bc

FullHope

book_age12+
3
FOLLOW
1K
READ
HE
tragedy
scary
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Jean Derau, seorang dokter berprestasi yang ternyata harus menyapa hari-hari terakhirnya karena mengidap kanker stadium akhir. Ia seorang dokter, namun bahkan tak mampu mengobati luka yang kian mengikis tubuhnya. Penyakit itu melumpuhkan dirinya. Hingga saat kekasihnya tahu ia berpenyakit, ia langsung diputus cintakan oleh wanita itu. Ia pun berlara, dan bahkan hendak melakukan aksi bunuh diri. Namun sepucuk surat menghampirinya, dan ternyata di dalamnya terselip sebuah brosur yang menyelamatkan jiwa Derau.

Derau, hatinya kembali bangkit tatkala melihat isi dari brosur tersebut. Sebuah brosur yang di dalamnya tertulis kalimat "FullHope". FullHope adalah sebuah tempat di penghujung asa, yang berada di bawah naungan Nevau Corporation. Semua orang yang berada di tempat itu kemungkinan besar akan meninggal. Mereka berkumpul disana bukan untuk mati bersama, namun mereka semua ingin mengakhiri hidupnya dengan penuh makna. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang berprestasi, dan berharap akan menciptakan sesuatu hal yang berguna sebelum gugur usia.

Nevau Corporation, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang kemanusiaan, akan menjadikan anggota tim ini sebagai manusia yang bermanfaat. Perusahaan ini menyediakan fasilitas, motivasi diri, dan pelatihan kepada anggota tim untuk dapat memaknai waktu. Tak hanya itu, anggota juga dapat mengajukan dana untuk sebuah projek. Jiwa Derau pun segera terpanggil, lalu ia bergabung ke dalam tim FullHope. Disana ia berniat untuk menciptakan serum efektif pembunuh segala virus dan juga serum ampuh pelenyap kanker.

Suatu hari, secara tak sengaja ia menangkap pembicaraan antara Nevau, si pemilik perusahaan dengan seseorang lainnya. Ia memutuskan untuk melenyapkan serum itu, setelah mendengar sepotong perkataan dari mereka. Pembicaraan apa yang menyebabkan Derau menghentikan mimpinya? Siapa pula orang yang sengaja mengundangnya dengan mengirimkan surat? Jawabannya hanya ada di lembaran putih itu, di sepucuk surat terakhir.

chap-preview
Free preview
Prolog
Tak peduli seberapa banyak waktu yang dimiliki, melainkan seberapa banyak kebaikan yang telah diberikan kepada waktu.(Fanila, 1-1-2015) Paris, Perancis Sang senja menjulangkan penanya, menumpahi hamparan kanvas cakrawala dengan tetesan tinta jingga tua. Ia melukiskan betapa memesonanya wajah langit di sore hari. Burung-burung mengudara, ditambah kicauannya yang menyapa hangat jiwa setiap insan. Hari ini sebenarnya begitu indah, namun beberapa orang tak dapat menikmati cuaca cerah disana, di atap cakrawala yang dipenuhi jutaan angan impian dan kilauan harapan. Seorang pria menengadah ke atas, ke atap cakrawala yang bersimbah cahaya terang. Ia memandangi sang alam dari balik jendela. Tatap mata tajamnya menembus kaca ruang miliknya, melihat keluar, ke arah menara yang menjulang tinggi. Pikirannya berlarian kesana-kemari, merenung berbagai macam sulutan kejadian yang menarik perhatiannya. Goresan wajahnya menggambarkan kepiluan yang teramat mendalam. Dia sendiri, disini, di tepian jurang kehidupan yang mulai menenggelamkan asanya. Jean Derau, seorang dokter yang sudah menyelamatkan nyawa banyak orang. Telah meraih banyak penghargaan karena berhasil dalam berbagai macam penelitian kesehatan. Melalui tangan-tangan dinginnya, menjadikannya seorang dokter muda yang namanya termuat dalam berbagai media massa terkemuka. Sudah banyak hasil temuannya yang kemudian bermanfaat dalam bidang kemanusiaan. Derau bersandar lirih pada wajah bangku, tangannya menggenggam secarik kertas yang lekat sejak sejam yang lalu. Sebuah kertas yang berbicara, bahwa ia terkena sebuah penyakit ganas, kanker hati kronis. Ia seorang dokter, namun bahkan tak mampu mengobati luka yang kian mengikis tubuhnya. Ia mampu menyelamatkan nyawa orang lain, tetapi nyatanya tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Suara deringan pelan berdengung ke dalam telinganya, menjatuhkan fantasinya yang sudah terbang melangit. Lesat saja Derau melirik, lalu menggapai ponsel yang terbaring di ujung meja. Sebuah pesan termuat di layar ponsel, kemudian ia beranjak dari bangkunya, dan segera pergi ke Eiffel. Karena kekasihnya meminta dia untuk menjumpainya di area menara cantik tersebut. Sejenak, Derau keluar dari rumah sakit, tempat yang selama ini banyak menjawab semua tentang pribadinya. Tempat dimana ia mulai meniti kehidupan, menjadi manusia yang berguna bagi orang banyak. Ia pergi ke Eiffel dengan menggendarai mobil pribadi miliknya. Sebuah sedan yang tak lama ini ia beli, karena kini penghasilannya sudah semakin memukau, melambung tinggi. Setengah jam kemudian, langkah kaki Derau menghiasi jalan-jalan di pesisir Eiffel. Pandangannya menoleh ke kiri dan kanan, melacak keberadaan kekasihnya itu. Akhirnya selama kurang dari sepuluh menit mencari, matanya menangkap sesosok wanita yang tengah bersangga pada sebuah bangku. Wanita itu sesuai dengan yang dikodekan padanya, menggunakan dress merah dan bondu berlambang bunga cantik tepat di kepala. Derau menatap wanita itu dari posisi belakang, sedangkan wanita tersebut menatap ke depan, menanti kekasihnya untuk segera menyapa dirinya. Derau lesat menghampiri wanitanya itu, "Maaf, aku hampir kehabisan waktuku." tuturnya ketika tepat di samping Aunette. Aunette lekas tegap, mata tajamnya beradu sorot mata, dan posisinya berhadapan dengan pria berkacamata itu, Derau. "Aku benar-benar mencintaimu, tapi.." Sebelum sempat berbicara, Derau malah memenggal perkataan gadisnya, "Aku tahu kondisiku buruk sekarang, tapi... kumohon... kau.." pintanya sekuat hati. "Maaf, aku tak bisa lanjutkan hubungan ini.. kita.." "Putus, iya kan?" wajah Derau semakin kalut. Ucapan wanita itu membekas di hati Derau untuk beberapa saat. Aunette menganggukan wajahnya pelan, tanda memberikan jawaban iya. Kemudian dia berbalik arah, lalu pergi, meninggalkan sejuta lara bagi pria berusia 27 tahun itu. Bunga merah yang erat di genggaman Derau pun terjatuh, terhempas oleh semilir angin yang kian menyayat mahkota mawar menjadi beberapa helai. Mawar yang beberapa waktu silam ia beli di tepi jalan, sehingga membuat kekasihnya menanti terlalu lama, menunggu pada wajah bangku taman yang menghadap Eiffel. Eiffel, satu menara menjulang yang diagung-agungkan banyak umat manusia, namun justru ia hanya bungkam tak bicara. Menjadi saksi bisu asmara antara dua anak adam. Ia menyaksikan Derau dan Aunette menjalin cinta, merajut asmara, dan juga berputus cinta disini. Eiffel, tempat berjumpa dan berpisahnya dua insan dunia. Tempat yang mengikat dua tali cinta, sekaligus menjadi neraca bencana bagi sepasang tali hati. Mata Derau terus memandang ke depan, dan perlahan mendapati Aunette yang semakin jauh, lesap dari pandangannya. Ya, begitu pula rasa cinta yang dibawa oleh Derau, ia harus mulai merelakan semuanya, yaitu cinta, harta, bahkan yang lebih berharga, nyawa. Derau tegak sendiri, disini, sambil menatap lengkungan cakrawala yang mulai dinodai bercak merah. Dia takkan pernah tahu, apakah itu langit-langit terakhirnya, atau masih cukup banyak waktu untuk mengukir kisahnya di penghujung usia. Namun ia terus berharap, semoga waktu yang tersisa dapat menjawab semua curahan isi hatinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.6K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
30.3K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.4K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
4.2K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook