Sepertinya benar kalau pesawat yang ia tumpangi terbang. Karena akhirnya Arsjad tiba di Bandara international Soekarno-Hatta. Setelah perjalanan panjang yang membuatnya tersiksa.
Arsjad pulang ke Jakarta hanya membawa satu tas ransel, karena sebagian besar barangnya sudah di kirim lewat DHL. Pria itu sudah menghabiskan hidupnya selama dua puluh tahun di Indonesia sebelum pergi ke Australia. Ia merasa terharu akhirnya kembali ke tanah kelahirannya.
Namun, mendapati tak seorangpun yang menjemputnya membuat rasa harunya surut begitu saja. Arsjad menaiki bis yang akan membawanya ke rumah. Sebelum itu, dia mau mau mampir ke rumah sakit untuk menemui calon pacarnya.
Baru saja Arsjad hendak memejamkan mata, tiba-tiba bis yang ditumpanginya berhenti mendadak. Membuat beberapa penumpang terpental. Arsjad yang duduk di depan melihat seorang wanita aneh yang mengenakan kebaya pernikahan sedang memaksa menaiki sebuah taksi.
Sopir bis yang marah turun dan mendatangi sumber masalah yang menyebabkan bisnya hampir celaka.
"Heh! Bocah gemblung, sembarangan bae sampeyan nyegat taksi. Marai bahaya ngerti ora?!" Hardik supir bis tersebut dengan logat Banyumasnya.
Arsjad melihat jelas wanita itu melotot, hitam-hitam yang ada di dahi juga maskara yang luntur membuat penampakannya semakin mirip boneka santet. Pria itu bergidik ngeri saat membayangkan penampakan wanita itu di malam hari.
"Kenapa? Gak ada masalahkan, gak mati kan?! Ngapain marah-marah sama saya! Mau cari ribut. Iya?!" Wanita itu balik menghardik supir bis sambil memukul bagian depan bis tersebut.
Marsha benar-benar kesal sekarang. Gara-gara Barry meninggalkannya begitu saja di jalan, dia sekarang terlantar. Marsha menangis sepanjang jalan, kondenya berantakan. Maskaranya luntur, seputar matanya hitam. Ia juga merobek bagian bawah kainnya dan menentang sepatu hak tingginya supaya bisa berjalan dengan leluasa.
Dan kini, saat dia hampir berhasil mendapatkan taksi. Tiba-tiba supir bis sialan ini menuduhnya hampir mencelakakan bis dan penumpangnya. Kalau seandainya ada yang lihat dan memotret penampakannya sekarang.
Marsha yakin meme Dimohon sabar...ini ujian... ujian dari Allah. Yang menggunakan fotonya akan semakin terkenal.
Sabar...sabar mereka kira sabar itu gampang! Gak ada toko yang jual sabar. Kalau toko sabar banyak! Enak banget yang buat meme nyuruh orang sabar. Sini kalau ketemu gue cubit cocotnya.
"Apa lihat-lihat!" Marsha mendelik ke arah penumpang bis, termasuk Arsjad yang menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Wanita gila..."
"Om jalan om, nanti orang gilanya naik, Om?" Celetuk salah satu penumpang bis.
Marsha mengacungkan tinjunya dengan muka merah padam. "Kalian yang gila...pergi kalian dari sini...pergiiii!"
Marsha berteriak lantang, sambil menyingsingkan lengan kebaya yang ia kenakan. Sopir bis yang melihat itu pelan-pelan menjauh kemudian berlari ke arah kendaraannya.
"Makanya jangan ganggu gue kalau lagi marah!" Gadis itu memasuki taksi yang sejak tadi berhenti.
"Jalan Pak! Ke rumah sakit Bekasi," perintah Marsha yang sudah duduk di kursi penumpang.
"Tapi, Mbak. Kuncinya kan sama Mbak." Jawab supir taksi yang gemetar ketakutan.
Marsha memberikan kunci kemudian duduk sambil melihat ke arah luar.
*****
Melihat ekspresi seorang ibu yang sekuat tenaga dalam persalinan, membuat Corry terlihat serius dan ikut memberikan semangat.
"Terus! Kalau anda berhenti, nanti napas bayi ini akan tersumbat. Ayo lebih kuat lagi...!"
Corry menguatkan suaranya, dengan harapan agar suaranya memberi semangat kepada ibu yang mau melahirkan itu.
"Oooooekk...!"
Akhirnya suara tangis bayi memenuhi seluruh ruang bersalin. Seketika itu juga, semua orang yang berada di ruangan tersebut berseru dengan lega.
Corry memberikan bayi itu kepada si ibu dengan hati-hati. Si ibu dan suaminya menatap bayi mereka yang baru lahir dengan wajah bahagia.
Corry meninggalkan ruangan bersalin dengan wajah lega. Wanita itu terlihat lelah. Ia baru saja membuka maskernya ketika seorang perawat menghampiri kemudian berbisik di telinganya.
"Siapa?"
"Dia gak mau nyebut nama. Tapi penampilannya berantakan, Dok. Kayanya lebih cocok jadi pasien dokter Myana deh, dari pada pasien dokter."
Corry mencuci tangannya di wastafel yang berada di ruangannya. Ketika ia mengeringkan tangannya.
Tiba-tiba, pintu ruangan wanita itu menjeblak terbuka tanpa ada ketukan terlebih dahulu. Corry segera menolehkan kepala mengira yang masuk itu rekannya. Namun ternyata, yang masuk adalah seorang gadis dengan penampilan yang berantakan yang muncul diruangannya.
Gadis itu mendekat, membuat Corry mundur selangkah.
"Bagi duit dong, Kak!"
Corry menatap gadis itu datar, tangannya menyilang di d**a sambil menghela napas malas. " apa-apaan sih? Dateng-dateng main minta duit. Emang gue yayasan sosial!"
"Buat bayar taksi, elaaah." Gadis itu masih menadahkan tangannya. Membuat Corry gerah karena di perhatikan oleh perawat yang ada di situ.
Corry mengambil dompet dalam tasnya, kemudian mengeluarkan empat lembar lima puluh ribuan. Setelah menerima uang, gadis itu berlari keluar untuk membayar taksi yang ia tumpangi.
"Kok masih di sini?" Corry menaruh catatan pasien yang sedang ia lihat. "Pulang sana, bikin malu aja datang kesini dengan penampilan kaya gitu!"
Marsha berjalan ke arah wastafel sambil bersungut. Ia kemudian mencuci muka dan menyabuninya dengan sabun pencuci tangan yang ada disitu. Corry melihat kelakuan adiknya dengan ngeri.
"Gue gak mau pulang. Ogah! Kakak udah tau belum? Papa bangkrut... gara-gara papa pernikahan ku sama Barry berantakan!" Marsha berbicara sambil menatap mata kakaknya.
Wajah Corry terlihat datar tanpa ekspresi. "Wajar kalau bangkrut, mengingat papa yang gak bisa apa-apa. Di tambah kalian yang menghamburkan uang perusahaan buat hidup hedon. Makanya kalian jangan BPJS. Ngerti gak? Budget Pas Jiwa Sosialita. Kalau udah bangkrut begini mau gimana coba?"
Marsha mendelik tidak percaya dengan ucapan kakaknya.
"Emang cuma kita aja yang ngabisin uang! Kakak juga make uang perusahaan buat sekolah tinggi. Otak mana otak!" Serunya kesal.
Corry mencengkeram bahu adiknya. Kemudian memutarnya ke arah pintu dan mendorongnya keluar.
"Pulang sana!" Usirnya kasar.
"Bagi duit lagi buat ongkos,"
"Enggak ada! Kalau mau duit kerja, kaya gue!"
"Dasar peliit. Gak barokah lo punya rejeki gak bagi-bagi." Umpatnya sebelum berbelok dan menabrak orang di lorong rumah sakit.
****
Arsjad kaget setengah mati, ketika tiba-tiba ia ditabrak oleh wanita yang tadi bertengkar dengan supir bis yang ia tumpangi. Kali ini wujud wanita itu sudah lebih baik sudah tidak menampakkan aura dari dunia lain.
Arsjad menghela napas ketika Marsha melewatinya begitu saja tanpa meminta maaf. Pria itu melanjutkan langkahnya, setelah menemukan ruang yang ia cari.
Arsjad mengetuk ruangan yang bertuliskan. dr. Amanda. C. Spog. Sebelum dipersilakan masuk, Arsjad membuka pintu ruangan tersebut. Membuat orang yang berada di dalam terkejut.
"Haiii. Aku pulang," Ucap Arsjad sambil merentangkan tangannya. Wanita dalam ruangan terkejut, setelah memastikan siapa yang datang ia hanya mendengus pelan melihat ekspresi dan gaya berlebihan Arsjad.
Merasa di abaikan, Arsjad menurunkan tangan dengan salah tingkah. "Wahh, akhirnya tercapai juga cita-cita kamu jadi dokter. Hebat!"
"Kapan sampai?" Tanya wanita itu tanpa berbasa-basi menyuruh Arsjad duduk.
Arsjad terlihat canggung, dengan kikuk ia melangkah kemudian duduk.
"Tadi pagi, terus aku langsung ke sini. Mau ngasih oleh-oleh." Pria itu merogoh saku celananya.
Dahi wanita itu mengernyit menerima oleh-oleh dari Arsjad.
"Boarding pass? Buat apaan?! Hadiah dong, khas Australia kek!"
"Aku pulang ke sini, bukannya hadiah buat kamu?" Ujar Arsjad pede.
"Ha?... ha..ha..ha," Wanita itu tertawa kaku mendengar ucapan Arsjad.
Seorang pria yang mengenakan jas warna putih tiba-tiba masuk, memecahkan kecanggungan kedua orang itu.
'Uppss, maaf. Saya kira dokter Corry sendirian. Makan yuk, aku belum makan." Ujarnya tanpa mempedulikan keberadaan Arsjad.
"Ayok. Aku dari tadi nunggu kamu." Wanita itu menoleh ke arah Arsjad. "Bian, sorry gue makan dulu ya. Soalnya waktu istirahat mepet."
Arsjad menghela napas panjang. Sepertinya ia harus menunda rencananya. Pria itu masih percaya kalau rencana Tuhan lebih indah. Seperti filosofinya selama ini. Ada tiga hal yang paling banyak di dunia ini.
Bintang di langit, pasir di pantai. Dan jomblo, sepertinya mempertahankan status itu sebentar lagi bukan hal memalukan.
Dengan langkah Gontai, Arsjad berjalan ke halte melanjutkan kembali perjalan ke rumahnya.
****