Di luar dunia manusia, perselisihan seringkali terjadi di antara ras, terutama ras monster. Biasanya, mereka memperebutkan wilayah kekuasaan atau sekedar terobsesi untuk menjadi yang terkuat. Akan tetapi, alasan kedua biasanya hanya terjadi di kalangan monster kelas rendah yang mayoritas bersumbu pendek. Monster kelas menengah lebih terfokus pada pelebaran wilayah kekuasaan sehingga tidak pernah terlihat mereka terlibat dalam pertarungan sembarangan.
Untuk kali ini, Aelin menyimpulkan para Werewolf sedang berniat menginvasi wilayah Orc. Jumlah mereka jauh lebih banyak daripada Orc, ditambah lagi perbedaan kekuatan terlihat sangat jelas. Orc yang sedang terancam tampak sangat lemah karena terisi oleh Orc tua dan anak-anak. Tanpa perlu melakukan pertarungan, hasil telah terlihat dengan jelas, para Orc tidak memiliki kesempatan untuk menang. Hanya saja menyaksikan perselisihan mereka membuat Aelin merasa iba. Bagaimana nasib para Orc kecil jika pemukiman kecil mereka diinvasi oleh Werewolf?
Tapi, aku tidak boleh terlibat sembarangan dengan para monster! batin Aelin, berusaha menahan diri agar tetap bersembunyi di balik semak-semak. Kudengar pertarungan antar monster sangatlah brutal. Aku tidak tahu apakah aku mampu melawan Werewolf, dan juga urusan mereka tidak ada hubungannya denganku. Jadi, aku tidak boleh ikut campur.
Aelin harus ingat baik-baik bahwa kekuatannya belum sepenuhnya bangkit. Penggunaannya yang belum konsisten itu hanya akan menjerumuskannya ke dalam masalah jika dia nekat ikut campur. Terlebih lagi, dia tidak ingin membayangkan bagaimana reaksi Kuro jika akhirnya Aelin terluka akibat tidak menepati janji mereka.
Bisa-bisa nyawaku dikutuk saat itu juga, batin Aelin bergidik ngeri mengingat bagaimana cara Kuro merampas nyawa seseorang tempo lalu di Hutan Leadale.
Mata perak Aelin menyipit saat pemimpin Werewolf berubah wujud ke bentuk manusianya. Untuk sesaat, dia terpesona dengan pemimpin serigala tersebut karena penampilannya sungguh tampan meski acak-acakan. Ini adalah pertama kalinya dia berjumpa dengan pria tampan selain Dion, ajudan Ares. Saga? Aelin tidak akan mengakuinya.
“Kalian para Orc lemah sangat keras kepala, bukankah begitu? Sudah kukatakan untuk pergi dari sini dan tidak perlu ada pertumpahan darah, tapi kebodohan kalian tidak terhingga!” geram sang pemimpin serigala lantang, membuat para Orc menciut ketakutan.
Salah seorang Orc maju beberapa langkah, tampaknya dialah pemimpinnya. Bertubuh sangat kecil dan tua renta, nyaris membuat Aelin ingin menangis melihatnya. “Sudah kami katakan, kami tidak akan meninggalkan desa ini. Ini adalah tempat tinggal kami sejak lama….” ujarnya merespon pemimpin serigala.
Tanpa aba-aba, pemimpin serigala menampar pemimpin Orc begitu keras hingga Orc tua renta itu terjerembab, mengejutkan para Orc di belakangnya.
“Kakek!” jerit salah satu Orc kecil, segera menghampiri sang pemimpin yang teraniaya. Dia jatuh bersimpuh di samping kakeknya yang terbatuk-batuk, kemudian menoleh ke pemimpin serigala. “Berani-beraninya kau…!”
Tanpa merasa bersalah, pemimpin serigala berkacak pinggang dengan angkuh. Aelin tahu raut pria itu sedang merendahkan meski tak melihatnya secara langsung. “Apa? Ini bukan salahku karena kalian yang tidak mau pergi dari calon wilayahku. Sudah kukatakan dengan jelas, hal-hal seperti ini tidak akan terjadi jika kalian patuh, bukan? Dasar bodoh.”
“Kami tidak akan pergi! Ini adalah wilayah kami! Kalianlah yang harus pergi!”
“Tutup mulutmu, Bocah!”
DUAK!
Tidak bisa dihindari, Orc kecil yang merupakan cucu pemimpin itu tertendang oleh pemimpin serigala. Situasi menjadi semakin tegang karena para Werewolf menggeram tajam kepada Orc akibat penolakan yang lagi-lagi dilontarkan. Orc kecil itu terlempar sedikit jauh dari kakeknya, terbatuk mengeluarkan darah akibat perut kecilnya ditendang begitu kasar. Pemandangan keji pertama yang Aelin saksikan setelah keluar dari kekaisaran.
“Sudahlah, waktuku tidak berharga untuk dibuang-buang hanya untuk meladeni kebodohan kalian. Jika kalian tidak pergi besok malam, kupastikan tidak ada dari kalian yang selamat!”
Usai mengumandangkan ultimatum, pemimpin serigala kembali ke wujud serigalanya lalu pergi bersama kelompoknya, meninggalkan kengerian di desa kecil Orc. Aelin bernapas lega karena kehadirannya tidak disadari oleh para Werewolf sehingga dia dapat kembali ke sungai tanpa kendala. Akan tetapi, menyaksikan penderitaan para Orc membuat hatinya iba. Dari sisi manapun, sudah jelas Werewolf-lah yang salah.
Kendati demikian, apa mau dikata? Aelin tidak boleh ikut campur. Dia harus kembali dengan tenang tanpa perlu bersinggungan dengan para Orc—
“Siapa di sana?!”
Aelin terlonjak kaget hingga bangkit berdiri secara otomatis. Di hadapannya, telah berkumpul belasan Orc yang bersiaga sembari membawa tombak. Aelin mulai panik karena kehadirannya tiba-tiba saja dipergoki oleh para Orc. Sungguh, sepertinya dia harus mulai belajar untuk mengurangi kebiasaan mudah melamunnya.
Di hadapannya, belasan Orc kurus bersenjatakan tombak dan pedang berkarat sedang berusaha memberanikan diri menghadapi Aelin. Mereka gemetar ketakutan dan itu terlampau aneh karena apa yang harus ditakuti dari seorang gadis remaja seperti Aelin?
“Wahai penyihir kuat, apa urusan Anda di sini?” tanya salah satu Orc yang memimpin di depan.
Penyihir kuat? batin Aelin, lalu menoleh kanan-kiri. Tidak menemukan siapa-siapa, dia menoleh ke Orc dengan mata mengerjap bingung, Maksudnya aku?
Para Orc pun mengangguk, membuat Aelin kebingungan.
Uh…, kata Saga jika aku berpapasan dengan monster, aku hanya perlu berbicara menggunakan gelombang suara untuk menyampaikan maksudku, bukan? Karena mereka lebih paham jika dibicarakan melalui gelombang suara daripada berbicara biasa, batin Aelin, lantas menarik napas dalam-dalam.
“Halo!” sapa Aelin melalui gelombang suara, serentak membuat para Orc melotot kaget dan terjatuh ke belakang. “Aku ini manusia biasa, namaku adalah Aena!”
Orc segera bersimpuh di hadapan Aelin, pemimpinnya pun mengangkat wajah. “Kami sudah cukup paham dengan kekuatan Anda! Jadi, harap kecilkan suara Anda!”
Aelin tersenyum canggung, Sepertinya terlalu keras, ya.
“Jadi, kau ada urusan denganku? Aku hanya kebetulan lewat,” tanya Aelin dengan intonasi lebih rendah.
“Kami merasakan aura yang sangat kuat setelah kepergian Werewolf, jadi kami datang untuk mencegahnya.”
Aelin kembali menoleh ke sekitar. “Aku tidak melihat ada monster lain.”
Pemimpin Orc menegakkan punggung. “Harap jangan bercanda! Meski Anda dalam wujud seperti itu, kami tidak akan tertipu!”
Sepertinya, maksudnya itu memang aku, huh, batin Aelin mulai memilih pasrah mengikuti arus karena melihat para Orc tidak berniat menyerangnya.
“Wahai penyihir kuat, setelah melihat kemampuan Anda, kami memiliki permintaan pada Anda,” ujar si pemimpin beraut serius.
“Apa itu?”
“Kami mohon, pinjamkan kekuatan Anda untuk mempertahankan wilayah kami!”
Seketika, suasana jatuh lengang. Aelin tidak serta-merta langsung menjawab hingga para Orc hanya bisa menatapnya dengan pancaran penuh permohonan dan harapan. Kepala Aelin mendadak kosong sehingga dia tidak bisa langsung memberikan jawaban, merespon pun tidak. Baginya, disebut sebagai penyihir hebat sudah menjadi hal yang membingungkan, kini justru diminta untuk membantu melawan Werewolf!
Saga, apa yang harus kulakukan?! batin Aelin pun menjerit.
TO BE CONTINUED