Beberapa hari setelah kejadian itu Alex tidak pernah lagi menghampiri Mia. Mengacuhkannya dengan wajah dinginnya seperti biasa.
Mia sudah tak tahan lagi lebih lama tinggal disini. Dia harus segera menemui papanya dan juga Mia sudah berjanji pada Gio, setidaknya ia ingin menghubunginya dan memberitahu kabarnya.
Mia terbangun dari tidurnya pukul sebelas malam, huh selama tinggal disini ia tak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Bagaimana bisa? Tinggal bersama seorang pria gila membuatnya tenang? Tiba tiba rasa haus menjelajari tenggorokannya. Sial umpat mia dalam hati.
Ia beranjak dari tempat tidurnya dan keluar kamarnya untuk mengambil air.
Mia berhenti disebuah pintu yang sedikit terbuka, ruangan dimana pertama ia bertemu dengan Alex saat ia dibawa empat pria yang pantas disebut mafia kelas kakap itu. suara aneh terdengar dari dalam ruangan itu.
Lebih tepatnya... desahan yang tertahan, dan... deritan meja yang bergerak.
Mia yang penasaran mengintip lewat celah pintu yang sedikit terbuka itu.
Ah! Dan... astaga!
Wajah Mia memerah
Suara desahan itu berasal dari seorang wanita setengah telanjang yang sedang ditindih Alex. Mereka saling menggoyangkan pinggulnya cepat dan kasar.
Mia terkesiap saat Alex menolehnya sadar dengan keberadaan Mia. Dia langsung berlari kekamarnya cepat karena malu telah memergoki Alex yang sedang melakukan hubungan intim.
Mia mengatur nafasnya perlahan. Siapa wanita itu? Kekasih Alex kah? Mia memukul pelipisnya pelan. Kenapa ia ingin tahu?
Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi, di jaman seperti sekarang ini berhubungan intim seperti itu sudah bukan hal yang awam lagi. Apalagi bersama pria yang... Tampan seperti Alex.
Mia menghela nafas panjang lalu meraba bibirnya. Ciumannya dengan Alex tak berarti apa-apa. Padahal Mia selalu berpikir orang yang berciuman adalah orang yang saling mencintai. Tapi Alex? Mia menggeleng lemah lalu menenggelamkan kepalanya diselimut.
Ini sudah lewat tengah malam. Mia masih tidur diposisi yang sama tapi matanya masih tak bisa terpejam entah kenapa. Tak lama, sayup sayup terdengar seseorang membuka pintu kamar Mia. Mia memejamkan matanya pura pura tertidur
"Jangan pura pura tidur" katanya dingin.
Mia menoleh dari balik selimutnya. Alex tengah menatapnya datar.
"Pengintip. Sebagai hukumannya aku tidur denganmu malam ini" kata Alex lalu naik ke kasur Mia acuh dan merebahkan badannya disebelah Mia.
Mata mia membulat lalu bangun untuk duduk.
"Apa ? Tidur denganku? Tidak mau!" Kata Mia keras.
Alex menyunggingkan seringai jahatnya Lalu menarik Mia dalam dekapannya.
"Jika kau menolak aku akan memperkosakau disini juga. Jadi diamlah dan tidur." Kata Alex tenang.
Mia menepis lengan Alex yang kekar itu.
"kau belum puas bercinta dengan wanita tadi hah?" Kata Mia masih dengan membulatkan matanya.
"Belum, jika kau banyak bicara terus." Jawab Alex dengan seringai cabulnya.
Mia langsung terdiam lalu merebahkan kembali tubuhnya ke kasur memunggungi Alex. Alex tak mau menyerah ia langsung merengkuh tubuh Mia erat.
Tubuh Mia menegang.
"Alex!" Mia mencoba melepaskan lengan Alex yang melingkar ditubuhnya.
"Tenanglah aku hanya akan memperkosakau jika kau yang meminta. Jadi cukup diam dan tidur dengan tenang" kata Alex. Mia tak bisa membaca raut wajah alex sekarang. Mungkin dengan wajah jahatnya, jadi sekarang ia tak bisa melakukan apa apa lagi. Ia hanya diam dan pasrah dalam dekapan Alex yang sepertinya sudah tidur. Dan tanpa sadar Mia mulai mengantuk dan tertidur juga ...
Alex PoV
Aku membawa seorang wanita yang entah siapa namanya dari pub malam yang biasa aku kunjungi. p*****r. Dia terus menempel denganku semenjak aku berada di kelab malam itu, yah tujuan utamanya adalah menggodaku dan bermalam denganku. Aku tahu dia hanya berniat one night stand denganku dan ingin bercinta di kamar kelab ini.
Tapi aku mengajaknya kerumahku. Aku melihat dia sangat terkesan dengan rumahku yang besar ini. Dasar p*****r. Mau bagaimanapun semua p*****r itu murahan! Aku tidak menerima kata p*****r kelas atas! Yah dan tanpa banyak ba bi bu aku langsung memenuhi apa yang dia inginkan. Aku tidak terkesan dan tidak tertarik dengan wanita ini sesungguhnya cantik formal, cantik seperti p*****r lainnya.
Aku tidak langsung menelanjanginya hanya ku lepas bajunya asal dan menanggalkan branya. Kusibakkan roknya yang mini itu dan langsung melorotkan celana dalamnya. Dia berusaha membuka kancing kemejaku setengah tapi tak ku tanggalkan, dan tanpa banyak tingkah lagi dengan cepat dia membuka gesper celanaku dan membuka resletingnya memelorotkan celana dalamku tanpa membuka celana jeansku aku langsung memasukan ereksiku yang menegang kedalam kewanitaannya. Gerakanku sedikit kasar dan cepat. Sepertinya wanita ini sangat terburu buru dan sudah haus untuk bercinta. Dia sangat menikmatinya. Desahan menjijikan keluar dari mulutnya. Aku langsung membenci wanita ini. Semua p*****r harus mati! Mataku menggelap. Tanganku membelai lehernya pelan sambil terus menggoyangkan pinggulku lalu saat jariku berada di urat nadi lehernya aku menekan tanganku lebih keras. Wanita itu tercekat desahannya sedikit tertahan karena sulit bernafas. Sambil terus menggoyangkan pinggulku memperdalam ereksiku kedalam kewanitaannya aku juga lebih keras menekan tanganku kepusat nadinya. Aku ingin membunuhnya tanpa darah. Tanpa jeritan. Tanpa harus menusuknya dengan samurai. Aku menikmati gerakan tanganku yang menekan kuat lehernya dan juga percintaan panas kami. Bagaimanapun juga aku benci wanita wanita jalang seperti mereka. Mereka menjijikan tak punya harga diri dan sampai tak tau diri. Aku berhenti menekan lehernya saat tersadar sepasang mata tengah memperhatikan kami di balik cela pintu ruanganku yang sedikit terbuka. Mia Clark. Mata hitamnya membulat dan wajahnya merah seperti kepiting rebus. Ia beranjak kaget dan berlari setelah mengetahui aku memergokinya.
Sial!
Aku menghentikan aktifitasku. Lalu mencabut ereksiku dari kewanitaan p*****r ini. Bahkan kami belum mendapat o*****e sama sekali.
Wanita itu tersengal sengal karena cekikanku yang berbarengan dengan percintaan panas kami.
Aku masih bingung. Setiap kali aku menatap mata hitam Mia Clark mau disengaja ataupun tidak selalu membuatku tersadar dan dapat berpikir jernih. Inilah alasanku mengabaikannya 4 hari kebelakang ini. Aku ingin ia menderita secara perlahan, tapi bagaimana bisa aku melakukannya jika kelemahanku terletak dimatanya. Dia wanita pertama yang membuatku bertindak seperti orang bodoh.
Aku mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan dan memberikannya ke wanita jalang itu yang sedang memakai pakaiannya kembali.
"Cepat pergi. Atau aku benar benar membunuhmu." Aku berteriak padanya. Dia menatapku takut tapi tetap mengambil uang yang kuberikan. Dasar jalang! Mengingat dia yang hampir mati ditanganku dia masih tetap tak punya harga diri. Dia beruntung malam ini. Karena, Mia.
Aku merapikan bajuku yang berantakan lalu kuhempaskan diriku ke kursi kerja mendiang ayahku. Aku selalu nyaman berada disini.
Aku jadi teringat pagi itu, dimana Mia menanyakan apa aku menyukai warna putih. Sebenarnya ya. Tapi aku lebih dominan menyukai warna hitam. Aku tersenyum kecut memikirkannya. Mia pasti sangat bosan dan jenuh berada di ruangan serba putih itu. Ya, setidaknya aku berhasil untuk hal itu. Mia tak suka ruangan yang menjadi kamarnya sekarang. Dia membuatku banyak berpikir akhir akhir ini, satu hal lagi yang membuatku gemas melihatnya. Mia selalu berkata dengan suara yang tinggi atau setengah berteriak padaku dengan nada yang sedikit menantang padahal aku lihat dari matanya dia masih menyimpan ketakutannya padaku. Ah! Aku mengacak ngacak rambutku frustasi. Gila ya ini memang gila. Aku harus meluruskan semua ini.
Aku membuka pintu kamarnya perlahan. Aku sempat melihat dia masih membuka mata dan pura pura terpejam..cih. aku tersenyum miring.
"Jangan pura pura tidur" kataku dengan nada dingin.
Dia membuka matanya dan menoleh padaku dengan wajah polosnya.
"Pengintip. Sebagai hukumannya aku tidur denganmu malam ini" kataku dengan seringai jahatku. Lalu dengan santainya aku merebahkan badanku disebelahnya.
Dia langsung membelalak kaget dan bangun dari posisi tidurnya.
"Apa? Tidur denganku? Tidak mau!" Katanya berteriak padaku. Aku suka melihatnya seperti ini dibanding menatapku penuh kesedihan.
Aku menariknya kedalam dekapanku. Dengan cepat dia menolak dan menyingkirkan lenganku dari tubuh rampingnya.
"Kau belum puas bercinta dengan wanita tadi hah?!" Mia melotot padaku kesal.
"Belum, jika kau banyak bicara terus." Kataku tenang namun aku menatapnya dengan tatapan 'ingin'
Seakan mengerti tatapanku ia jadi terdiam lalu merebahkan kembali badannya untuk tidur namun memunggungiku segera aku memeluk tubuhnya dari pinggir bisa kurasakan tubuhnya menegang saat mendapat pelukanku. Aku tersenyum jahat. Dia mencoba melepaskan pelukanku lagi tapi aku semakin mengeratkan pelukanku.
"Alex!" Teriaknya.
"Tenanglah. Aku hanya akan memperkosakau jika kau yang minta. Jadi diamlah dan tidur dengan tenang." Kataku tanpa ekspresi. Dia tak berbicara lagi dan mulai menerima pelukanku. Aku bisa mencium aroma rambutnya, nyaman sekali tidur dalam posisi ini. Aku memejamkan mata, dan tertidur.....
Aku terbangun karena badanku yang penuh keringat. Tunggu dulu, aku bisa tidur? Aku mendapati Mia yang masih tertidur dalam dekapanku, kini posisinya berbalik menghadapku tidak seperti malam ia memunggungiku, dia bergerak dari tidurnya lalu aku pura pura memejamkan mataku.
Kurasakan ia terbangun dari tidurnya, mengangkat kepalanya yang tadi berada di lenganku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya mengenai wajahku. Aku sedikit mengintip membuka mataku sedikit. Di sedang menatapku dengan tatapan... bukan, bukan menggoda seperti wanita yang kuketahui atau tatapan ingin seperti wanita wanita jalang yang melihatku. Aku tidak dapat mengartikan tatapan itu, kurasakan jemarinya menyentuh pipiku lembut. Lalu menyentuh lurus hidungku.
"Sudah puas memperhatikanku?" Kataku membuka mata.
Aku bisa lihat Wajah Mia merona merah. Dia pasti malu.
"Apa aku membangunkanmu?" Tanyanya.
Ah aku benci, dia menatapku lembut sekarang dengan wajah yang sedikit merasa bersalah.
"Tidak juga." Jawabku. Dan wow, aku kaget dengan sikapku yang bisa mengendalikan diri setenang ini.
Dia mengangguk pelan,
"Oh. Apa kau tidak kerja hari ini?" Tanyanya hati hati, aku tahu dia masih sedikit canggung untuk sok akrab denganku.
"Tidak, aku bisa bolos kapan saja." Jawabku enteng
Dia menaikan sebelah alisnya. Aku tahu dia ingin menanyakan apa pekerjaanku namun ia urungkan.
Kepalanya ia sandarkan lagi di antara ketiak dan lenganku tangannya menyentuh perutku namun ia tarik lagi karena malu mungkin. Aku segera menarik lagi lengannya dan aku taruh didadaku. Mia tak menolak, aku lihat wajahnya semakin merona.
"Apa tidurmu nyenyak?" Tanyaku yang tak kusadari bisa keluar dari mulutku.
Mia mengangguk.
"Kau juga?" Dia mendongak menatapku.
"Ya, sepertinya aku akan sering tidur denganmu." Kataku mulai menggodanya. Dia mencubit perutku kasar. Bukannya aku yang meringis tapi malah dia yang meringis sakit karena mencubit perutku.
"Auwh"
Aku tertawa geli melihatnya. Tunggu, ini bukan tawaku yang biasa kubuat buat, tapi ini tawa lepas. Sudah lama aku tak bisa tertawa seperti ini.
Ada yang salah denganku. Ya aku harus segera meluruskannya.
tbc