BAB 58

1112 Words
Aelin merasa kepalanya sangat sakit. Kesadaran mulai kembali kepadanya sehingga matanya perlahan membuka. Rasa sakit di kepalanya kian berdenyut selama kelopak matanya mencoba dibuka seutuhnya. Perlahan, dia bangkit duduk dengan pandangan masih buram. Dia mengusapnya beberapa kali agar pandangannya segera jernih. Lantas, pemandangan yang dia lihat adalah hamparan bukit hijau dipenuhi dandelion. Tiada seorang pun berada di sisinya, membuatnya mulai ketakutan karena terdampar di tempat asing sendirian. “Saga?” Aelin menoleh ke kiri, “Kuro? Di mana kalian?!” Tidak ada sahutan. Hanya ada semilir angin menerpa Aelin dan bunga dandelion, menimbulkan ribuan biji dandelion putih terbang mengikuti arus angin. Mulai dikuasai rasa panik, Aelin bangkit berdiri seraya berputar mengamati sekelilingnya yang sungguh sunyi. Hanya ada dirinya di tengah hamparan perbukitan hijau beratapkan langit biru. Apa yang sedang terjadi? Aelin ingat dirinya sedang terkepung oleh kesatria kekaisaran bersama Kuro hingga terjebak reruntuhan gua. Hal terakhir yang dia ingat adalah dirinya merapalkan salah satu mantra pelindung paling dasar demi melindungi diri bersama Kuro. Setelahnya, semuanya gelap. Aelin pasti pingsan akibat tekanan syok dan reruntuhan. Lantas, tempat apa ini? Seharusnya dia bersama Kuro dan Saga. Atau, jika skenario buruk yang terjadi, dia sudah dibawa kembali ke Istana Kekaisaran oleh para kesatria untuk mendapatkan eksekusi. Namun, tidak ada siapa pun di sisinya. Apakah… dia sudah tewas? “Tempat apa ini…?” gumam Aelin, masih menoleh kesana-kemari, mencari keberadaan siapa pun. “Senang bertemu dengan Anda, Master.” Aelin terlonjak kaget, nyaris terpeleset. Suara yang tiba-tiba bergulir tanpa ada sosok pemiliknya membuat gadis itu semakin ketakutan. Dia tidak mengenali suara itu. Terdengar seperti sebuah suara yang menjadi pengisi suara suatu sistem. Nadanya sangat datar dan aksennya sangat kaku. Mirip juga seperti pengisi suara layanan Google. Astaga, sudah enam tahun Aelin tidak mengenal teknologi modern itu lagi. Mengapa sekarang tiba-tiba muncul di dimensi ini? “Siapa di sana? Apa yang kau lakukan? Tunjukkan dirimu!” seru Aelin, akhirnya memberi sahutan. Kepalanya menoleh kanan-kiri mencari wujud si pemilik suara, namun berakhir nihil. “Hei!” “Mohon maaf, Master. Untuk saat ini, Master tidak bisa melihat wujud saya karena saya belum bangkit sepenuhnya. Alhasil, saya hanya bisa menyapa Master melalui suara.” Aelin mengernyit, kebingungan menatap hamparan dandelion akibat tidak tahu secara pasti dari mana arah suara tersebut. “Master? Aku?” tanyanya. “Ya, Anda adalah Master saya.” Lelucon macam apa ini? Aelin sudah dibingungkan oleh lokasi asing yang dia pijaki tanpa kehadiran Saga dan Kuro, lantas tiba-tiba saja sebuah suara aneh menyatakan Aelin sebagai masternya. Apakah ini termasuk sebuah hiburan sebelum Aelin memasuki neraka? “Tidak perlu bercanda denganku. Aku tidak memiliki waktu untuk meladeni hal-hal seperti ini,” tukas Aelin sebal, diam-diam merasa konyol karena memarahi sebuah suara tanpa rupa seperti orang yang sedang kesal sendiri. “Tidak, saya tidak sedang bercanda. Anda adalah Master saya, Nona Aelinna Eunice von Sinclair.” Mata perak Aelin membulat kaget. Dia sedikit mendongak menatap langit. “Kau mengenalku…?” “Ya, sebagai seseorang yang telah lama mengabdi kepada keluarga Sinclair, saya mengenal Master dengan baik, sangat baik.” “Mengabdi? Sebenarnya, siapa dirimu?” “Saya adalah sebuah kekuatan yang diwariskan secara turun-temurun di dalam keluarga Sinclair. Hanya saja, pewarisan tersebut dilakukan secara acak bergantung pada kapasitas kemampuan calon master. Apakah mampu mengendalikan saya atau tidak.” Aelin mengerjap cepat sekaligus bingung. “Kekuatan? Mengendalikan? Apa yang….?” Sungguh, Aelin kehabisan kata-kata. Entah kenapa sejak keluar dari Istana Clementine kecepatan berpikirnya berkurang cukup drastis. Dia jadi mudah linglung dalam menerima informasi dan mencerna situasi. Mungkin, disebabkan oleh rasa syok yang berdampak pada kelemahan kinerja otaknya. Mungkin juga dia sesungguhnya tidak pernah terbiasa menghadapi dinamika kehidupan luar istana. Apa pun itu, Aelin mengutuknya. “Tenanglah, Master. Jika saatnya telah tiba, saya akan hadir di hadapan Master secara lebih formal dan tepat. Untuk sekarang, saya hanya bisa menyapa tanpa wujud.” Aelin mengerjap lagi. “Kekutan semacam apa dirimu? Jika sesuai ucapanku, apakah itu berarti… aku terpilih menjadi Master karena dianggap memiliki kapasitas kemampuan yang cukup untuk mengendalikanmu?” “Benar, Master. Saya adalah sebuah bentuk kekuatan sihir kuno yang diciptakan oleh William Rossweiss Sinclair. Saya akan hadir di tangan para keturunan Sinclair yang berkualifikasi. Dan itu tidak selalu terjadi di tiap generasi. Master Aelinna adalah Master kelima setelah Permaisuri Savvina.” Mulut Aelin ternganga, dia terdiam tak tahu harus berkata apa. Savvina adalah satu-satunya tokoh yang gadis itu sukai. Dia ingat betapa senang dirinya saat menonton pertunjukkan opera Savvina bersama Saga. Dia ingat segala detail mengenai Savvina, terutama sifat eksentriknya yang sungguh melenceng dari etika kekaisaran. Lantas, mengetahui dirinya terpilih mewarisi kekuatan sihir kuno keluarga Sinclair setelah Savvina membuatnya syok luar biasa. Aelin tidak pernah menyangka hal semacam ini akan terjadi padanya. Alur novel menegaskan dengan jelas bahwa Aelinna tidak bisa menggunakan sihir. Pun itu telah berubah saat Aelin tidak sengaja merapalkan mantra Flareos hingga hampir membakar seisi balkon kamarnya. Perubahan-perubahan besar-besaran yang terjadi kian mengejutkan hingga Aelin tidak mampu mencernanya lagi. “Tunggu, selama ini aku tidak pernah mampu menggunakan sihir. Bagaimana mungkin aku berkualifikasi menjadi pewarismu?” tanya Aelin. “Itu benar. Master tidak mampu menggunakan sihir dari awal akibat tubuh Master terlalu lemah sebagai wadah aliran mana Master yang unik.” “Aliran mana-ku unik?” Aelin ingat enam tahun lalu dirinya dikatakan hampir tewas karena jantungnya terancam akan meledak akibat aliran mana dalam dirinya. Dia tidak pernah meminta penjelasan lebih lanjut dari Saga karena dipusingkan oleh sikap Ares yang tiba-tiba peduli pada saat itu. Kini, mendengar sosok kekuatan kuno tersebut menyebutkan aliran mana membuat garis merah di kepala Aelin terkoneksi. Semua peristiwa itu saling berkoneksi. “Ya. Master mewarisi jenis mana kuno Sinclair yang kemudian menjadi salah satu spesifikasi untuk menjadi Master saya. Saya sangat berterimakasih kepada Penyihir Saga atas jasanya menyelamatkan hidup Master pada enam tahun silam. Jika tidak ada tindakan cepat, saya dan Master tidak akan pernah bertemu seperti ini.” Tersadarkan, Aelin menggeleng keras. “Well, aku senang bertemu denganmu. Tapi, aku harus segera kembali bersama Saga dan Kuro. Bawa aku kembali!” “Tidak perlu khawatir, Master. Tempat ini adalah alam bawah sadar Master. Master dan Kuro terselamatkan berkat mantra pelindung yang Master rapalkan sehingga saya dapat melindugi kalian. Segalanya baik-baik saja.” Ketegangan Aelin mengendur. Dia hampir jatuh terduduk jika saja tidak mampu mengendalikan diri. Sungguh lega mendengar situasi berjalan baik-baik saja. Dia berhasil menyelamatkan diri beserta Kuro. “Jika saatnya telah tiba, kita akan kembali bertemu. Pada saat itu, saya akan mendampingi Master sepenuhnya.” “Terima ka—” Aelin mendadak tidak sadarkan diri sebelum menyelesaikan ucapannya. Kegelapan kembali menguasainya, hamparan perbukitan hijau penuh dandelion sirna dari pijakannya. Lambat-laun membawa Aelin kembali ke kesadaran aslinya di dunia nyata. “Aelin!”          TO BE CONTINUED   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD