyata. "Kamu tahu alasannya." Si Bos malah mengetatkan pelukannya. Ini orang lupa atau sengaja cari kesempatan ya? Aku manggut-manggut, "Tomas?" Si Bos bukannya menjawab malah memutar bola matanya. Mungkin ia tak perlu menjelaskan karena aku sudah tahu. Iya deh, yang suka terong balado! "Buatkan saya kopi!" ucapnya lagi. "Baik, tapi ...." "Sekarang!" "Iya, tapi ...." "Saya tidak suka mendengar alasan atas penolakan, buatkan sekarang!" Si Bos berbisik tepat di telingaku membuat bulu kudukku berdiri semua. Aku menahan kesal. Dengan sekuat tenaga aku berusaha membentuk senyuman, "Bagaimana mau buatkan kopi? Ini tangan Anda masih nyangkut di sini?" Seakan baru sadar, ia mengerjap lalu melepaskan pelukannya, "Sudah! Sana pergi!" Dih, bukannya berterima kasih karena sudah membantunya untuk putus dari Ratih, malah langsung nyuruh pergi. Dasar bos aneh!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.5K
bc

My Secret Little Wife

read
96.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook