Into You

1463 Words
Alex mengguyur tubuhnya dibawah shower. Memikirkan kegilaan perilakunya saat bersama Mia Clark. Ini memang aneh. Hari ini Alex berniat membolos. Masa bodoh, bolos sehari tak akan mengurangi hartanya lagi pula perusahaan mendiang ayahnya sudah tak ada yang perlu dihiraukannya lagi.   Alex mengenakan kaos putih oblong dan celana jeans pendek asal. Dia ingin istirahat penuh hari ini, Alex masih bingung bagaimana ia bisa tertidur malam ini bersama Mia. Hampir mustahil, Alex yang notabenya mengidap insomnia sedari dulu dan hanya dengan mendekap Mia saat tidur ia bisa memejamkan matanya.   Alex menghela nafasnya. Piano, bermain piano adalah satu hal dimana ia bisa mengosongkan pikirannya. Jari alex mulai bermain di tuts piano itu. Dan dunianya menggelap. Alex berada di bawah sadar.   ***   Mia bercermin setelah usai mandi tadi, dia menatap tubuhnya yang berbalut dress katun berwarna hitam yang ada di lemari yang disediakan oleh Alex.   Alex, Pria itu membuatnya terheran-heran. Pagi tadi dia sangat lembut pada Mia membuatnya merona malu.   Mia juga baru sadar kalau Alex ternyata bisa tertawa. Mia tidur nyenyak semalam dalam dekapannya. Alex membuat Mia berdebar, eh?   Mia ingin menanyakan tentang siapa wanita yang Alex gauli semalam, tapi mengingat moodnya yang cepat berubah Mia urungkan untuk bertanya.   Alex adalah pria pertama yang tak ada batas dengannya. Mia tidak pernah seintim ini dengan pria manapun, berpelukan, berciuman dan saling menatap lekat. Ah! Dia jadi kesal memikirkannya, ini yang pertama untuk Mia. Tapi Alex? Bahkan semalam dia memergokinya sedang menggauli wanita. Tapi kenapa Mia harus kesal?   Mia harap mood Alex masih bagus seperti tadi pagi, dia mencarinya di rumah yang besar ini. Mia tak pernah sekalipun berkeliling melihat-lihat rumah Alex, alasan pertama adalah pelayan pelayan disini yang menatapnya tidak ramah dan yang kedua Alex, Mia takut dia marah. Padahal alasan Mia bertahan ditempat ini karena ingin mencari tahu kebenerannya. Tapi Mia malah sibuk oleh pesona Alex. Ah! Tidak mungkin!   Tidak banyak ruangan yang sudah dilihat Mia. Kamarnya berada di lantai dua. Ada beberapa pintu yang tertutup rapat disana dan Mia tak mau tahu ruangan apa itu. Sampai sekarang Mia juga tidak tahu dimana kamar Alex. Mia lebih sering melihat dia masuk keruangan kerjanya dimana pertama kali mereka bertemu. Para pelayan disini hanya muncul dijam jam tertentu dan tiap harinya selalu sama. Ya dan Mia juga baru sadar bahwa rumah ini di d******i dengan dinding bercat putih. Seperti rumah sakit jiwa. Pantas saja wajah pelayan disini seperti sangat tertekan, Mia yakin diantara mereka pasti ada yang menyesal karena telah ingin bekerja disini.   Mia mencari Alex ke ruangan kerjanya. Dia membuka pintunya dan tidak mendapati dia di ruangannya itu. Tapi... Mia mendengar suara lantunan piano dari pintu yang sedikit terbuka di sebelah ruang kerja Alex. Lantunan piano itu terdengar... menyayat hati, penuh keputus asaan dan menyedihkan, Mia memberanikan membuka pintu itu sedikit lebih lebar lagi dan mendongakan kepalaku dari pintu itu. Ini kamar Alex. Kamar ini minim cahaya walaupun ini siang hari. Alex tak membuka tirai kamarnya yang berwarna hitam itu tapi Mia bisa dengan jelas melihat Alex yang tengah bermain piano di sudut kamarnya. Sesaat Mia terpana melihat pesonanya yang bertambah kali lipat saat bermain piano, ia tampak sangat menghayati. Alex memandang sembarang arah dengan tatapan serius. Ia sedang fokus pada permainan pianonya. Mia mendapati permainan pianonya yang semakin klimaks, tidak lagi terdengar menyayat hati tapi lebih kemisteriusan dan keputusasaan. Mia terpana, dia tak menyangka seorang Alex lihai dalam bermain piano. Dia sampai tak mengedipkan mataku dan ikut menghayati permainannya.   Sampai klimaks akhir dan Alex menghentikan permainan pianonya.   Matanya masih memandang sayu setengah kosong. Lalu manik matanya menatap Mia yang sedang mematung di pintu kamarnya.   Alex sempat kaget tapi air mukanya dengan cepat ia ubah ke muka datarnya seperti biasa.   "Kenapa kau suka sekali mengintip Mia Clark." Kata Alex dingin.   Mia jadi gugup, lagi-lagi ketahuan mengintip.   "Eh. A-aku aku-u..." kata Mia gugup tak tahu harus berkata apa.   "Ada apa?" Tanyanya lagi.   "Tadi, eh, aku-u tak sengaja lewat sini dan mendengar suara piano. Jadi-i aku penasarah. Yah." Mia hendak pergi membalikan tubuhnya meninggalkan kamar Alex.   "Kenapa terburu buru? Kemarilah." Suaranya masih dingin.   Mia menoleh, Alex menatapnya tanpa ekspresi. Lalu Mia mendekatinya canggung.   "Permainan pianomu sangat bagus Alex! Kalau tidak salah dengar itu karya Philip Glass?" Mata Mia berkilat kilat mengatakannya.   Alex hanya berdehem singkat.   "Kau mau ajarkan aku?" Mia memberanikan diri, rasa takut saat bersama Alex memang masih menghantuinya. Tapi dengan cara menantangnya rasa takut itu sedikit demi sedikit dapat tertutupi dan membuat Mia rilex.   Alex menatap manik mata Mia masih tanpa ekspresi.   "Aku tak yakin." Katanya mencibir.   "Ah! Aku mohon ya Alex yaaa. Please." Mia mulai merajuk padanya. Mia mencoba menutupi rasa takutnya.   Alex mengangkat satu alisnya.. wajahnya tampak menimbang nimbang. Lalu tangan kirinya menepuk kursi piano itu mengisyaratkan untuk Mia duduk disitu.   Mia tersenyum senang.   Alex mengajarkan Mia basic utama bermain piano, do re mi fa so la. Wajahnya tampak benar benar serius mau mengajarkan Mia. Tapi Mia tidak fokus pada apa yang Alex ajarkan. Dia fokus padanya, Alex.   Mata abunya yang tak pernah bisa Mia baca. Mia seperti pernah melihatnya namun dia lupa. Diam diam Mia terpesona pada Alex.   Alex yang sadar tengah Mia perhatikan, menolehku sambil mengerutkan keningnya.   "Mia kau memperhatikanku tidak?" Nada kesal terdengar dari suaranya.   Mia menyeringai antara malu dan kaget.   "Ya begini kan?" Mia memencet tuts piano itu asal, mengulang nada do re mi berulang kali.   Alex menjitak kening Mia ,tidak keras namun terasa.   "Aduh!" Mia mengusap keningnya pelan.   "Kau tidak becus sekali!" Ejeknya.   Mia menyeringai lagi lalu menekan tuts piano ini asal tak berirama. Mia tertawa menggoda Alex yang menekukan wajahnya kesal.   Suasana berubah menjadi damai.   "Bukan begitu!" Selanya.   Tangan kanannya merangkul punggung Mia lalu membenarkan letak tangannya di piano. Dan menuntun Mia memencet tuts piano ini. Mia bergetar... disentuhnya.   "Semua jarimu harus bergerak." Lanjutnya lagi.   Oh yatuhan, Alex benar benar serius mengajari Mia. Mia merona malu. Padahal dia sama sekali tidak berniat untuk benar-benar belajar piano.   "Seperti ini?" Mia mengulangi nada yang tadi Alex contohkan. Mencoba untuk serius.   Alex mengangguk.   Mia mulai serius menggerakan jemarinya di tuts piano ini. Walau nadanya masih berantakan.   Mia menghentikan permainannya.   Lalu menoleh padanya.   "Alex? Apa selama ini kau tinggal sendiri di rumah sebesar ini?" Tanya Mia tiba-tiba.   Alex tak langsung menjawab. Mia takut, wajahnya yang dingin tanpa ekspresi kini bertambah kali lipat. Mia pikir dia pasti salah bertanya. Namun deheman pelan keluar dari bibirnya.   "Ya." Jawabnya singkat.   "Semalam itu kekasihmu ya?" Dan akhirnya Mia bertanya hal itu juga.   Alex menatap Mia dingin.   "Jika ya kenapa?dan jika tidak kenapa?" Alex balik bertanya padaku.   Mia menggigit bibirnya, sepertinya dia telah lancang karena banyak bertanya.   "Tidak apa apa." Kata Mia pelan.   Alex menyunggingkan senyum khasnya. Senyum dengan seringai jahatnya. Perasaan Mia jadi tidak enak jika Alex tersenyum seperti itu.   Wajahnya mendekat pada Mia membuatnya jadi gugup, pasti Alex akan...   Mia berpikir cepat apa yang harus dia lakukan, memejamkan mata atau bergeser. Tapi Mia lebih memilih memejamkan matanya.   Mia merasakan hembusan nafas Alex membelai wajahnya.   Alex mengulum senyumnya melihat raut wajah Mia.   "Berharap aku menciummu?" Katanya. Mia membuka matanya, Yatuhan kenapa dia bisa berpikir Alex akan menciumnya?   Mia mendengus lalu menggembungkan pipinya. Sial sial sial.   Namun jemari Alex tiba-tiba membelai pipi Mia lembut.   Jantungnya berdetak kencang, Mia menoleh Alex yang tengah menatapnya dengan tatapan... Mia tak tahu. Tidak ada senyum jahatnya, seringai menggodanya atau mencibir Mia. Alex menatap Mia lekat, Mia memaksimalkan detak jantungnya yang tak karuan. Mia membalas tatapan Alex sama lekatnya menatap manik matanya yang abu. Dia masih membelai pipi Mia.   Wajah Alex mendekat. Dan tanpa sadar bibirnya sudah berada dibibirnya, Mia memejamkan mata. Alex melumat bibir bawahnya lembut dan entah dorongan dari mana Mia membuka mulutknya dan membalas ciuman Alex. Nafas mereka semakin tak terkendali jantungnya memacu dengan cepat.   Alex memasukan lidahnya kedalam mulut Mia, Mia tak bisa menolak dan malah ikut memberi lumatan lumatan kecil dibibirnya, tangan Mia memegang punggung lengan Alex yang masih berada dipipinya.   Alex menyangkal semua ini bahwa dia menikmati ciuman ini.   akal dan pikirannya berbanding terbalik dengan ala yang ia lakukan.   Seharusnya tidak seperti ini.   Ini membuat Alex frustasi. Ini salah memang salah, seharusnya dia membuat gadis ini takut, merasa terintimidasi, merasa terkekang dan membuatnya tidak merasa nyaman sedikitpun.   Ingin melumat bibirnya secara kasar, tapi yang Alex berikan adalah lumatan lembut yang menggebu.   Ingin menatapnya dengan tatapan penuh benci, tapi yang Alex lakukan menatapnya ramah memberi ruang untuk Mia masuk kedalamnya.   Seharusnya Alex membuat Mia kehabisan nafas dalam.ciuman ini tapi lagi-lagi hatinya berkata lain.   Mereka berada di bawah sadar. Entah berapa lama mereka berciuman. Mia melepaskan ciumannya terlebih dahulu karena hampir kehabisan nafas. Nafasnya memburu begitu juga dengan Alex. Jarak wajah mereka masih sangat dekat. Sehingga Mia dan Alex saling merasakan hembusan nafas mereka masing masing yang penuh getaran.   Alex termangu, ini ciuman pertamanya yang ia hayati.   Mia tahu ini gila, tapi dia menikmati ciumannya dan tanpa Mia sadar kini, dia telah masuk kedalam lingkar hitam hidupnya.. Alex. tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD