Jessica dan Ansel kini sudah tiba di apartemen milik Jessica, mereka duduk di ruang tengah, dan sama sekali tidak bicara. Hanya diam, dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Ansel yang merasa bosan menatap sekitar, ia bisa melihat rak buku kaca yang sudah penuh, dan ada juga rak buku biasa. Sepertinya Jessica memang maniak baca, lalu juga mungkin ada banyak koleksi novel dari beberapa penulis ternama, dan tentu novel milik wanita itu sendiri.
Jessica yang kini hanya menatap layar ponsel mulai merasa bosan, ia meletakkan ponselnya pada meja, dan berbaring pada sofa panjang yang dirinya duduki sejak satu jam lalu.
Ansel melirik, sesungguhnya ia sangat bosan. Tetapi … ia jelas tidak punya pilihan lain. Dirinya tak bisa pergi tanpa izin dari Jessica, ia juga tak tahu harus membahas apa dengan wanita itu.
“Ehem!” Ansel melirik Jessica, tetapi wanita itu terlihat tidak peduli padanya. Sejenak Ansel hanya bisa memaki dalam hatinya, ia juga bertanya-tanya apa yang menarik dari wanita aneh di dekatnya.
Umumnya jika ada teman yang tinggal bersama dalam satu rumah, dan duduk bersama pada satu tempat, maka akan ada beberapa obrolan ringan. Entah itu membahas beberapa hal yang sedang viral, atau juga membicarakan tentang orang lain.
“Ehem!” Ansel sekali lagi mencoba memancing Jessica untuk bicara. Tetapi malang, Jessica tetap tak peduli pada dirinya. Hal itu jelas saja membuat Ansel semakin kesal, dan juga merasa Jessica tidak berusaha membuat suasana yang nyaman dengannya.
Ansel menarik napasnya panjang, ia kemudian berdiri, dan menatap Jessica dengan saksama. “Jessica, di mana kamarku?”
Jessica yang mendapat pertanyaan itu kemudian membuka mata. Ia menatap Ansel, kemudian langsung duduk. “Kita tidur bersama, kamar yang lain sudah aku gunakan sebagai tempat bekerja, dan kamar yang satu lagi tempat menyimpan buku-buku yang tidak mampu ditampung di ruangan ini.
Ansel mengedipkan matanya beberapa kali, ia kemudian mencoba untuk mencerna semua yang Jessica katakan. Sebentar … bukankah seharusnya Jessica memiliki tiga kamar, lalu kenapa dua kamar harus digunakan untuk hal yang mungkin saja juga tidak berguna?
“Ruangan pertama sebagai ruangan tempatku bekerja, dan ruangan kedua sebagai tempat membaca serta perpustakaan pribadi.” Jessica yang sudah selesai dengan penjelasannya segera berdiri. Ia menatap Ansel. “Ikuti aku, dan jangan terlalu banyak bertanya.”
Ansel yang tidak ingin berdebat segera mengikuti Jessica, ia kemudian membawa salah satu kopernya, dan menghentikan langkah kala wanita itu juga berhenti dan membuka pintu.
Ruangan yang gelap, tetapi Ansel sangat yakin jika di dalam sana adalah kamar Jessica. Ia kemudian menunggu wanita itu melangkah masuk, dan segera menyusul setelah Jessica melakukan apa yang ia nantikan.
Setelah berada di dalam ruangan Ansel menatap ke setiap sudut, ia melihat dengan jeli kamar itu, dan terpaku saat menyadari jika ada banyak sekali action figur pada lemari kaca, serta dinding kamar yang sudah dipenuhi oleh poster dari beberapa tokoh anime.
“Kau Otaku?” tanya Ansel secara langsung.
Jessica yang mendengar hal itu hanya mengangguk, ia kemudian menyalakan lampu kamar, dan saat itu juga Ansel melihat isi kamar wanita itu dengan sangat jelas. Ada banyak sekali poster dari tokoh anime yang mungkin saja di klaim Jessica sebagai suaminya, tidak lupa action figur yang terpajang rapi dengan berbagai macam ukuran. Entah sudah berapa banyak uang Jessica yang habis hanya untuk mengoleksi benda-benda itu, tetapi Ansel sangat yakin jika nilainya benar-benar fantastis.
“Ya, aku seorang Otaku. Apa itu menjadi masalah bagimu?” Jessica yang sempat lupa untuk menjawab pertanyaan Ansel segera memberikan jawaban sekaligus pertanyaan kepada pria itu.
‘Apa aku harus tidur bersama wanita ini? Astaga … aku sesungguhnya sangat membenci karakter anime, tapi … jika aku banyak mengomentari dan mengutarakan ketidak sukaanku, maka dia akan tersinggung, dan aku akan langsung berhenti bekerja. Akkkhhh … kenapa Bos sangat menyebalkan! Jika aku gagal karena tak tahan dengan wanita super aneh ini, maka karierku sebagai seorang Host juga akan dipertaruhkan. Aku tak akan gagal, aku bisa menahannya, dan ini bukan semata karena uang.’
“Kenapa kau hanya diam?” tanya Jessica.
Ansel segera sadar. “Tidak, hanya saja aku berpikir kenapa aku tidak tinggal di apartemenku saja?”
Jessica melepas kacamatanya, ia juga melepaskan sanggul rambutnya, dan kembali menatap Ansel. “Aku tidak ingin sibuk membukakan pintu, menghubungi orang lain, dan aku juga malas untuk menunggumu.”
“Apa kau tak bisa memberikan kamar lain untukku?”
“Hanya ada tiga kamar, dan kau sudah tahu jika dua kamar lain sudah aku isi dengan hal yang lebih berguna. Jika kau tak ingin tidur dan berbagi kamar denganku, kau bisa tidur di ruang tengah.”
Ansel menahan rasa kesal. ‘Wanita gila ini … dia benar-benar memancing emosiku.’
“Keputusan ada di tanganmu. Jika kau ingin tidur di kamar ini, pintu di dekatmu adalah kamar mandi, sekaligus juga terhubung dengan ruang ganti dan ruang penyimpanan pakaian. Kau bisa menyusun pakaianmu pada lemari kosong di dekat meja rias, dan jika kau ingin tidur silakan saja berbagi ranjang denganku,”
‘Dia pikir mudah berbagi ranjang dengan wanita? Walau dia tidak menarik, tetap saja jika aku sedang dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan akan berakibat fatal.’
“Aku ingin mengerjakan beberapa pekerjaan, kau bisa mengambil keputusan dengan bebas.” Jessica langsung meninggalkan Ansel, ia juga tidak peduli apa yang akan pria itu pilih untuk dirinya sendiri. Yang penting dirinya sudah menjelaskan keadaan, dan jika Ansel tetap tak ingin melakukan seperti yang ia mau, maka ia bisa mengelukan semuanya kepada atasan pria itu, dan menuntut sembilan puluh persen uang kembali karena pelayanan Ansel tidak memuaskan.
Ansel yang kini hanya tinggal seorang diri di dalam kamar Jessica menghela napas, ia kembali mencoba untuk bersabar, dan meyakinkan diri jika mampu menahan diri. Pria itu kemudian membuka pintu yang Jessica katakan. Ruangan itu kembali terbagi menjadi beberapa bilik, dan Ansel yakin jika ruangan-ruangan itu juga memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Ansel sangat tak menyangka jika ruangan apartemen Jessica jauh berbeda dengan miliknya. Milik wanita itu jauh lebih besar, dan tidak lupa ia juga kagum dengan susunan ruangan di dalam kamar Jessica. Satu ruangan, tetapi di dalamnya juga terbagi dengan banyak ruangan kecil dengan berbagai isi berbeda dan juga fungsi.
Pria itu membuka satu persatu pintu, ia menemukan banyak sekali barang-barang, bahkan juga ada banyak sekali boneka atau kotak kado yang belum dibuka oleh Jessica. Tetapi ketika dia ingin membuka salah satu ruangan yang ada pada bagian ujung, ia harus merasakan jiwa penasarannya bergejolak. Ruangan itu terkunci, dan ia ingin tahu apa isi di dalamnya.
Ansel kemudian mencoba untuk mengintip, tetapi sialnya sangat gelap di dalam sana. Ia kemudian berpikir sejenak, dan mencari kunci ke beberapa sudut, tetapi juga tidak menemukannya. Pria itu kemudian ingat beberapa hal, ia melihat Jesica mengenakan kalung dengan bandul kunci.
Apa itu adalah kunci ruangan yang membuatnya penasaran?
Ansel mencoba untuk berpikir, tetapi ia juga tak menemukan hal yang bisa membuatnya puas saat mendeskripsikan isi ruangan tersebut.
‘Dia wanita yang aneh, dia juga sangat misterius. Kenapa kamar ini dikunci, apa yang ada di dalam sana?’
Ansel langsung saja menuju ke ruangan lain, ia memutuskan untuk diam, dan mencari waktu yang tepat untuk mencari tahu isi ruangan itu. Ya … sekarang ia punya alasan untuk lebih betah tinggal bersama Jessica, dan anggap saja jika ia seorang detektif yang akan memeriksa isi ruangan itu dan mengungkap fakta serta rahasia sang penulis aneh.