Pria Yang Aneh

1029 Words
"Ya," jawab Randika singkat. "Tapi Pah bisa aja itu anak orang lain. Cewe itu mabuk!" ujar Jesslyn. "Jesslyn! Papa bilang diam!" bentak Galang. Jesslyn yang hendak kembali berbicara langsung menciut di tempat. "Randika. Kamu yang bawa Fahira ke hotel dan menyetubuhinya?" tanya Galang. "Iya, sudah jelas 'kan? Apalagi yang ingin kalian ketahui?" ucap Randika. "Ya, semua sudah jelas dan saya kecewa dengan keluarga Anda," ujar Ethan. "Saya membatalkan pernikahan putri saya dengan putra Anda, kami permisi." Ethan langsung beranjak dari tempat duduk bersama dengan Tari dan Rosseta. Namun sebelum keluar Rosseta melayangkan tangannya pada Randika. "b******k!" seru Rosseta dengan suara serak karena habis menangis. "Saya benar-benar malu Pak Galang," ucap kakek Rosseta sebelum keluar ruangan. Sekarang hanya ada keluarga Randika di ruangan tersebut. Keadaan kembali tegang. Galang sedang berpikir keputusan apa yang paling tepat. "Dika, kenapa kamu lakuin itu? Papa sidang bilang untuk jaga kehormatan keluarga, Dika!" ujar Galang. "Dika mabuk," jawab Randika. "Oh, mama baru ingat memang benar 6 minggu yang lalu kamu tidak pulang ke rumah. Mama kira kamu di apartemen tapi pas paginya mama ke sana, resepsionisnya bilang kamu gak pulang. Jadi malam itu?" tanya Lena. Randika menundukkan pandangannya. Ia tidak mau menatap Lena. "Iya, Mah." Brak Jesslyn bangkit dari tempat duduk dan mengerbrak meja. "Gw kecewa sama lu, Bang!" seru Jesslyn sambil menunjuk Randika. Jesslyn langsung pergi keluar ruangan. "Jesslyn!" teriak Galang dan Lena bersamaan. Lena panik ingin mengejar Jesslyn namun dicegah oleh oma. "Buu, tolong tenangin Jesslyn," pinta Lena. Oma mengangguk lalu menyusul Jesslyn keluar. Sedang Opa hanya menghela napas berat. "Hah, ya sudah. Sudah begini kita nikahkan saja mereka," ucap Opa memberi solusi. Semua yang ada di ruangan menatap opa tak percaya. Opa menaikan satu alisnya. "Loh kenapa?" Suasana hening dan tidak ada yang menjawab. "Jalan keluar satu-satunya adalah menikah. Galang, Lena, kenapa kalian memandang saya begitu?" tanya Opa. Galang menggeleng. "Tidak apa-apa, Ayah." "Atau jangan kalian memikirkan cara lain? Jangan katakan kalau kalian berniat menyuruh Fahira untuk aborsi?" selidik Opa. Galang dan Lena terdiam. "Kalian sudah gila! Bagaimanapun yang ada dikandungan Fahira adalah cucu kalian! Darah daging dari anak kalian Randika. Bisa-bisanya kalian berpikir untuk membunuh cucu kalian?!" bentak Opa. "Bukan begitu Ayah hanya saja---" Lidah Lena tiba-tiba kelu. Kata-kata menggantung. "Apa? Bayi itu tidak bersalah! Yang salah adalah kalian yang tidak bisa mendidik anak. Randika, Fahira. Jangan sekali-kali kalian berpikir untuk membunuh bayi tak bersalah. Bayi itu tetep cicitku," tekan Opa. "Sudah, Randika antar Fahira pulang. Biar opa yang urus masalah pernikahan kalian," Randika menurut. Ia mengajak Fahira keluar dari ruangan tersebut dan mengantarnya pulang. Sedangkan di dalam ruangan opa dan kedua orang tua Randika masih berdebat. "Jernihkan otak kalian. Kalian harus mengakui bayi itu sebagai cucu kalian," tutur Opa sambil berjalan keluar ruangan. *** Suasana canggung menyeruak masuk. Sejak beberapa menit lalu tidak ada percakapan antara Fahira dan Randika. "Lu itu sebenarnya siapa sih?!" tanya Randika membuka percakapan. "Gw udah bilang gw Fahira," jawab Fahira santai. "Ya lu siapa sih dateng-dateng ngaku hamil anak gw! Gak paham gw sumpah. Mana nih pipi ampe kena tampar!" gerutu Randika. "Loh?" Fahira bingung sikap pria ini tiba-tiba saja berubah tidak seperti tadi. "Ahh, bodoamat lu siapa. Btw makasih ya, berkat lu gw batal nikah sama Rosseta. Walaupun ide lu agak-agak gila tapi akting lu amazing banget sumpah," oceh Randika. Naluri Fahira mengatakan bahwa Randika adalah pria sinting. Ia tidak tau harus merespon bagaimana tapi setidaknya ia berhasil membuat Randika dan Rosseta batal menikah. "Lu kok seneng banget si? Lu b**o? Iya lu batal nikah sama Rosseta tapi lu bakal nikah sama gw," ceplos Fahira. "Gak masalah," jawab Randika. Fahira terkejut mendengar jawaban Randika. "What?! Lu bilang gak masalah?" Randika mengangguk. "Ya, asal gak sama Rosseta." "Gw hamil loh!" "Ya trus?" Fahira benar-benar tidak paham dengan Randika. "Ya ya ya gimana ya?" bingung Fahira. "Gak masalah buat gw. Gw bisa anggap anak lu anak gw juga," balas Randika. "Oh, iya dari tadi cuma muter-muter doang. Rumah lu mana sih? Lu gak ngomong dari tadi, gw juga gatau rumah lu." Fahira akhirnya memberitahukan alamat rumahnya. Randika mengangguk dan kembali fokus menyetir. "Gw mau nanya," ujar Fahira. "Apa?" tanya Randika tanpa menoleh. "Jadi tadi lu juga akting?" "Yes, gw ngikutin lu aja. Btw karena akting lu bagus gw jadi bisa menghayati," jawab Randika. Fahira sebetulnya sudah merasa ada kejanggalan dari awal. Karena tidak mungkin ada pria yang saat dituduh langsung mengaku. "Oh ya, ngomong-ngomong lu disuruh siapa?" tanya Randika membuyarkan lamunan Fahira. Fahira bingung mau menjawab seperti apa karena ia slalu menjaga privasi kliennya. "Emm, ituu, rahasia." "Lah! Ya udah si gak penting ini. Yang paling penting gw gak nikah ama Rosseta," ujar Randika. "Emang kenapa sih kalo lu nikah sama Rosseta?!" "Gw sama dia udah kenal lama," "Ya bagus dong!" potong Fahira. "Diem dulu g****k! Gw lagi mau cerita. Jangan maen potong-potong dikira ayam," sarkas Randika. "Yaudah ulang-ulang," ujar Fahira. "Jadi gw sama Rosseta udah kenal lama, otomatis gw tau sifat dia kayak gimana. Bukan cuma tau udah hafal malahan!" seru Randika. "Oh, emang Rosseta kayak gimana?" "Pertama, dia matre. Kedua, dia manja. Ketiga, egois dan keras kepala. Keempat, kekanak-kanakan," curhat Randika. "Lu pikir gw lebih baik dari Rosseta? Bisa aja gw lebih matre dari dia. Bisa juga gw lebih manja atau keras kepala dari dia," ucap Fahira. "Kalo diliat-liat lu kayaknya gak manja sih. Kalo matre ya gw gatau juga tapi kayaknya kaga," jawab Randika. "Lagian kalo lu matre kenapa? Gw sebenarnya gak masalah sama cewe matre, masalahnya gw ga suka Rosseta." Fahira mengedipkan matanya berkali-kali. "Eh, lu ... Kenapa gak suka?" "Harus banget lu tau alasan gw gak suka Rosseta?" Randika balik bertanya. "Ya gak juga si," Randika menghela napas. "Rosseta tuh posesif ama cemburuan parah." "Oh, pantes lu gak mau," guman Fahira. Randika mengambil gawainya yang ada di dashboard lalu menyodorkanya pada Fahira. "Apa?" tanya Fahira. "Masukin nomor telepon lu!" perintah Randika. Fahira mengangguk paham. Ia langsung mengambil gawainya dan menyimpan nomornya dalam gawai milik Randika. Setelah selesai ia memberikannya lagi pada Randika. "Taruh aja di dashboard," ujar Randika. Setelah sampai di kos-kosan, Fahira langsung turun dari mobil. Namun, Randika tidak langsung pergi begitu saja. Ia menurunkan kaca mobilnya. "Oh, ya, ga mau nanya. Lu gak masalah nikah sama gw?" tanya Randika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD