Istri Badung - 2

1519 Words
"Al!" Seruan seseorang membuat Alexa mengalihkan pandangan dari kotak bekal yang baru saja dibukanya. Setiap jam istirahat, Alexa tak beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu akan mengeluarkan kotak bekal yang sudah di siapkan sang Daddy yang memang cukup mahir memasak. Pria berkepala pelontos itu sangat menjaga asupan makanan yang Alexa konsumsi. Setelah membereskan buku dan peralatan tulis yang berserakan di atas meja, maka Alexa akan mengeluarkan kotak bekalnya. Bersiap menyantap makan siangnya seorang diri, di tengah kelas yang mulai sepi. Tak ada murid yang bersedia menemani. Alasannya, Alexa tak tau, tapi, dia pernah mendapat penolakan saat berniat bergabung bersama temannya yang lain menuju kantin, hanya karena mereka takut dengan ketiga ayah Alexa yang dipandang menakutkan. Sejak saat itu, Alexa tak lagi mencoba untuk berbaur dengan yang lain. Ia berusaha menyibukkan diri dan menikmati jam istirahat sendirian. Usai menghabiskan bekalnya, Alexa biasa menggambar atau membaca buku cerita yang memang sengaja dia bawa untuk mengisi jam istirahatnya selain untuk makan siang. Menggenggam sendok dengan lebih erat. Alexa memilih diam saat Mario dan kedua temannya berjalan menuju kearahnya, sampai kemudian, berdiri di samping tempat duduk Alexa yang berada paling pojok dibarisan ketiga. Sendirian, karena tak memiliki teman sebangku. Entah sebuah kebetulan atau apa, tapi jumlah siswa dikelasnya berjumlah ganjil. Membuat murid lain merasa lega karena tak harus satu meja dengannya. Awalnya, Alexa merasa dikucilkan, tapi sekarang, gadis kecil itu sudah tak lagi mau ambil pusing. Biarlah jika memang tak ada yang mau bermain dengannya. Lagipula, di rumah yang merupakan markas para ayahnya. Alexa diperlakukan bak seorang tuan putri. Karena semua keinginannya akan dipenuhi. Belum lagi, para anak buah ketiga ayahnya pun sigap menjaga dan bersedia menjadi temannya bermain. "Apa?" Mengangkat dagu tinggi, Alexa menatap Mario sengit. Mau apalagi bocah pengadu itu? Apa belum kapok, sudah Alexa labrak waktu itu? Dengan tangan yang tersembunyi di saku celana merahnya. Mario mengedikkan bahu, "pantesan nggak punya temen, judes banget sih." Celetukan Mario disambut gelak tawa kedua temannya yang berdiri mengapit bocah tengil itu. "Aku tuh mau berbuat baik tau nggak?" Merogoh saku seragam sekolahnya, Mario menyodorkan sebuah undangan kecil bergambar beberapa superhero. "Besok malam, aku ultah. Meskipun kamu udah jahatin aku, tapi aku tetap undang kamu." Menundukkan pandangan, Alexa menatap undangan dari Mario dalam diam. Mengigit bibir, dengan gerakan ragu dan perlahan. Alexa melepas pegangan tangan kanannya pada sendok yang sejak tadi ia genggam. Lalu beralih mengambil undangan pemberian Mario dan menatapnya dengan rasa haru. Sekeras apa pun untuk bersikap biasa, tapi Alexa tak bisa membohongi diri, jika ada letupan suka cita yang kini memenuhi hatinya. Dari semua teman sekelasnya, Mario adalah sosok yang paling suka mengejek dan mencari masalah dengannya. Tapi tak disangka, dia yang bersikap peduli padanya. Minggu lalu, ada salah seorang teman sekelasnya yang juga berulang tahun. Dengan wajah penuh binar kebahagiaan, gadis bernama Alena itu membagikan undangan bergambar princess kepada semua teman sekelas, kecuali Alexa. Yang hanya bisa meremasi tangan yang berada di atas pangkuan. Berusaha keras mengendapkan rasa kecewa dan sedihnya. Dengan wajah sok sedih, Alena meminta maaf karena tak bisa mengundang Alexa. Beralasan jika tamu tak bisa hadir tanpa undangan. Sementara undangan untuk Alexa kehabisan. Yang lebih menyakitkan, ternyata teman-teman dari kelas lain pun Alena undang untuk datang ke pesta ulangtahunnya. Nyaris beberapa hari, gadis itu terus berceloteh tentang kemeriahan pesta ulangtahun yang telah diselenggarakannya. Membuat telinga Alexa serasa pengang. Berdeham, Alexa mengangkat wajah, hingga netranya yang berwarna hazel bersirobok dengan tatapan Mario. "Aku, diundang?" Tanyanya seolah memastikan. Mengangguk tanpa ragu, Mario sempat melempar lirikan pada kedua temannya, sebelum kemudian, kembali meletakkan atensi pada Alexa yang tengah memerhatikan undangan ulangtahun darinya dengan senyuman tertahan. "Tapi nanti, kamu harus pakai kostum." Kembali menatap Mario, kening Alxea mengernyit heran dengan wajah bingung. "Kostum?" "Iya, kostum. Jadi nanti, pesta ulangtahun aku itu bertema superhero. Teman-teman yang lain juga pakai kostum superhero. Iyakan?" Tanya Mario sembari menyikut pelan lengan kedua temannya yang segera menganggukkan kepala penuh semangat. "Iya betul, semua juga pakai kostum kok Al. Biar makin seru!" "Nah iya, itu memang udah jadi konsep ulangtahunnya Mario nanti." Ikut mengangguk penuh semangat, kali ini Alexa merekahkan senyuman tanpa lagi ditahan. "Baiklah, nanti aku minta Ayah, Papa, atau Daddy buat belikan kostum princess." "Kok princess?" Sela Mario yang membuat Alexa kembali mengernyit. "Kan aku perempuan, jadi pakaiannya kostum princess." "Tapi kan temanya superhero. Kamu tau nggak superhero?" Menggeleng jujur karena Alexa tak tau soal superhero. Mario dan kedua temannya berdecak remeh. Hingga membuat Alexa dilanda khawatir. Apa dia baru saja melakukan kesalahan? Apa Mario akan berubah pikiran dan tak jadi mengundangnya? Kekhawatiran tiba-tiba merongrong hati Alexa yang kini dilingkupi perasaan cemas. "Maaf, aku beneran nggak tau. Terus, kostum apa yang harus aku pakai nanti?" Berdeham dengan lirikan penuh arti pada kedua temannya yang mesem-mesem menahan tawa. Mario bersedekap tangan. "Karena semua superhero udah dipilih teman-teman yang lain. Kamu nggak punya pilihan lain Al. Tapi, superhero ini juga bagus kok. Iyakan?" Tanya Mario yang seperti biasa, diangguki antusias oleh kedua temannya. "Superhero apa?" "Nih, yang ini, superhero yang badannya warna hijau." Tunjuknya pada undangan yang terdapat superhero tersebut. Alexa terbelalak menatap superhero yang Mario maksud. Menggaruk pelipis, gadis itu meringis dan tampak ragu. "Kok badannya hijau-hijau?" "Ya memang begitu. Tapi dia itu salah satu superhero yang keren juga tau." Menatap sekali lagi, Alexa terdiam sejenak. Sejujurnya, dia sangat senang karena mendapat undangan pesta ulangtahun dari Mario. Tapi, kenapa harus ada kostum tertentu yang perlu digunakan? Terlebih, Alexa diharuskan memakai kostum superhero yang seluruh tubuhnya berwarna hijau. Ya, walau menurut Mario, semua tokoh superhero sudah dipilih teman-teman yang lain. Jadi hanya itu bagian untuk Alexa. "Jadi gimana? Mau nggak?" Tanya Mario saat mendapati Alexa yang tampak terdiam dengan wajah bimbang. "Nggak usah malu, kan yang lain juga pakai kostum. Seru tau, dan pasti bakal keren." Bujuk bocah itu yang akhirnya membuat Alexa mengangguk kaku. "Baiklah, nanti, aku coba cari kostumnya." "Harus semirip mungkin ya. Kalau perlu, muka kamu dikasih pewarna hijau juga." "Loh, kok sampai diwarna-warna? Kenapa nggak pakai topeng aja?" "Nggak serulah kalau pakai topeng. Nanti bakal ada hadiah buat yang pakai kostum paling keren dan totalitas." Menempelkan telunjuk dibibir, Mario memperlihatkan raut serius, "ini sebenarnya rahasia. Tapi sama kamu aku kasih bocoran." Mengangguk antusias, Alexa merekahkan senyuman manis. "Makasih, Mar." "Ish! Jangan panggil Mar!" Meringis, Alexa menggumamkan permintaan maaf sembari menggaruk pipinya. "Maaf," sesalnya. "Panggil Iyo aja." "Baik, Iyo. Makasih ya," ulang Alexa yang diangguki Mario. "Eh, lupa, ada satu lagi." "Apa?" Alexa tiba-tiba berpikir, apa menghadiri pesta ulangtahun bisa seribet ini? Kenapa begitu ada banyak syarat. "Nanti, pas datang, jangan sama salah satu Ayah kamu ya? Apalagi tiga-tiganya yang datang. Duh, jangan deh ya?" "Loh, kenapa? Kalau nggak bareng sama Ayah, Papa, dan Daddy, atau salah satu dari mereka. Aku nggak akan dikasih izin pergi." "Ya pokoknya, kamu minta antar sama siapa kek, tapi jangan sama salah satu, atau bahkan ketiga Papa kamu. Maaf Al, tapi kamu kan tau, mereka itu menyeramkan." "Mereka nggak menyeramkan!" Bantah Alexa langsung, tak terima ketiga ayahnya dikatai. Mario berdeham, dia sempat memelotot pada salah satu temannya yang memberikan teguran dengan menginjak pelan kakinya. "Iya, tau." Bisiknya agar tak tertangkap pendengaran Alexa. "Eh, maaf, Al, aku nggak bermaksud." Menggaruk kepalanya yang tak gatal, Mario meringis. "Tapi kan, kamu tau, teman-teman yang lain, takut sama ketiga ayah kamu itu. Jadi, sebaiknya kamu minta antar sama yang lain aja. Om kek, Tante, atau Mama, eh! Tetangga maksudnya." Mario keceplosan mengucap kata Mama, sampai akhirnya dia ingat, jika Alexa hanya memiliki tiga Papa. Tanpa seorang Mama. Hal yang sering kali menjadi olok-olokan untuk Alexa. Hingga membuat gadis itu menangis diam-diam. Tercenung sejenak, Alexa tampak memikirkan ucapan Mario. Apa mungkin, Ayah, Papa, dan sang Daddy memberikan izin? Tapi, Alexa benar-benar ingin merasakan hadir ke pesta ulangtahun temannya. Tidak. bagaimana pun caranya, ia akan berusaha membujuk agar bisa mendapat izin. Meski sepertinya cukup sulit. "Baiklah," ucap Alexa akhirnya setelah cukup lama terdiam. Membuat bisik-bisik Mario dengan kedua temannya terputus. "Nanti, aku coba buat minta izin buat pergi di temani sama yang lain." "Nah, gitu dong!" Seru Mario antusias, ia menyodorkan telapak tangannya di depan Alexa hingga membuat gadis itu kebingungan. "Tos, sebagai tanda perdamaian kita." Mengangguk penuh semangat, Alexa mengulurkan tangan kanannya dan melakukan tos dengan Mario dan kedua temannya. Setelah itu, mereka meninggalkan Alexa sendiri yang masih tak menyurutkan senyuman diwajahnya. Memastikan Mario dan kedua temannya telah menghilang dari dalam kelas. Alexa mengambil undangan yang tergeletak di atas meja. Menatapnya dengan binar bahagia, sembari mengelus hati-hati pada bagian yang bertuliskan namanya. Sementara itu, di lorong kelas. Mario dan kedua temannya tengah sibuk terbahak, hingga membuat siswa lain menatap heran. Tapi ketiganya tak peduli karena tengah berbahagia. "Jadi nggak sabar sama ulangtahun kamu nanti, Yo." "Sama, aku juga. Baru bayangin udah bikin sakit perut karena kebanyakan ketawa." Mario tersenyum pongah, "aku nggak perlu sewa badut nanti di pesta. Soalnya udah ada penggantinya." Ucapnya, yang kembali mengundang gelak tawa dari dua temannya. Mario masih merasa kesal dengan peristiwa yang sebelumnya melibatkannya dengan Alexa. Meski ketiga ayah gadis itu bertanggungjawab dengan membayar biaya pengobatannya. Tapi dia masih ingin mengerjai gadis aneh itu. Bocah itu tak sabar menantikan pesta ulangtahunnya. Karena akan ada kejutan untuk semua orang. Terutama Alexa, yang akan ia jadikan sebagai bintang utama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD