bc

Hello, Bianca!

book_age16+
22
FOLLOW
1K
READ
others
student
bxg
highschool
enimies to lovers
school
naive
like
intro-logo
Blurb

Bianca, seorang gadis yang penuh dengan kebohongan, misteri, dan obsesi terhadap kesempurnaan. Tak peduli apa yang menghadangnya, ia akan tetap melangkah. Tak peduli hidup atau mati, Bianca akan menyingkirkan musuhnya. Hanya satu hal yang penting dalam hidupnya, yaitu Bianca tidak boleh kalah.

Kedatangan Jerry ke dalam hidup Bianca rupanya berhasil membuat gadis yang penuh dengan kebohongan dan obsesi itu terusik. Bianca merasa jika Jerry adalah ancaman besar untuk dirinya dan ancaman besar harus segera dihilangkan.

Maka dari itu, sebuah persaingan sengit yang diwarnai kecurangan pun tak dapat terelakkan. Jerry si murid baru dengan sejuta pesonanya dan Bianca si cantik primadona sekolah sebagai juara bertahan berada dalam satu tujuan, yaitu saling mengalahkan. Saling menjatuhkan hingga membuat lawannya tak lagi bisa berkutik.

Lalu, bagaimana jadinya jika Jerry akhirnya menemukan titik lemah seorang Bianca? Akankah Jerry memanfaatkannya?

Lantas, apakah Bianca akan selamat? Akankah dia tetap bertahan dengan ribuan sanjungan yang tersemat di setiap langkahnya?

Ataukah mereka akan hancur secara perlahan? Bersamaan?

Setidaknya satu yang perlu kita ketahui. Kesempurnaan sejatinya hanyalah milik Tuhan.

*****

"Perlu lo ingat. Hanya Tuhan yang sempurna. Lo cuma seorang hamba yang enggak tahu diri. Lo munaf*k! Lo akan merasakan kehancuran karena perbuatan lo saat ini! Ingat itu! Dan mungkin gue adalah orang yang Tuhan kirim untuk menghancurkan manusia tamak seperti lo, Bianca!" Jerry Keenan Ivander.

*****

"Sampai kapan pun gue enggak akan pernah mundur. Kalau lo adalah orang yang Tuhan kirim untuk menghancurkan gue, maka gue pun sama. Gue adalah orang yang udah ditakdirkan untuk membuat lo hancur sehancur-hancurnya, Jerry! Lo enggak akan pernah gue lepaskan karena lo udah masuk ke dalam permainan seorang Bianca. Jadi, mari bermain sampai di antara kita enggak akan lagi yang tersisa!" Bianca Frischella Adrienne.

Cover (edit) by Rliaaan

Bahan cover (foto) by Pixabay

FONT:

Downcome

Chantelli_Antiqua

BonvenoCF-Light

Capsuula

chap-preview
Free preview
Hello 01 - Primadona Sekolah
"Silahkan masuk, Nona," ucap seorang supir mempersilahkan majikannya untuk memasuki mobil. Ia membuka pintu bagian belakang dan menunduk patuh setelahnya. Tubuhnya menegak setelah majikannya tersenyum kecil. Itu tandanya ia tidak perlu menundukkan kepalanya lagi. "Terima kasih," tutur seorang gadis dengan wajah cantiknya. Kakinya yang jenjang itu pun perlahan melangkah masuk ke dalam mobil. Dalam sekejap tubuhnya sudah berada di dalam mobil. Pintu kemudian ditutup dengan pelan dan sang supir bergegas untuk berpindah tempat. Ia membuka pintu bagian depan dan langsung menancapkan gasnya dengan hati-hati menuju sekolah sang majikan. "Apa ada yang sedang Nona inginkan?" tawar sang supir saat menyadarinya tatapan majikannya yang tampak berpikir keras. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya. Ia kemudian mengangguk pelan dan meminta sang supir untuk mampir ke toko roti langganannya. Ia ingin membeli beberapa untuk teman-temannya. "Mampir ke toko roti biasa, Pak. Saya ingin membeli roti di sana," titahnya sambil menatap jalanan yang sedang ia lalui. Mobil kemudian berbelok ke kiri dan berhenti tepat di depan toko roti langganan sang gadis cantik. Majikan itu menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu pada supirnya dan memintanya untuk membeli beberapa roti isi dengan rasa yang bervariasi. "Beli lima roti dengan rasa yang berbeda. Sisa kembaliannya ambil saja!" titahnya saat melihat sang supir meneguk salivanya kuat. Ia tahu jika harga satu rotinya tidak mencapai lima puluh ribu rupiah, tetapi ia juga tidak bisa memberikan uang pas-pasan. Supirnya itu pasti membutuhkan lebih dan hanya dengan cara ini supir kepercayaannya mau menerima uang darinya. Beberapa saat kemudian, sang supir pun kembali dan langsung menyerahkan bungkusan roti itu pada majikannya. Setelah itu, ia kembali menjalankan mobilnya menuju sekolah majikannya. Hari memang sudah siang dan hari ini bukanlah jadwal belajar karena untuk satu pekan ke depan akan diisi dengan berbagai pertandingan antar sekolah. Karena itu majikannya berangkat lebih siang dan santai dari biasanya. Gadis cantik itu memilih untuk menggunakan earphone-ya. Ia memutar lagu kesukaannya untuk menjadi teman di dalam perjalanan. Matanya sesekali melirik ke luar saat dirasa ada pemandangan yang menarik hatinya. Bibirnya menyunggingkan senyum kecilnya saat ia mulai terbawa irama musik yang menenangkan. Sang supir memelankan laju kendaraannya saat jarak sekolah sudah dekat. Mobil kemudian menyebrang ke kanan dan langsung masuk ke dalam parkiran sekolah. Supir itu pun langsung turun dan membukakan pintu untuk majikannya. Ia menunduk hormat saat sang majikan melewati dirinya. Setelah selesai, ia bergegas kembali memasuki mobilnya dan kembali ke rumah. Gadis itu melepas earphone yang ia kenakan dan menaruhnya di dalam saku rok sekolahnya. Matanya melirik ke sekeliling. Sudah ramai, pikirnya. Kaki jenjangnya pun melangkah pelan dan langsung disambut dengan teriakan riuh dan bisikan penuh kagum. Mungkin memang sekedar bisikan, tetapi jika hampir semua orang membisikkan hal yang sama sudah pasti terdengar jelas. Gadis itu tersenyum anggun. Mengangkat kepalanya penuh percaya diri dan mulai berjalan menuju kelasnya. Ia akan bertemu dengan teman-temannya terlebih dahulu. Saat ia berjalan, beberapa orang mengikutinya dari belakang. Ia memilih abai dan tetap berlalu menuju kelasnya tanpa mempedulikan siapa yang mengikutinya. Menurutnya, itu tidak penting karena yang terpenting saat ini adalah ia harus segera sampai di kelasnya dan membicarakan perlombaan yang akan segera mereka ikuti. "Bianca!!" teriak seorang gadis dengan heboh saat ia melihat sang primadona sekolah tengah berdiri di depan pintu dan menatap ke arahnya. Gadis itu dengan cepat berlari menghampiri temannya yang sering dijuliki primadona sekolah. Menurutnya itu wajar karena memang tidak ada yang bisa mengalahkan Bianca. Lihat saja sekarang, di belakang temannya itu bahkan sudah ramai dengan segerombol orang yang merupakan penggemar berat dari Bianca. "Aduh, lo kalau ke mana-mana pasti selalu bawa rombongan. Ditinggal dulu, kek!" dumel Siska kesal saat melihat tatapan memuja dari para penggemar Bianca. Bianca terkekeh kecil mendengarnya. Ia kemudian menepuk bahu Siska pelan. "Gue enggak pernah ngajak, tapi mereka yang ngikutin gue!" balas Bianca tenang. Ia kemudian memasuki kelasnya dan meninggalkan Siska yang masih mengomel pada para penggemar Bianca. Segerombol manusia tidak berkepentingan itu mencoba untuk memasuki kelasnya. Sebagai bagian keamanan yang baik, Siska tidak akan membiarkan keamanan dan kenyamanan anggota kelasnya terganggu. "Pokoknya kalian enggak boleh masuk!" tegas Siska sambil menutup pintu kelasnya dengan kencang. Teman-teman Siska yang tengah berada di kelas pun terkejut mendengarnya. Mereka terperanjat kaget dan langsung menatap Siska yang menekuk wajahnya. Jika sudah seperti ini, Siska tidak dapat disenggol sedikit saja. Dalam kata lain, jangan sampai kemarahannya terpancing lagi. Salah sedikit, mereka akan langsung terkena imbasnya. "Capek banget gue, tiap hari begini mulu. Padahal lagi ada perlombaan, tetep aja ngejerin Bianca mulu! Heran gue, apa pertandingannya enggak menarik?!" omel Siska setelah ia mendudukkan tubuhnya di samping Bianca yang hanya menatapnya tenang. Bianca tersenyum kecil mendengarnya. Ia kemudian memberikan dua bungkus roti pada Siska. "Makan, gue tahu lo suka banget sama roti. Anggap ini sebagai permohonan maaf gue karena udah ngerepotin lo setiap hari," ujar Bianca dan mulai membagikan sisa rotinya kepada teman-temannya yang lain. Mendengar kata 'roti', Siska pun langsung tersenyum senang. Ia dengan cepat mengambil roti yang Bianca berikan padanya dan memakannya lahap. "Makasih, ini enak banget, sumpah!" pekik Siska senang saat lagi dan lagi lidahnya berhasil menyecap rasa luar biasa dari roti yang Bianca berikan padanya. Ia kembali memakan rotinya dengan semangat tanpa peduli pada para penggemar Bianca yang ternyata mengintip melalui jendela. Mereka mencibir Siska pelan. "Siska, lo itu hampir ngomel setiap hari tentang penggemarnya Bianca. Lo iri, ya?" tanya Fenia jahil. Mendengar hal itu, Siska menghentikan kunyahannya dan langsung menelan roti yang belum halus ia kunyah. Ia kemudian menatap Fenia jengkel. Enak saja! Meski ia tidak memiliki penggemar, bukan berarti ia memiliki penyakit hati. "Dih, buat apa?! Walau gue enggak punya penggemar sama sekali, gue enggak bakal iri. Gue cuma capek aja, lo tahu sendiri di kelas ini yang jadi keamanan cuma gue doang. Gue bener-bener jengkel kalau lihat penggemar Bianca seenaknya ganggu ketenangan kelas. Mereka yang ganggu, gue yang kena tegur. Apes banget," elak Siska sambil mengeluh manja. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan penggemar Bianca yang benar-benar tergila-gila dengan temannya itu. Ke mana saja Bianca pergi pasti akan mereka ikuti. Menyebalkan, dasar penguntit! Tania mengangguk setuju. Benar sekali. Hampir setiap hari terjadi kerusuhan karena penggemar Bianca. "Bener juga. Lo hampir tiap hari kena tegur gara-gara mereka. Tapi emang susah juga, sih. Lo tahu sendiri Bianca udah sering kasih peringatan ke penggemarnya, tapi tetep aja mereka bandel." Bianca tersenyum kecil. "Nanti gue kasih peringatan lagi, semoga kali ini mereka mau nurut sama gue!" Siska mengangguk senang. Ia berharap jika teguran Bianca kali ini akan didengarkan oleh penggemarnya. Jujur saja, ia lelah jika setiap hari harus terus menerima teguran hanya karena kebisingan yang ditimbulkan dari penggemar Bianca. Image-nya bisa saja menjadi buruk karena dianggap lalai dalam bertugas. "Semua persiapan udah selesai, kan? Gue enggak mau sampai ada yang kurang, ya," tanya Bianca sambil melihat wajahnya di kaca. Ia kemudian melirik pada Siska yang tengah menghabiskan roti keduanya. Temannya itu benar-benar maniak roti. Siska menelan makanannya. Ia kemudian mengangguk pelan. "Semua udah siap. Lo tinggal ganti baju aja. Peserta dari sekolah lain juga udah siap," jawab Siska sambil membuka tasnya yang berisi berbagai perlengkapan make up. Ia mengeluarkan satu persatu peralatannya dibantu dengan Fenia dan Tania. "Gue yakin nanti enggak akan ada yang bisa ngalahin Bianca!" *** Primadona sekolah mungkin julukan yang sangat tepat diberikan pada Bianca. Seorang gadis yang terlahir dari keluarga kaya raya itu selalu berhasil menarik perhatian semua orang. Di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun, Bianca sudah berhasil menerima berbagai penghargaan baik formal maupun non formal. Ia bahkan menjadi ketua osis di sekolahnya dan jelas saja prestasinya sudah tidak dapat diragukan lagi. Ia bahkan sudah teramat sering mewakili sekolahnya untuk bertanding. Seperti kali ini, ia kembali membuat semua orang meneriakkan namanya untuk yang ke sekian kalinya. "Bianca! Bianca! Bianca!!" sorak para penonton saat melihat idola mereka tengah berdiri di pinggir panggung. Sosok yang disorakkan namanya itu berjalan anggun. Sepatu hak tinggi yang ia pakai sama sekali tidak menghalangi langkahnya. Ia justru tampak semakin cantik dengan senyum indahnya. Saat Bianca mulai berjalan, tatapan semua orang pun berubah. Mereka seakan tersihir dengan pesona yang Bianca miliki. Semua orang menganga. Mata mereka melebar saat menatap penuh kagum pada Bianca yang tengah beraksi di atas panggung. Bukan hanya penggemar, Bianca pun menjadi idaman dan objek terbaik bagi peserta yang lain. Terutama bagi para pangeran sekolah yang saat ini tengah berkumpul. Mereka menatap tak berkedip pada Bianca yang tengah melambaikan tangannya riang. Bianca adalah pertunjukan terbaik yang pernah mereka saksikan! Tanpa sadar, pertandingan terhenti sejenak karena semua orang sibuk mengagumi Bianca. Bianca memang benar-benar cantik. Dan pertunjukan yang sedang Bianca lakukan tidak bisa dilewatkan begitu saja. Lihat saja sekarang, para pangeran sekolah itu bergerak tidak karuan ingin mendekati Bianca. Mereka saling merebut satu sama lain kendati sang empu masih berada di atas panggung. Primadona sekolah tidak boleh dilewatkan! Saat semua orang sedang sibuk mengagumi Bianca, tiba-tiba sebuah teriakan terdengar keras sehingga berhasil mengalihkan atensi semua orang, termasuk Bianca sendiri. "Bianca, lo cewek paling cantik yang pernah gue kenal!" pekik seseorang. Tanpa menunggu lama, berbagai tatapan aneh pun tertuju pada seorang lelaki yang tengah berdiri di dekat panggung. Wajah tampannya seketika mendapat teriakan histeris dari para penonton yang merasa bahwa Bianca akan sangat cocok dengan laki-laki yang mereka ketahui sebagai ketua osis dari sekolah sebelah. Mereka seperti couple goals!  Waktu semakin singkat. Sementara itu, pertandingan masih harus berlangsung, Bianca pun melanjutkan langkahnya. Ia kembali berlenggak-lenggok di atas panggung dengan lihai sehingga berhasil membuat penonton berteriak semakin histeris. Mereka berteriak heboh seolah-olah Bianca tengah mengadakan konser. Padahal jika dipikir-pikir, Bianca bukanlah anggota dari girl band yang mungkin saja mereka gemari. Bianca juga bukan seorang aktris cantik yang tengah naik daun. Ia hanya seorang gadis yang mendapat julukan 'primadona sekolah', hanya itu dan tidak lebih. Ya, mungkin itu dalam pikiran Bianca. Namun, siapa yang bisa menduga jika dalam pikiran setiap orang yang melihat Bianca saat ini hanya ada kata 'sempurna'. Mereka sudah terjebak dalam pesona yang Bianca miliki sehingga tidak bisa beralih ke lain hati. Melihat Bianca di depan mata saja sudah cukup untuk dijadikan bahan fantasi mereka. Lantas, apa lagi yang mereka perlukan? Bianca adalah paket lengkap bagi mereka. Setelah selesai gilirannya selesai, Bianca pun bergegas menuruni panggung. Saat baru saja menuruni panggung, Bianca dikejutkan dengan seseorang yang tengah menunggunya. Orang itu berbalik dan berhasil membuat Bianca terperanjat di tempatnya. "Lo!" tunjuk Bianca pada lelaki yang tengah berdiri di depannya dengan penuh senyum. Lelaki itu mendekat dan langsung memberikan setangkai bunga yang tadi sempat ia cabut di halaman sekolah Bianca. "Bunga buat lo," ujarnya sambil memberikan bunga itu pada Bianca. Bianca terdiam dengan mata yang terkunci pada bunga yang tengah lelaki itu sodorkan. Ia seperti pernah melihat bunga itu, tetapi Bianca sendiri lupa di mana ia melihatnya. "Ayo, ambil!" ujar lelaki berjas hitam itu sambil menyodorkan bunga ke depan wajah Bianca. Bianca menaikkan sebelah alisnya saat ia mengingat jika bunga itu adalah bunga yang ditanam atas nama kelasnya dan ditaruh di halaman sekolah. Bianca menekuk tangannya di d**a. Ia mengangkat dagunya anggun saat lelaki itu terus memaksanya untuk menerima bunga pemberiannya. "Please, gue harap lo mau terima bunga yang gue kasih!" mohonnya sambil menampakkan raut wajah melasnya. Bianca tersenyum kecil, ia kemudian menerima bunga itu dan menghirupnya sebentar. "Bunganya wangi, gue suka. Wangi dan bentuknya sama persis kayak bunga yang pernah gue tanam sama teman-teman kelas gue," ucap Bianca tenang. Ia terlihat tampak sangat menikmati harum dan bentuk dari bunga yang baru satu bulan ia taruh di halaman sekolah itu. Lelaki itu membulatkan matanya. Dia merasa salah tingkah karena secara tidak langsung Bianca telah mengetahui dari mana bunga itu berasal. Nyalinya tiba-tiba saja menciut saat Bianca tidak bereaksi apa pun selain sibuk mengagumi bunga yang tengah ia pegang. "Eeeuumm, itu—" "Enggak masalah. Gue tetep suka dan gue udah terima bunganya. Tapi untuk selanjutnya, lo enggak boleh ngambil bunga sembarangan lagi. Bunga juga ingin hidup dan lo enggak bisa cabut dia begitu aja," potong Bianca saat melihat raut gugup dan takut lelaki di depannya. Mendengar ucapan Bianca, ketua osis yang memiliki ketampanan di atas rata-rata itu pun merasa malu. Ia merasa gagal memberi contoh sebagai pemimpin yang baik. Karena terlampau mengagumi Bianca yang sangat cantik kali ini, ia sampai berbuat nekat hanya untuk memberi Bianca hadiah. "Gue pergi dulu, giliran gue udah selesai!" pamit Bianca sambil berjalan meninggalkan lelaki itu yang masih menatap kepergian Bianca dengan cengo. Lelaki itu menepuk pipinya pelan. Ia seakan tidak percaya jika baru saja Bianca sang primadona AXELLE SCHOOL berbicara dengannya. Tak lama kemudian, ia pun bersorak senang saat rasa bangga karena telah berbicara dengan Bianca menyusup di dalam hatinya. Ia tersenyum gagah karena berhasil mengajak Bianca berbicara. Sementara itu, Bianca yang sedang berada di kelasnya pun memperhatikan dengan seksama bunga yang ia tanam. Wajahnya mendatar tiba-tiba. "Cantik, tapi sayang sekarang lo rusak. Lo udah enggak bisa kayak dulu lagi," gumam Bianca dan langsung membuang bunga itu ke dalam tempat sampah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook