Dance With Me, Tonight

2473 Words
Gio mengacak ngacak rambutnya frustasi. Dia tidak pernah bisa fokus selama di tokyo seminggu ini. Ia berpikir keras, Apa pertemuannya dengan Mia Clark saat itu hanya khayalannya saja? Apa dia sudah segila itu? Tapi tidak, dia menyentuhnya, dia memeluknya. Ya Gio yakin itu bukan khayalan. Tapi sekarang Mia kemana? Dia menghilang lagi? Gio sudah berpesan padanya untuk selalu menghubungi Gio. Bahkan di hari pertama Gio menginjakan kakinya di tokyo entah berapa kali Gio menghubungi Mia, tapi tak pernah ada jawaban. Pada awalnya nomer yang Mia beri masih bisa aktif namun hari kedua nomer itu tak bisa Gio hubungi lagi.   "Kau kenapa?" Gaby kakak perempuan Gio menyadarkannya dari lamunannya.   Gio menoleh padanya tapi tak memberi jawaban.   Gaby menatap miris adik satu satunya ini, dia tampak sangat kacau kusut dan putus asa.   "Ceritalah..." kata Gaby lembut.   Gio mengangkat kedua bahunya.   "Well. Terserah kau jika kau mau beranggapan aku ini gila atau apa. Kau ingat Aku pernah cerita tentang Mia Clark? Kau juga tahu dia kan? Wanita yang selama ini menjadi alasan aku menolak wanita yang Mama kenalkan padaku."   Gaby tampak mengingat. " ya, wanita yang telah dikabarkan mati tujuh tahun yang lalu itu?"   "Tidak!" Kata Gio menggertak.   "Dia tidak mati! Sehari sebelum aku berangkat ke Tokyo dia memanggil namaku, menemuiku. Dia masih hidup. Kabar tentang kematiannya itu hanya bohong belaka. Dia bahkan mengantarkanku sampai bandara. Tapi sekarang dia menghilang lagi. Aku tak bisa menghubunginya. Gaby! Katakan bahwa aku tidak gila" kata Gio dengan helaan nafas yang berat.   Gaby tahu adiknya tidak main main. Dia bahkan tak mengerti kenapa Gio bisa bertahan pada seorang wanita yang bernama Mia Clark selama ini, dan Gio bahkan tak peduli saat beredar rumor bahwa dirinya seorang gay. Gaby sangat terharu. Dia pernah melihat Mia Clark dulu saat sedang bermain dengan Gio. Mia Clark yang tinggal di depan rumahnya di indonesia. Kalau tidak salah mereka adalah keluarga pindahan entah darimana. Sampai saat Gio berumur lima belas tahun dia menjadi remaja yang pendiam dan selang dua tahun kemudian kabar akan kematian Mia Clark membuat Gio semakin menjadi pria yang pendiam dan jarang tertawa. Ya Gaby akan membantu adik kesayangannya ini.   "Aku percaya kau Gio. Tunggu, Ayah Mia Clark itu bernama Tom Clark kan?" Tanya Gaby yang diberi anggukan oleh Gio.   Gaby langsung mengambil ponselnya lalu memainkannya. Gio penasaran. Ada apa?   "Ah! Look that! " kata Gaby setengah berteriak. Lalu melihatkan layar handphonenya pada Gio   Gaby memperlihatkan sebuah blog tentang bisnis. Kebangkrutan Tom Clark dan Rahasia tentang kebohongan kematian anak tunggalnya.   Gio mengerutkan keningnya.   Benar berarti Mia Clark bukan khayalannya lagi.   "Ayah Mia bangkrut?" Tanya Gio.   Gaby mengangguk.   "Dan itu tepat pada hari dimana kamu berangkat ke tokyo."   "Jadi Mia sekarang?" Kata Gio cemas dan khawatir menduga-duga apa yang terjadi pada Mia-nya itu.   "Entahlah. Disini tertulis semua asetnya disita termasuk rumahnya yang berada di depan rumah kita. Dan Tom Clark berada di tahanan sekarang. Itu mungkin alasan Mia tak dapat menghubungimu." Jelas Gaby.   Gio tak bisa tenang sekarang bisa jadi Mia dalam bahaya sekarang.   "Gab..." kata Gio pelan.   "Yup?"   "Aku bisa minta tolong padamu? Kau tak ingin adikmu yang tampan ini benar benar gila kan?" Rajuk Gio.   Gaby menaikan sebelah alisnya.   "Aku harap kau gila saja" cibir Gaby.   Gio meringis.   "Kau jahat! Bantu aku! Please. Katakan pada ayah aku tidak bisa melanjutkan study singkatku disini. Aku akan berhutang budi padamu untuk hal itu!" Kata Gio memohon.   Gaby mengerti. Gio tak akan mendapat izin dari ayahnya jika dia sendiri yang bilang.   "Baiklah. Karena aku juga akan ikut." Kata Gaby mantap.   Mata Gio membulat dan berbinar. Kakaknya memang paling mengerti dirinya. Gio memeluknya erat dan mencium pipi Gaby kilat.   "Benarkah? Oh aku mencintaimu!"   "Lepaskan aku Gio iwh!" Teriak Gaby.   Gaby memang paling bisa diandalkan!   ****   Mia mengayun-ngayunkan kakinya yang terambai saat duduk dipinggiran ranjang kasurnya.   Mia sangat resah malam ini, ia berulang kali menghela nafasnya panjang. Bagaimana bisa ia membalas ciuman Alex? Bagaimana bisa jantungnya memompa cepat saat bersamanya, bagaimana bisa Mia ingin masuk kedalam matanya yang abu bagai asap yang sangat tebal itu. Ini memusingkan, tidak boleh ini tidak boleh terjadi.   "Permisi nona." Tiba tiba seorang pelayan masuk ke dalam kamar Mia mengagetkannya.   "Eh, ya?" Tanya Mia.   "Tuan Alex menyuruh saya membawakan ini untuk anda pakai malam ini. Setelah itu anda disuruh menemuinya di kamarnya." Jelas pelayan itu. Mia mengangguk lalu mengambil kotak yang entah isinya apa dari pelayan itu.   Mia membuka kotak itu, dan betapa terkejutnya Mia melihat isi dalam kotak itu. Sebuah gaun hitam polos selutut bukan lagi dress yang biasa ia pakai berbahan katun tapi ini berbahan kain sutra. Mia berdecak kagum gaun ini sangat indah. Mia segera memakainya.   Gaun tanpa lengan bertali spagheti ini memang terlihat simple, bagian belakangnya yang sedikit terbuka mengekspos punggung indahnya. Walaupun hanya berwarna hitam polos kesan glamour dari gaun ini tidak hilang.   Untuk apa Alex menyuruh menemuinya dengan gaun ini?   Mia membuka pintu kamar Alex perlahan.   "Alex?"   Alex tengah memung   Alex menoleh perlahan.   Wow. Satu kata yang pantas Alex ucapkan.   Dia tidak salah memilih gaun itu untuk Mia, sangat cocok dan sangat pas.   Wajah Mia yang tak perlu memakai make up menambah kesan natural dalam dirinya.   Dan... Warna hitam memang pantas untuknya, seperti warna manik matanya.   Alex berdehem mengubah air mukanya kembali kesemula sebelum Mia menyadari ia kagum akan penampilannya.   "Oh, kau sudah selesai" kata Alex dingin.   Mia memajukan bibirnya. Apa tidak ada komentar yang bagus untuknya?   "Ada apa Alex kau membelikan gaun mahal ini untuku?" Tanya Mia.   "Lusa nanti ada perayaan ulangtahun perusahaanku. Jadi kau pakai gaun itu saat kesana." Jelas Alex.   Mata Mia membulat. Benarkah? Alex mengajaknya?   "Lalu kenapa kau menyuruhku untuk memakai gaun ini sekarang?" Tanya Mia lagi.   "Aku ingin melihat apa gaun itu pas untukmu atau tidak." Jawab Alex datar.   Hanya itu? Aku pikir akan ada makan malam romantis lalu Alex mengajaknya berdansa seperti cerita di dongeng dongeng.   Mia mengerjap bisa-bisanya ia memikirkan hal itu.   "Apa ini bagus?" Tanya Mia penasaran akan respon Alex.   "Lumayan." Jawab Alex dengan wajah pura-pura tidak terlalu peduli. Lumayan? Huh. Apa tidak bisa katakan kau sangat cantik sekali Mia. Batin Mia.   Ngomong ngomong soal dansa.   Mia melihat beberapa piringan lagu instrumental di kamar Alex.   "Waw kau suka mengoleksi piringan klasik!" Kata Mia langsung melihat lihat   "Jangan sentuh itu Mia!" Teriak Alex yang sama sekali tidak di dengar oleh Mia.   "Kau mengoleksi semua ini? Vanesa Mae? Kau juga penggemar Philip Glass ya? Pantas kau pandai bermain piano, Ah kau juga suka Michael ortega?" Mata Mia berkilat-kilat.   "Kau tahu?" Tanya Alex sambil melipat kedua tangannya.   Mia mengangguk.   "Dulu waktu aku study di London aku suka suka menonton acara instrumental dari mereka secara live."   Lalu Mia melihat lihat lagi. Hampir semua lagu instrument piano yang Alex punya ini bergenre menyedihkan. Lalu ia menarik sebuah piringan dari Travis A-King - Beautiful Mind. Satu satunya instrument piano romantis.   Dan dengan santainya Mia memutar piringan itu di music box yang tersedia disana.   Dan saat lagunya telah diputar.   "Ayo kita berdansa!" Ajak Mia energik penuh semangat.   Tanpa menunggu persetujuan Alex, Mia sudah berada di hadapannya. Tangannya memapah tangan alex untuk memeluk pinggangnya lalu tangan Mia melingkar di bahu Alex.   Apa terlalu agresif?   Alex tak menolak dan mengikuti permainan Mia.   "Aku sudah berpakaian seperti ini. Aku pikir akan ada makan malam romantis" Mia terkekeh karena terlalu jujur.   "Aku terlalu percaya diri ya? Jadi... " kata Mia lagi   'Ssst' kata Alex memotong pembicaraan Mia.   "Go a head." Lanjutnya lagi.   Alex yang lebih tinggi dari Mia membuat Mia harus mendongakan kepalanya menatap Alex, dan Alex harus menundukan kepalanya. Walaupun Alex hanya mengenakan sweater polo hitam dan celana jeans saja Alex sangat tampan tanpa perlu mengenakan jas. Jantung Mia berdetak kencang. Mereka berdansa tanpa berkedip. Mata mereka saling menatap fokus, Alex masuk kedalam warna hitam mata Mia mencari setitik cahaya kedalamnya, dan Mia masuk kedalam mata abu Alex mencari jalan keluar dari asap tebal di matanya.   Sesekali Mia menginjak kaki Alex karena salah langkah. Mereka berdua tertawa.   "Kau tidak lihai berdansa nona Mia Clark" sindir Alex.   Mia mengerucutkan bibirnya.   Ini membuat Alex gemas, bibir Mia sangat sexy jika dikerucutkan seperti itu. Alex tak bisa menahan untuk tak melumat bibir Mia.   Mia yang masih mengalungkan tangannya di leher Alex lagi lagi tak menolak tindakan Alex dan membalas ciumannya. Tangan kiri Mia meremas sweater Alex pelan dan tangan kanannya kini membelai pipi Alex.   Tanpa terasa lagu instrument piano itu telah usai.   Alex melepaskan ciumannya. Mia menunduk. Alex menempelkan keningnya di kening mia masih menatapnya lekat.   Mia melepaskan pelukannya.   "Emh. A-aku rasa ini sudah l-larut malam. A-ku akan kembali ke kamar" kata Mia membalikan badan berniat pergi, jika tidak Mia tidak yakin apa ia akan bernafas sampai sekarang.   Seketika tangan kokoh Alex menarik tubuh ramping Mia lalu mendekapnya dari belakang. Tubuh Mia bergetar hebat.   Lagi dan lagi jantungnya memompa dengan cepat.   Hembusan nafas Alex menggelitik lehernya.   "Temani aku malam ini." bisik Alex serak.   Tenggorokan Mia tercekat.   Mia tak bisa menolak...   ****   Mia bangun dari tidurnya karena cahaya yang menyilaukan dari kamar Alex. Ia melihat sebelahnya, Alex sudah tak bersamanya. Mia mendesah pelan. Tidur lagi dalam dekapan Alex. Tidak dapat Mia pungkiri bahwa ia nyaman tidur dalam dekapannya.   Tentu saja ini membingungkannya   Kenop pintu kamar mandi di dalam kamar Alex yang terbuka mengagetkan Mia,   Alex keluar hanya dengan lilitan handuk dari pinggang sampai lututnya.   Itu-pemandangan-yang-sangat-meruntuhkan-iman-di-pagi-hari   "Kau sudah bangun?" Tanya Alex yang melihat Mia tengah menatapnya tanpa berkedip.   "Aku sedang bermimpi." Kata Mia pelan.   "Hah?" Alex tak mengerti.   Mia menggeleng frustasi. Alex sama sekali tidak mempunyai selera humor.   "Apa perlu aku jawab?" Mia mendesah pelan. Jelas, sangat jelas Mia telah bangun!   "Jika aku bertanya kau harus menjawabnya!" Teriak Alex.   Mia kaget, Alex marah padanya? Yaya bukankah Mia tahu Alex selalu seperti itu? Tapi rasanya aneh sehari kemarin Mia diperlakukan sangat lembut oleh Alex dan kini ia kasar lagi padanya.   "Kau mau melihat aku telanjang di hadapanmu hah? Keluar! Dan mandi sana, setelah itu temui aku di meja makan!" Perintah Alex. Dengan sigap Mia keluar kamar Alex setengah berlari. Alex sangat tidak mudah ditebak.   Alex PoV   Aku membentaknya ya dan sepertinya sirat ketakutan itu muncul lagi. Ada rasa sedikit tak tega. Ah! Bukankah memang harus begitu? Dia harus menderita. Dan aku rasa akan kubuat dia tidak mengerti akan sikapku yang berubah-rubah. Tapi memang benar, aku membenci jika ada orang yang tak menjawab pertanyaanku. Mereka punya mulut dan telinga bukan? Aku membenci kau Mia, kau terlahir dari darah orang yang telah merenggut kebahagiaanku. Tapi apa sekarang? Aku merasa... bahagia bersamamu. Tidak, tidak mungkin...   Aku menunggunya di meja makan. Dan, dua puluh menit kemudian dia datang. Wajahnya tertunduk karena masih takut padaku mungkin.   "Kau selalu membuatku menunggu sampai kelaparan Mia." Kataku dengan nada tenang tidak membentak.   Mia menolehku, dan gurat lega terpancar dari wajahnya.   "Maaf" katanya pelan.   'Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku' gumamnya pelan tapi aku bisa mendengarnya persis di hari pertama aku dan Mia sarapan bersama.   Tapi aku pura pura tak mendengarnya sekarang.   "Alex?" Katanya saat aku masih menyuapkan menu sarapanku.   Huh dia tidak tahu pendidikan table maner rupanya.   Aku menolehnya.   "Apa kau tidak jenuh dengan suasana rumah yang serba putih ini? Kau bilang kau tidak suka warna putih." Katanya.   Ah sepertinya aku terlalu baik padanya. Ini tidak benar.   Kutaro garpuku keras. Aku menatapnya dingin.   "Nona Mia, ini rumahku! Dan apapun yang ada di dalam rumahku ini jelas bukan urusanmu!" Bentaku keras. Sungguh dia merusak moodku saja.   Mia Clark menunduk. Dia selalu mempermasalahkan warna putih dirumah ini. Ya baguslah membuatnya tidak betah di rumah ini point utama bagiku.   "Apa kau tidak diajarkan untuk tidak bicara saat sedang makan Mia Clark? Jangan anggap kebaikanku kemarin padamu itu sebuah keakraban bagi kita! Kau salah besar. Jangan besarkan kepalamu. Kau harus tahu bahwa aku sangat membencimu" Lanjutku masih dengan nada keras.   aku rasa dia tengah mencoba menahan tangisnya. Dia menggigit bibirnya keras.   Menyakitinya sebuah kenikmatan tersendiri bagiku.   Aku meninggalkannya yang masih bergetar takut di meja makan.   Bagus...   ***   Aku tak langsung mendatangi perusahaanku. Padahal sekretarisku sudah sibuk terus meneleponku.Membolos lagi mungkin. Aku memilih tempat renang dan sauna untuk membolos hari ini.   Menahan libodiku saat bersama Mia Clark jelas tidak mudah. Dia sangat sexy menurutku. Tapi untuk sampai sejauh itu dengannya masih belum saatnya. Walaupun aku bisa menyetubuhinya secara paksa. Tapi belum, belum saatnya.   Aku sudah terbiasa menjadi sasaran penglihatan nakal dari wanita w*************a itu. Baru saja aku mencemplungkan kedalam air untuk berenang seorang wanita mencari perhatianku. Dia pura pura kram. Padahal itu hanya akal akalan saja. Tempat renang ini tidak seramai biasanya. Mungkin karena hari ini hari selasa.   Baiklah jika itu maunya. Aku juga butuh pelampiasan nafsuku.   Aku menolongnya. Mengangkatnya ketepian kolam renang. Entah sengaja atau tidak Kewanitaannya ia tempelkan pada ereksiku yang hanya berbalut celana renang pendek yang ketat.   "Ayo kita ke sauna." Kataku cepat.   Aku tidak perlu tahu namanya. Tapi aku butuh dia untuk melampiaskan nafsuku.   Wanita itu membelalak kaget tidak percaya bahwa responku secepat ini tapi dia menurut saja.   Kolam renang terlalu terbuka untuk kami melakukan hal intim itu.   Dan akhirnya aku memesan satu bilik sauna untuk berendam. Aku menyuruh dia yang memesan sebenarnya tapi dengan uangku. Setelah itu aku akan masuk kedalam biliknya agar tidak ada yang mencurigai kami. Begitu alasanku.   Lihat benar saja dia bisa berjalan dengan baik.   Setelah dia masuk kedalam bilik sauna itu segera aku mengikutinya.   Untung saja sauna disini juga sepi.   Aku menarik tubuhnya yang berbalut pakaian renang minim.   Lalu kulumat habis bibirnya. Dia membalasnya sama penuh gairah.   Kurobek pakaian renangnya. Haha dan dia sudah telanjang dihadapanku. Aku meremas payudaranya kasar. Dia mendesah desah keenakan. Ya mataku menggelap. Dan dengan paksa dia melorotkan celana renangku menyembulkan ereksi yang sudah berdiri tegak. Matanya berbinar melihat ereksiku yang perkasa. Oh b***h! Terburu buru dia segera menuntun ereksiku untuk masuk kedalam kewanitaanya. Mudah sekali untuk masuk dia pasti sudah sering melakukan hubungan s*x.   Kami menggoyang goyangkan pinggulku. Suara racauan dan desahan keluar dari mulutnya. Aku membencinya! Wanita jalang. Aku ubah posisi bercinta kami yang mulanya berdiri kini berendam di air panas disini. Wah ini semakin membuat tubuh kami memanas. Dia harus mati bagaimanapun juga. Tidak perlu mengerluarkan darah. Mulanya aku menjilati lehernya sambil terus memompa pinggulku menancapkan lebih dalam ereksiku kedalam liang kewanitaanya. Lalu setelah merasakan denyut nadi lehernya. Aku menekan lidahku kuat. Lalu dengan satu kali gigitan keras aku memutuskan nadi di lehernya berbarengan orgasmeku. Tubuh wanita ini melemas. Tidak dia tidak berteriak, aku hanya meninggalkan gurat merah di lehernya. Mulutnya menganga dan matanya membulat. Tapi aku sudah tak merasakan hembuasan nafasnya lagi. Kau pantas mati jalang! Aku tersenyum puas. Aku mencabut ereksiku yang mulai mengendur. Lalu meninggalkan wanita telanjang ini yang tenggelam di bak pemandian sauna ini. Aku kenakan lagi celana renangku. Kututup bilik sauna ini. Mataku masih menggelap aku naikan suhu di bilik sauna dimana ada si jalang yang sudah tak bernyawa itu ke suhu maximal, dengan begitu semua orang akan menganggapnya mati kepanasan. p*****r seperti dia pantas mati seperti di neraka. Dan dengan wajah dinginku tanpa rasa bersalah sedikitpun aku senang telah membunuh satu p*****r diantara beribu pelacur...   Ya. Ini bagus, tidak ada yang perlu kuhiraukan. tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD