Seorang gadis kecil sedang berlari-lari di taman belakang disebuah rumah yang besar .
"Jangan berlari-lari seperti itu nanti kau jatuh" Seorang pria mengingatkan anak kecil itu.
"Aku sangat senang karena kaka akan menikah denganku!" Kata gadis itu polos masih sambil berlari -lari.
Dan benar saja. Saking bersemangatnya gadis itu tak melihat ada sebuah batu dijalannya. Dan alhasil dia tersandung jatuh.
"Awh. Aduh." Gadis itu meringis
Si pria langsung berlari kearahnya. Lalu mengaisnya.
"Sudah kubilang kan? Mana yang sakit?" Tanya pria itu lembut.
Gadis kecil itu memperlihatkan lukanya. Disekitar lutut dan lengannya. Matanya berkaca kaca tapi tak menangis. Padahal itu pasti sakit sekali.
Namun entah apa yang terjadi tiba tiba tubuh si pria itu melemas dan bergetar, lalu Tubuhnya terhuyung jatuh bersama si gadis kecil itu. Si pria itu tak sadarkan diri.
"Kakak? Kakak? Kau kenapa? Ibuuu!!" Gadis itu menjerit histeris .
***
Mia masih terdiam meresapi apa yang Alex ucap tadi.
Dia membencinya? Tapi untuk alasan apa?
Tadi dia hanya bertanya tentang warna yang mendominasi rumahnya. Tapi selalu saja, perubahan sikap Alex tidak dapat ditebak.
Mungkin, Mia hanya terlalu banyak bertanya. Tapi sungguh apa salahnya dia bertanya?
Tapi, yang membuat Mia semakin meringis adalah Alex benar-benar marah kali ini.
Dan Mia tidak tahu harus berbuat apa ...
***
Alex tidak pulang malam ini . dan Mia terus berjalan mondar-mandir di kamarnya.
Diam-diam Mia berharap agar Alex menyelinap ke kamarnya lalu mendekap tubuhnya supaya dia tidur nyenyak malam ini.
Tunggu, apa yang kau pikirkan?
Mia baru saja bisa memejamkan matanya sampai ia kembali terusik oleh suara gaduh diluar Sana.
Mia yang penasaran oleh suara itu segera melihatnya walaupun kepalanya yang terasa berat karena kurang tidur.
Suara gaduh itu berasal dari meja makan. Alex, dia sedang marah.
"Kau belum siapkan makanan apapun hah?!" Katanya keras pada seorang pelayan yang kini wajahnya pucat karena takut.
"Maaf tuan biasanya jam sarapan anda pukul delapan jadi saya belum siapkan apa-apa." Kata pelayan itu membela diri.
Alex melempar pot yang ada di meja makan tersebut.
Mia sampai kaget bukan main.
"Jadi jika jadwal sarapanku pukul delapan apa persediaan makananku disini tidak ada? Aku lapar bukan di jam delapan saja Bodoh!" Teriak Alex.
"Alex..." panggil Mia. Alexmenoleh tapi tak memperdulikannya.
Pelayan itu semakin pucat.
"Kau aku gaji bukan untuk hal yang tidak becus seperti ini!" Lanjut Alex tangannya terkepal dan ia mengacungkan lengannya bersiap untuk memukul pelayan itu.
Ini keterlaluan, Mia tak bisa diam melihat kejadian ini. Dan dengan gaya seorang pahlawan Mia menutup matanya, terlampau nekat dia menarik tubuhnya sampai memunggungi pelayan itu berniat melindunginya. Dan tanpa sengaja tangan Alex yang dimaksudkan untuk memukul pelayan itu kini mengenai Mia sehingga dia terhuyung jatuh.
Pukulan Alex sangat keras mengenai wajahnya.
Sakit, sakit pastinya. Tenaga Alex take perlu di deksripsikan lagi.
Mia meringis menahan sakit. Matanya berkaca-kaca menahan tangis dan sakit.
"Astaga!!" Pekik pelayan yang kulindungi tadi.
Alex masih gelap mata. Sampai Mia datang, dan menjadi sasaran pukulannya yang tadinya pukulan itu ia maksud untuk pelayan yang tak becus itu.
Alex tersadar.
Lalu ia menatap pelayan yang menjadi permasalahan utama kegaduhan ini.
"Angkat kaki segera dari rumah ini atau aku berubah pikiran untuk tidak membunuhmu!" Gertak alex, pelayan itu segera mengambil langkah seribu saking takut dan gugupnya.
Alex berjongkok agar sejajar dengan Mia yang masih belum beranjak juga. Tubuhnya gemetar, rambut panjangnya menutupi wajahnya.
"Mia..." panggil Alex. Mia masih bungkam.
"Mia..." panggil Alex sekali lagi tangannya mencoba menyentuh punggung lengan Mia namun Mia segera menepisnya. Kini Mia menatapnya dengan tatapan yang menahan amarah dan menahan tangis secara bersamaan.
Alex membelalak kaget melihat cairan merah kental dari sudut bibir Mia, Alex menggapai apa yang bisa ia pegang. Ia tak bisa bernafas, dan kepalanya sangat berat. Seketika Tubuhnya ambruk ke tubuh Mia yang berada dihadapannya. Dengan cepat Mia menahan tubuh Alex yang kekar itu. Mia menepuk nepuk pipi Alex pelan. Kenapa Alex yang pingsan?
"Alex! Alex!" Teriak Mia panik.
***
"Kenapa kalian membawa kantong besar?" Tanya Mia kepada para pelayan disini setelah membantu Mia memapah Alex kekamarnya.
Para pelayan itu saling memandang. Benar benar wajah orang yang tertekan.
"K-kami mohon nona Mia untuk tidak mengatakan ini pada Tuan Alex. Kami harus pergi dari sini-i." Jelas seorang pelayan gugup.
Yah Mia mengerti sekarang. Alasan mengapa pelayan di rumah Alex tidak berwajah ramah, mereka takut. Sama seperti Mia.
"Aku mengerti. Pergilah sebelum Alex bangun." Jawab Mia pengertian.
"Eh, tunggu dulu. Apa Alex selalu seperti itu?" Tanya Mia sebelum mereka pergi.
Para pelayan itu menunduk.
"Ya, dan ini yang terparah." Jelasnya.
"Apa kalian tahu apa alasannya?" Tanya Mia lagi.
"Tidak nona. Yang kami tahu tuan Alex memiliki sifat yang temperament. Kenapa nona tidak ikut kami saja? Apa nona tidak takut? Apa nona kekasih tuan Alex?" Tanya pelayan itu mulai bertanya.
Jelas aku sangat takut padanya! Eh tapi kekasih? Batin Mia.
Mia menggeleng.
"Bukan, bukan.hanya saja Aku masih ada urusan dengannya." Jawab Mia.
Para pelayan itu mengangguk mengerti. Tidak lagi bertanya walaupun raut wajah mereka masih penasaran. Dan tanpa membuang buang waktu lagi mereka pamit pergi.
Dengan tergesa gesa Mia segera masuk kedalam kamar Alex ingin memastikan keadaanya yang masih tak sadarkan diri.
Mia duduk dipinggir ranjang kasur Alex, menatapnya aneh. Masih bertanya tanya kenapa Alex tak sadarkan diri.
Tubuh Alex bergerak. Perlahan mata Alex terbuka. Dan yang pertama ia lihat adalah wajah rapuh Mia yang sedang menatapnya khawatir. Saat Alex mau beranjak dari posisi tidurnya Mia menahan tubuh Alex dan mengisyaratkannya untuk tidur saja.
"Kau tidak apa apa?" Tanya Mia menatap Alex cemas.
Alex menggeleng lemah.
"Mau minum?" Tanya Mia lagi.
Alex mengangguk lalu Mia membantu Alex untuk bangun bersandar pada tepian ranjangnya ia segera memberi Alex minum.
Mia menaro gelas minum yang sudah Alex habiskan. Lalu menatap Alex lekat.
"Seharusnya aku yang pingsan." Sindir Mia hati hati mencoba mencairkan suasana.
Alex menolehnya. Tidak memberi ekspresi apa-apa. dan masih tak bersuara. Lalu ia melihat luka lebam di daerah pipi kanan Mia, sangat jelas ya dan itu bekas pukulan Alex tadi.
Alex meraba luka itu dengan tangannya pelan.
"Shh" Mia meringis sakit menahan pergelangan tangan Alex untuk tidak menyentuhnya lagi.
Alex menatapnya datar.
"Maafkan aku Mia , ya aku mengerti!" Kata Mia menyindir Alex meniru gaya bicaranya dan menjawabnya sendiri seolah Alex meminta maaf padanya.
Alex hanya tersenyum tipis.
Mia mendesah pelan. Pria gila! Umpat Mia.
"Kenapa kau yang pingsan?" Tanya Mia masih hati hati.
Alex masih diam,
Mia tak tahan lagi." Kau selalu marah padaku jika aku tak menjawab pertanyaanmu." Kata Mia frustasi.
"Ya, dan itu hanya berlaku padaku saja." Jawab Alex dengan senyum miringnya. Uh Alex kembali! Dan kini Mia sudah terbiasa dengan senyum itu.
Mia memajukan bibirnya sebal.
"Aku phobia darah." Aku Alex.
Mia menolehnya tak percaya, seorang Alex akan tak berdaya hanya karena melihat darah? Mia terkekeh pelan.
"Ada yang lucu?" Tanya Alex menaikan sebelah alisnya.
Mia masih terkekeh. " tidak tidak... sekarang aku tahu bagaimana cara membuat si pria galak ini takut. Hanya Darah hahahaha." Ejek Mia menggoda Alex.
Alex melotot. Tahu Alex akan marah. Mia segera menepuk punggung lengan Alex. " aku hanya bercanda." Kata Mia lembut.
Rasa hangat menjelajari tubuh Alex, aneh ya aneh. Apa hanya dengan menatap sepasang mata hitam dari Mia Clark dunia Alex dalam sepenuhnya sadar? Berapa kalipun Alex menyangkalnya tidak bisa dipungkuri lagi kalau Alex tak berdaya jika sedang bersama Mia Clark.
"Aku lapar. Apa mereka sudah menyiapkan makanan?" Tanya Alex.
"Mereka siapa?" Mia balik bertanya apura pura tidak tahu bahwa mereka yang Alex maksud itu para pelayannya disini.
"Tentu saja para pelayan itu!" Kata Alex mendengus.
Mia mendelik, bagaimana respon Alex nanti saat dia tahu bahwa para pelayannya sudah tidak ada disini.
"Mereka sudah pergi." Kata Mia pelan.
Alex mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Pergi?"
"Ya karena kau membuat mereka takut! Sh! Aku yakin kau pasti sering bersikap kasar pada mereka!" Mia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Takut ia akan bicara lebih banyak lagi.
Alex tersenyum miring.
"Ohh. Jadi mereka kabur. Dan kau yang membantu mereka untuk kabur dari rumahku kan?" Tanya Alex dengan nada menuduh.
Mia jadi kalap. Apa yang harus ia katakan? Memang benar kan Mia ikut membantu para pelayan itu pergi dengan mudah?
"Eh, t-tidak bu-bukan itu Alex." Jelas mia gelagapan.
"Kenapa kau tidak ikut mereka? Memangnya kau tidak takut padaku?" Tanya Alex kini bermuka serius.
Mia menghela nafas pelan. Jelas ia sangat takut pada Alex. Dan kesempatan untuk kabur darinya sudah di depan mata, tapi entah kenapa Mia memilih untuk bertahan dibanding harus kabur dari Alex.
Mia tersadar dari lamunannya saat lengan kekar Alex mencengkram punggung lengan Mia kuat.
"Kau harus bertanggung jawab Nona Mia, aku lapar sekarang dan siapa yang akan memasak makanan untukku jika para pelayan disini meninggalkan rumahku?" Kata Alex dengan nada dingin.
Mia memajukan bibirnya. Tidak ada pilihan lagi kan?
"Baiklah baiklah aku yang akan memasak makanan untukmu." Mia segera beranjak, Alex yang masih bersandar diranjangnya pun ikut beranjak membuat Mia menolehnya sigap.
"Eh kenapa kau ikut juga?" Tanya Mia menahan Alex untuk tidak berdiri.
"Hey. Aku ingin memastikan tidak akan ada masalah dengan dapurku nanti, dan juga aku masih belum yakin kau bisa memasak!" Jelas Alex, yayaya Mia seharusnya sudah terbiasa dengan sikap Alex yang cepat berubah-ubah itu, tapi melihat Alex kembali tenang lagi mengingatkannya saat Alex berkata bahwa kebaikannya itu bukan apa apa. Baiklah Mia mencoba mengerti sekarang.
"Bagaimana kalau aku tersayat pisau nanti saat sedang memasak dan mengeluarkan... 'darah',?" Mia sengaja membuat kata darah itu bernada horor menggoda Alex yang pastinya akan kesal padanya.
Seketika wajah Alex yang datar kini berwajah pucat hanya dengan mendengar kata darah saja membuat perutnya mual.
Mia yang melihat perubahan air muka Alex yang kini berubah pucat sedikit merasa bersalah. Apa sebegitu takut Alex pada darah?
"Eh aku hanya bercanda! Ayo jangan buang waktu lagi jika kau tidak ingin mati kelaparan.!" Mia segera menarik Alex tidak ingin ia pingsan untuk kedua kalinya.
Mia bukan wanita yang pandai memasak tapi juga bukan wanita yang payah dalam memasak. Semasa di London dia lebih banyak makan makanan siap saji, dibanding harus memasak. Dan juga papanya yang sangat bawel dalam urusan makanannya.
Jadi pilihan Mia adalah memasak nasi goreng dan telur mata sapi untuk Alex, memang kesannya tidak mewah bahkan bukan selera makanan Alex tapi sudah untung kan Mia buatkan makan untuknya?
"Kau masak apa?" Tanya Alex dari meja makan.
Mia yang sedang serius memotong bawang hanya menoleh sekilas.
"Jangan banyak tanya!" Jawab Mia ketus. Pria gila itu bisa jadi sangat cerewet bila sedang lapar ternyata.
Hanya terdengar dengusan kesal Alex atas jawaban Mia.
Mia terkekeh pelan.
"Taraaaaa.... nih makan!" Teriak Mia seperti anak kecil menghidangkan nasi gorengnya kehadapan Alex.
"Hanya itu yang bisa kau masak?" Alex mendesis, nasi goreng? Huh
Mia memajukan bibirnya.
"Kalau tidak suka masak saja sendiri. Sudah untung aku mau masak untukmu. Yasudah kalau tidak mau!" Pekik Mia sebal, Tidak menganggap Alex sebagai orang jahat lagi.
Mia menarik lagi piring berisi nasi gorengnya itu.
"Eh mau dibawa kemana nasi gorengnya?" Tanya Alex.
"Biar saja kau mati kelaparan!" Mia menjulurkan lidahnya, yatuhan apa selain dengan memberi wajah penuh kerapuhannya itu dia bisa bertindak seperti anak kecil yang sangat menyebalkan seperti ini. Alex menggeram pelan, namun saat melihat wajah Mia dengan luka lebam dipipinya Alex termangu itu pasti sangat sakit. Tapi kenapa Alex harus peduli?
Memang seharusnya dia mendapat luka yang lebih banyak lagi kan?
"Apa kau tidak akan merindukanku jika aku mati?" Goda Alex.
Mia mengernyit. Apa? Merindukannya? Kenapa aku harus merindukan pria gila ini? Batin Mia,
"Ish! Kau percaya diri sekali" Desis Mia,
Tanpa mempedulikan Alex ,Mia ikut duduk di meja makan dan akan melahap nasi goreng yang tadinya ia buat untuk Alex. Bagaimanapun juga Mia tak boleh kalah dengan rasa takutnya pada Alex, dengan cara tidak bersikap seperti wanita lemah didepan Alex ia harap bisa meluluhkan suasana.
Alex mengernyit belum satu huapan masuk kedalam mulut Mia, Alex segera menarik lagi piring berisi nasi gorengnya itu.
"Ini miliku" kata Alex datar lalu memakan nasi goreng itu cepat.
"Jika kau mau buat lagi saja." Lanjut Alex dengan muka tak peduli.
"Hey!" Mia mendesis, ya bagaimanapun juga dia memang pantas disebut pria gila.
*
"Enak tidak?" Tanya Mia yang melihat Alex sedang menguapkan suapan terkakhirnya.
Alex mendelik.
"Lumayan. Jika aku sedang tidak lapar bisa jadi aku akan katakan tidak enak." Alex memberi senyum miringnya tapi tak menatap Mia.
Mia menepuk nepuk dadanya. Bagaimana bisa bersama Alex membuat ia merasa takut, marah, kesal, ingin menangis, nyaman, dan bahagia secara bersamaan? Mia tersentak saat kata bahagia bersama Alex menaungi pemikirannya. Tidak, Mia tidak bahagia. Tidak mungkin.
"Terserah kau saja," kata Mia pelan.
Alex menoleh, nada suara Mia tidak sekeras tadi.
"Alex..." kata Mia lirih.
"Hmm?"
"Sampai kapan?" Mia menghela nafasnya pelan.
"Maksudmu?" Alex tak mengerti.
Mia menggigit bibir bawahnya pelan, bisa jadi Alex akan marah jika ia bertanya "Sampai kapan kau mau menahanku disini? Apa yang kau inginkan dariku? Apa kau ada masalah dengan papahku? Alex.. aku lelah menerka nerka, apa kau tidak suka padaku? Apa kau membenciku? Apa aku telah melakukan kesalahan padamu? Aku masih tidak mengerti.. jika aku mempunyai salah katakan padaku. Bagaimanapun juga kau masih sangat asing padaku. Apa dulu kita pernah saling mengenal? Jelaskan padaku Alex.." Mia mencoba menahan genangan air matanya untuk tidak jatuh. Bagaimanapun juga Mia tidak bisa tinggal diam terus, jika Alex memberitahu alasannya. Apapun itu Mia akan mencoba mengerti.
Alex menatap Mia dingin rahangnya mengeras. Sederetan pertanyaan Mia mrmbuatnya menahan nafas. Apa yang aku inginkan? 'Tentu saja membuatnya menderita umpan untuk si tua bangka itu hancur' Apa salahmu padaku? 'Tentu saja dia salah karena terlahir dari orang yang salah'
Alex menggertak. Menatap tajam Mia, gurat marah terlihat jelas dari air muka Alex.
Tapi... Apa dulu kita pernah saling mengenal? d**a Alex bergemuruh. Mengenal Mia Clark?
"Bagaimanapun juga, aku hanya punya papah selama ini. Dan aku rasa aku tidak punya kesalahan apapapun padamu. Aku tidak percaya jika papah menjualku padamu, papah bangkrut dan semua ini masih terlalu tiba tiba untukku. Aku bahkan belum bertemu dengan papah. Apa di London dulu kita pernah mengenal? Alex just tell me." Lanjut Mia sambil menghela frustasi.
Alex mengubah air mukanya ke wajah tenangnya.
"Kau benar benar ingin tahu Mia Clark?" Tanya Alex tenang.
Mia menelan ludahnya sendiri. Lalu mengangguk.
Alex beranjak lalu mendekatinya. Menatap Mia dengan seringai jahatnya.
"Kau akan tahu pada saatnya nanti."
Kata Alex dingin. Belum. Tentu saja belum saatnya Mia tahu. Bahkan rasanya Alex belum membuat Mia menderita.
Dan sekarang saatnya.
***
Alex duduk tenang dengan mengangkat sebelah kakinya. Wajah dinginya mengguratkan keangkuhan.
"Sebelah sini." Suara seorang polisi wanita bernada tegas itu membawa pria paruh baya masuk ke ruangan khusus bertemu para tahanan.
Alex menemui Tom Clark.
Mata Tom membelalak melihat siapa yang mengunjunginya.
"kau terlihat berantakan." sapa Alex dengan senyum miringnya.
Lihat Tom Clark sekarang badannya semakin kurus, mukanya bertambah keriput dan warna putih dirambutnya semakin membanyak. Alex tersenyum menang. Tapi belum itu belum seberapa.
"Mau apa kau!" Tom tak mau berbasa basi dengan Alex.
"tidak ada, aku hanya ingin memastikan kau terlihat menderita disini dan aku ingin memberitahu tentang kabar anak semata mayangmu. Dia aman bersamaku." kata Alex santai.
Dada Tom langsung bergemuruh. Mia? Mia-nya pasti dalam keadaan bahaya.
"Kau apakan dia bocah!"tanya Tom naik darah.
Alex masih menyunggingkan senyum miringnya.
"Dia aman bersamaku Mr.Clark. oh dia ternyata gadis yang sangat cerewet. Tadi pagi dia bertanya tentang permasalahanmu. Makanya aku datang disini ingin bertanya, bagaimana jika Mia tahu kebenarannya? Apa responnya ya nanti haha." Alex memberi tawa mengejek.
Tom tak bisa menahan amarahnya lagi ia menarik kerah kemeja alex kasar dan menatapnya murka.
"Jika kau sampai menyakitinya....." Tom tak melanjutkan kata katanya.
"Kau mau apa hah? Jika aku menyakitinya kau mau apa? Kau sudah tidak punya apa apa sekarang! Sadarlah! Dia memiliki tubuh yang indah dan paras yang cantik aku rasa jika aku masuk kedalamnya..." Satu tinjuan mendarat di muka Alex.
"Sialan kau b******n!" Tom tak bisa menahan untuk meninju muka alex itu.
Sampai polisi yang menjaga disitu harus turun tangan. Dan mendera mereka. Tom dipaksa untuk segera kembali ke selnya.
Alex meringis pelan merasakan wajahnya yang lebam.
Lalu kembali tersenyum miring.
"Ini baru permulaan Tua bangka!" Gumam Alex merapikan jasnya dan pergi berjalan dengan arogan.
tbc