BAB 6

1116 Words
Sesuai permintaan Aelin, Darcie Anglo mulai bekerja melayani sang Putri secara langsung. Sebuah impian bagi para pelayan istana untuk dapat melayani anggota kekaisaran secara langsung, terkecuali kepada Aelin. Darcie tidak sudi, dia hanya ingin melayani Ares dan Arne sehingga berpikir permintaan dadakan Aelin itu sebagai lelucon yang tidak lucu. Bagaimanapun, dia tidak bisa menolak lebih lanjut lagi, dan berakhir dalam kondisi saat ini. “Terima kasih, Bibi Darcie!” Ekspresi jijik Darcie tidak terhindarkan dari mata Aelin. Wanita itu menata makan malam Aelin di meja dengan gelagat tidak sudi yang nyata. Makanan yang disajikan tidak tampil cantik, berbanding jauh dari hasil kerja Sierra dan kedua dayang lainnya. Porsi yang diberikan terlampau sedikit karena tidak variatif. Seolah-olah makanan itu tidak ditujukan untuk anggota kekaisaran. Aelin tidak akan bertanya, sebab wajar bagi anak kecil polos seumurannya untuk tidak menanyakannya.    Justru, inilah yang Aelin harapkan. “Silakan, Putri. Bila ada yang tidak cocok, silakan beri tahu saya,” ujar Darcie usai menata makan malam Aelin di meja. Wanita itu menyingkir ke sebelah pintu kamar Aelin, membiarkan Aelin makan malam dalam tenang. Aelin memperhatikan makan malam buatan Darcie yang sungguh tidak pantas diberikan kepada anggota kekaisaran. Jika beralasan anggaran menipis, Darcie sama saja membuka kedoknya sendiri. Aelin tidak mengetahui seberapa banyak anggaran Istana Clementine, tapi dia yakin sangat banyak sehingga setipis apa pun itu tidak akan berakibat fatal pada menu makan. Terlebih lagi, hanya satu orang yang harus mendapatkan hidangan ‘layak’. Melihat situasi ini, dapat disimpulkan tangan panjang Darcie telah meraup terlalu banyak uang hingga berakibat fatal. Aelin tidak mengerti mengapa Sierra tidak melakukan apa pun padanya. “Bibi Darcie sudah lama di sini?” celetuk Aelin bertanya di sela makan. “Aku ingin dekat dengan semua bibi pelayan, hehe.” Darcie menoleh, ekspresinya tidak bersahabat sama sekali. “Saya telah bekerja di Istana Kekaisaran selama 27 tahun. Bekerja di istana ini selama lima tahun.” “Whoa, lama juga.” Aelin tersenyum lebar. “Apakah bibi senang berada di sini? Bagaimana dengan bibi pelayan lainnya? Aku belum pernah melihat Bibi Darcie bersama Sierra.” Darcie tersenyum, dan itu bukan senyuman yang bagus. “Tentu saja, saya senang dapat dipercayai untuk melayani Putri secara langsung.” Kau senang mencuri barang-barangku, batin Aelin menahan emosi yang bergumul dalam hatinya. “Apakah Bibi pernah bertemu dengan adikku, Arne?” Suasana atmosfer berubah cukup drastis seolah-olah bom waktu baru saja diledakkan. Meski cukup jauh, Aelin dapat melihat perubahan ekspresi Darcie yang semakin ketara. Wanita itu sangat menjunjung Arne, dari dulu hingga akhir. Melihat putri yang ia benci menyebut nama Arne pasti membuatnya kian jengkel dan jijik. Lihat saja, wajah tuanya yang penuh tidak sudi itu. “Tentu saja,” jawab Darcie akhirnya, “Putri Arnemesia sangat cantik dan cerdas. Putri tinggal di Istana Hampstead, bersebelahan dengan Istana Kaisar, istana yang menaungi Pangeran dan Putri Neuchwachstein. Mengapa Anda tiba-tiba bertanya?” Aelin menggeleng pelan. “Aku hanya ingin tahu. Sierra berkata aku memiliki adik perempuan, jadi aku penasaran padanya. Kami bisa bermain bersama-sama jika bertemu, bukan?” Setipis satin, seringai tersungging di wajah Darcie. “Sayang sekali, Putri Arnemesia tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Beliau menjunjung tinggi pendidikannya sehingga selalu belajar setiap hari. Jika Anda mengajaknya bermain, itu tidak pantas.” Sungguh mudah sekali untuk memancing lidah tajam Darcie. “Pendidikan? Belajar?” tanya Aelin polos. “Ya, pendidikan. Sebagai Putri Mahkota yang akan menjadi pemimpin Neuchwachstein selanjutnya, sudah sepantasnya Putri Arnemesia menempuh pendidikannya dengan baik bersama guru yang mumpuni. Wajar bagi Anda untuk tidak tahu, Anda bukan Putri Mahkota,” Darcie menutup bibirnya dengan ujung jemari-jemarinya, “dan tidak tinggal di Istana Hampstead.” “Apakah semua Pangeran dan Putri yang tinggal di Istana Hampstead mendapatkan guru? Mengapa hanya di sana?” “Tentu saja, mereka yang tinggal di Istana Hampstead diakui secara sah sebagai anak Yang Mulia Kaisar. Sedangkan yang tidak, Anda dapat menebaknya sendiri, bukan?” Semakin lama Aelin mendengar suara Darcie, semakin hilang selera makannya. Untuk menatap wajahnya dan ditinggal berdua saja sudah sangat buruk, apalagi berbincang. Seluruh ucapan yang keluar dari mulut Darcie tidak lebih dari sekedar sarkas yang memuakkan. Walau Aelin tahu beberapa hal yang wanita itu ucapkan juga tidak salah, dia tetap benci mendengarnya. Memang benar Aelin tidak diakui oleh Ares, Arne menerima pendidikan yang sempurna, Arne berparas cantik serta berotak cerdas, itu semua benar. Bagi Darcie, Aelin pasti tidak akan mengerti karena dianggap bodoh akibat tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Sayang sekali, Aelin yang naif itu telah menghilang. Aelin manggut-manggut, tetap bersikap naif dan polos. “Arne beruntung sekali. Aku juga ingin belajar bersama guru dan tinggal di Istana Hampstead.” Terdengar Darcie menahan tawa selama sepersekian detik. Tawa penuh celaan itu tidak luput dari telinga Aelin. “Anda perlu memahami bahwa banyak hal yang tidak bisa Anda gapai, Putri.” “Mengapa?” “Karena tidak pantas.” Urat pelipis Aelin hampir mencuat jika saja dia tidak berusaha keras menahan diri. Sudah berapa kali Darcie menghinanya dengan sebutan “Tidak pantas”? Itu lebih pantas disematkan padanya! Aelin tersenyum manis. “Aku tidak mengerti, tapi terima kasih atas nasihatmu, Bibi Darcie.” “Tidak perlu, sudah menjadi tugas saya sebagai pelayan Anda.” Mengerikan sekali. Aelin jadi tidak mengerti bagaimana bisa Aelinna mampu menanggung seluruh penghinaan Darcie di sepanjang hidupnya. Entah ia terlalu baik atau pasrah, membiarkan wanita tua itu merendahkan dirinya selama bertahun-tahun tanpa bisa meminta bantuan pada siapa pun selain Sierra. Sierra pasti sudah berulang kali mencoba melakukan sesuatu, tetapi penghinaan terhadap dirinya pasti tidak jauh berbeda dari yang Aelinna dapatkan. Bagaimana bisa? Ketidakadilan di dalam kisah ini terlalu mengerikan saat Aelin merasakannya sendiri, alih-alih sekedar membacanya seperti dahulu. *** “Putri Aelinna sempat jatuh sakit akibat kehujanan pada tempo hari, Yang Mulia.” Di salah satu ruangan di Istana Kaisar, terdapat ruang kerja yang digunakan oleh pemimpin Neuchwachstein dari generasi ke generasi. Seseorang yang menempati kursi kerja yang setara dengan singgasana, Aristaios Fides Hyperion von Sinclair, sang Kaisar Neuchwachstein dengan nama singkat Ares. Seorang pria muda di awal tiga puluh berpenampilan rupawan, bahkan terlalu rupawan. Satu-satunya Kaisar Neuchwachstein yang dijuluki Kaisar Berhati Dingin akibat tabiatnya dan tragedi yang pernah terjadi delapan tahun silam. Tidak ada satu pun yang berani menentangnya. “Siapa itu?” sahut Ares pada Dion, ajudannya. Dion, ajudan setia Ares sejak kecil, merupakan saksi atas hidup Ares yang kelam. Dia mengetahui segalanya, apa yang terjadi dan apa alasannya. Meski begitu, dia tidak pernah bisa yakin apakah dirinya benar-benar memahami Ares meski mengetahui hampir segala hal dalam hidup kaisar itu. Terutama dalam kurun delapan tahun terakhir ini, Ares benar-benar seperti sosok orang lain yang asing bagi Dion. “Putri sulung Anda. Putri Aelinna, Yang Mulia,” jawab Dion. “Aku tidak kenal.” Benar-benar miris.       TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD