Dahulu, Saga tidak pernah berpikir atau tertarik untuk menjalin interaksi dengan manusia. Dia hidup bebas, sendirian, dan sepi selama bertahun-tahun. Tetapi, itu tidak jadi masalah karena dia telah terbiasa hidup dalam kondisi demikian. Baginya, berhubungan dengan orang lain hanyalah sia-sia. Banyak masalah terjadi karena berhubungan dengan orang lain. Pengkhiatan, contohnya. Lantas, hidup sendiri adalah jalan terbaik dalam menghindarkan lelaki itu dari masalah.
Saga belajar dari pengalaman yang berujung pada penyesalan dan sakit hati. Ketika dia pernah memiliki seseorang yang sangat hebat dalam hidupnya. Bersama-sama mengarungi dunia, meluaskan pengetahuan mengenai sihir sampai pada akhirnya itu semua hancur. Saga memetik pelajarannya sehingga tak ingin mengulangi skenario yang sama.
Ketika Saga bertemu dengan Aelin, dia berpikir mengapa dirinya melihat Permaisuri Savvina mengecil. Lalu, tidak menyangka bahwa dirinya telah tertidur terlampau lama sejak masa pemerintahan Permaisuri tersebut. Dia ingat itu semua diakibatkan oleh menghalau ancaman keras dari seorang penyihir sesat terhadap keluarga kekaisaran. Saga pernah bersedia membantu keluarga kekaisaran Neuchwachstein secara cuma-cuma dan dia cukup menyesalinya. Lantas, berhadapan kembali dengan anggota kekaisaran membuatnya jengkel. Terlebih, perawakan fisik Aelin sama persis dengan Savvina. Sungguh mampu mencubit hati Saga.
Entah bagaimana prosesnya, alih-alih kembali ke menara, Saga justru tertarik pada aliran mana di tubuh Aelin yang sangat unik. Tubuh kecilnya tidak akan bertahan lama lagi dalam menampung aliran mana unik tersebut. Lalu, entah atas dasar dorongan apa, Saga membantu membenarkan kondisi gadis itu agar jantungnya terselamatkan. Akhirnya, berujung pada pengangkatan dirinya menjadi Penyihir Kekaisaran sebagai imbalan atas jasa besarnya menyelamatkan Aelin. Pun, segalanya berjalan begitu saja bak air mengalir.
Tiba-tiba saja, begitu disadari olehnya, Saga telah terikat dengan Aelin. Walau tidak begitu intim, setidaknya itu adalah ikatan terdalam yang pernah dia miliki setelah orang itu pergi darinya.
Kini, melihat ketiadaan Aelin di mana pun dalam kondisi gua terkepung oleh kesatria kekaisaran membuat tali nurani Saga putus dalam sekejap. Merasakan sisa-sisa kekuatan Nekomata, Saga tahu Kuro telah bekerja keras mengulur waktu dan membela diri dari para kesatria. Akan tetapi, kucing itu tidak memperhitungkan kapasitas kekuatannya yang telah lama terabaikan akibat hidup di Istana Kekaisaran berkedok kucing biasa.
Kendati demikian, bukan itu yang harus dikhawatirkan sekarang.
“Aelin…,” bisik Saga sangat pelan, memanggil. Mata emasnya kembali, terpancang pada gua yang telah runtuh dikepung asap dan kesatria. “Aelinna….”
Seolah ingin menghantam Saga, bayang-bayang wajah Aelin beserta suaranya muncul dalam benaknya bak tayangan opera. Momen ketika mereka membicarakan tujuan persinggahan selanjutnya. Sebuah obrolan paling serius yang mereka lakukan.
Senyuman manis di paras cantik Aelin kian menggerogoti suatu titik di d**a Saga.
“Kerajaan Tempest, ayo kita pergi.”
“b******n k*****t!!”
Raungan kencang Saga mengejutkan para kesatria. Kubah pelindung yang telah dilepaskan pun tak dapat melindungi mereka dari ledakan api hitam mengerikan dari Saga. Mereka tidak dapat sigap kembali ke formasi bertahan, akan tetapi beberapa kesatria berhasil melindungi diri dari serangan Saga yang membabi buta. Langit malam yang telah jatuh pun menjadi kembali mencekam, namun lebih parah dari sebelumnya. Angin kembali tidak tenang hingga pepohonan seakan hendak terlepas dari tanah.
Figur Saga memancarkan kepulan asap hitam pekat seperti Kuro dengan mata emas bersinar. Lelaki itu mengacungkan tangannya ke depan, bibirnya merapalkan mantra, seketika ratusan kristal hitam runcing berukuran sebesar batang pohon muncul di udara, siap menghunus para kesatria. Pemandangan itu lebih mengerikan daripada kucing raksasa milik Kuro. Sekali saja pertahanan kubah tertembus, satu manusia akan mati dalam sekejap terbelah menjadi dua jika tak berhasil menghindar.
“Penyihir Saga! Menghindar dari serangannya!!”
Mata emas Saga menyalang tajam seraya tangan kanannya mengepal kencang. Bibirnya pun merapalkan, “Expello.”
Ratusan kristal runcing tersebut menghunus ke arah para kesatria secepat kilat. Kubah pelindung berhasil menghalau, namun beberapa kesatria yang tidak sempat masuk ke area kubah tak terselamatkan. Kecepatan serang kristal benar-benar melampaui batasan mereka hingga sangat sulit dihindari. Meski begitu, ada satu dan dua orang kesatria berhasil menghindar berkat keberuntungan. Rekan-rekan yang terserang segera teracuni dan hangus terbakar, menjadi mayat dalam sekejap mengikuti jejak para korban pertama Nekomata.
Mendapatkan celah, Saga terbang menghampiri reruntuhan gua. Lelaki itu kian mendidih oleh emosi di ubun-ubunnya kala menyaksikan reruntuhan dengan lebih jelas. Gua hancur lebur tak bersisa hingga rasanya mustahil seorang manusia dapat selamat di baliknya. Satu titik di d**a Saga semakin terasa sakit memikirkan Aelin.
“Tembak!!”
Tangan kiri Saga teracung. Lapisan pelindung tercipta menutupi dirinya beserta area gua yang telah menjadi reruntuhan. Serangan sihir kesatria pun terhalau begitu saja, melesat merusak hutan. Tangan kanan Saga mengarah ke reruntuhan. Ratusan reruntuhan terangkat begitu saja berkat kekuatan sihirnya. Satu per satu batu tersingkir, ada yang dijadikan sebagai senjata untuk menyerang kesatria tanpa mempedulikan ukuran besarnya. Saga tidak peduli sama sekali. Dia hanya ingin menyelamatkan Aelin dan membawanya pergi sejauh mungkin sekarang juga.
Ketika lapisan reruntuhan mulai menipis, terpancar cahaya putih dari baliknya. Sontak membuat Saga terbelalak. Dia segera menambah kapasitas kekuatannya agar dapat menyingkirkan reruntuhan lebih cepat. Semakin berkurang reruntuhan itu menumpuk, semakin terang cahaya tersebut bersinar. Belum sempat Saga mencerna situasi, dia terkejut merasakan aura kekuatan sihir yang terasa sama seperti aura sihir Aelin.
“Aelin…!”
Saga kian terbelalak kala akhirnya menemukan sosok Aelin terbaring bersama Kuro di balik reruntuhan. Akan tetapi, mereka terlindungi oleh sebuah lapisan perisai transparan sehingga tidak ada dari mereka yang terluka. Hanya saja keduanya dalam kondisi tidak sadarkan diri akibat guncangan reruntuhan dan serangan bertubi-tubi. Bagaimanapun, Saga sangat bersyukur melihat Aelin selamat.
Buru-buru Saga turun dari udara. Lelaki itu meraih tubuh Aelin, mendekapnya seerat mungkin diiringi ratusan kelegaan yang tiada tara. Dia meletakkan Kuro di atas perut Aelin sebelum kemudian bangkit berdiri dalam posisi menggendong Aelin bak putri. Tanpa berbalik ke belakang, Saga meluncurkan serangan kristalnya lagi diiringi ratusan bom asap sebagai celah untuknya melarikan diri.
Tidak dapat dicegah, Saga berhasil berteleportasi di balik kepulan asap dan kristal hitamnya. Membawa Aelin dan Kuro pergi dari para kesatria kekaisaran yang memang hebat karena mampu menyusul mereka. Dalam benak dan sanubari Saga, dia tidak menyangka dirinya akan merasa seemosional ini karena menyaksikan nyawa Aelin terancam. Itu sama seperti dirinya bertahun-tahun lalu ketika teman baik pertamanya yang hebat pupus dalam takdir semesta. Rasa sakit di d**a Saga terasa familiar, namun jauh lebih menyakitkan. Kelegaan yang dia rasakan saat mengetahui Aelin selamat pun cenderung cukup berlebihan.
Saga tahu itu semua adalah dampak dari ikatan persahabatannya dengan Aelin. Dia tahu, dia tidak ingin kehilangan gadis cerewet itu. Dan dia tahu, tanpa dia sadari bahwa dirinya bisa jadi jatuh terpuruk lebih buruk dari yang pernah dia lakukan jika saja Aelin tidak selamat.
Saga pastikan hal semacam ini tidak akan terjadi lagi.
TO BE CONTINUED