bc

Elegi Esok Pagi. (My beloved girlfriend)

book_age18+
648
FOLLOW
2.7K
READ
love-triangle
family
friends to lovers
tomboy
powerful
boss
student
drama
bxg
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

"Untuk mereka yang terbiasa ditinggal pergi. Untuk hati yang selalu ditakdirkan untuk menanti.

Tegarlah.

Kuatlah untuk bertahan meski kesakitan."

Namanya Cahaya Matahari, namun sepanjang hidupnya terlalu banyak dihabiskan untuk mencari kehangatan. Dia Matahari paling dingin yang pernah ada.

chap-preview
Free preview
1
Dingin semakin terasa menggigilkan saat air beriak dan mulai bersemu merah. Sepasang mata cokelat yang sudah basah semakin meredup perlahan. Samar... Di matanya seorang wanita paruh baya sempat tersenyum setelah kemudian membawanya turut masuk ke dalam dinginnya air di waktu subuh datang. Ia mengerjap berkali-kali. Kaki dan tangan kecilnya bergerak untuk menggapai tepian. Namun, semuanya terasa semakin berat. Ia jatuh ke dasar luka paling dalam. Gadis kecil berambut panjang yang menggenggam pita berwarna jingga. Tenggelam di antara pergantian waktu. Saat matahari harus kembali bersinar, mengusir sepi, serta bulan dan bintang. Aku, mati di dalam! Untuk mereka yang terbiasa ditinggal pergi. Untuk hati yang selalu ditakdirkan untuk menanti. Tegarlah Kuatlah untuk bertahan meski kesakitan. *** Segerombolan pelajar berlari sambil berteriak dari tikungan, beberapa dari mereka membawa balok kayu juga kantong kresek hitam yang berisi bom molotov alias batu. Sementara itu, gadis berseragam SMA yang tengah melintas itu mulai panik. Ketika ia akan berbalik arah, segerombolan siswa dari sekolahnya juga sudah siap bertempur melempar batu ke udara. Tangannya gemetar mendekap tiga buah buku paket yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Saat matanya berkeliling untuk mencari tempat persembunyian terdekat, yang ia temukan hanyalah sebuah pohon di pinggir jalan yang sangat langsing. Bersembunyi di sana sama saja bunuh diri, tapi berdiam diri di tempat juga sama saja menyerahkan nyawa pada malaikat maut. Sialnya ini adalah hari pertamanya mengenakan seragam putih abu-abu, dan mungkin juga yang terakhir (?) Sewaktu ketakutan membuatnya bingung harus berbuat apa, saat itu juga ia merasakan seseorang menarik lengannya kuat dengan sentakan keras. Gadis itu nyaris saja berteriak sambil mengangkat buku di tangannya untuk memukul siapa pun, yang menyentuhnya. Akan tetapi, semua itu diurungkan begitu melihat sosok yang ia kenal menatapnya dingin penuh ketidaksukaan. "Ata?" ucapnya tidak percaya. Dengan gesit, keduanya berlari lalu menyelinap ke sebuah dinding pembatas area sekolah dengan trotoar yang sudah berlubang. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk dilewati dan menyembunyikan diri. Setelah mendapatkan dorongan keras, gadis yang masih ketakutan itu mengikuti instruksi seseorang yang menyelamatkannya. Ia berhutang budi lagi pada orang itu. Lagi. "Makasih, A–" "Ck, t***l banget sih!" Gadis berambut panjang itu terdiam kaku mendengar sahutan tersebut. Manusia di depannya tidak pernah berubah. Masih sama, keras juga kasar. Seberapa banyak ia berusaha untuk mendekat, sebanyak itu pula luka-luka yang ia dapat. Tatapan mata cokelat terang itu masih setajam mata pedang yang siap menghunus lawan. "Tunggu, jadi kamu sekolah di sini juga?" Aya masih setengah tak percaya. "Selama ini aku sering lihat kamu, nggak nyangka akhirnya kita bisa ketemu setiap hari sekarang." Sorot kegembiraan itu jelas tidak bisa disembunyikan. Aya tersenyum lebar penuh kebahagiaan, akhirnya penantian yang selama ini ia genggam menjadi satu kenyataan. Berbeda dengan lawan bicaranya yang masih bungkam dengan raut wajah yang semakin dingin. "Jadi selama ini kamu ngilang ke mana? Kita pulang sama-sama, ya?" "Ck, dasar bego!" Sepasang mata Aya berkedip heran. Tidak menyangka dengan reaksi yang ia terima barusan. Gadis itu tertawa tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Ia menatap Ata heran. Bukankah baru saja Ata menyelamatkannya, tapi secepat itu juga gadis itu menjadi sosok yang kaku? "Aku masih nggak ngerti deh, Ta. Kamu tuh kenapa sih jadi kayak gini? Kalau ada masalah ngomong biar aku tau," ucap Aya. "Aku jelasin pun kamu nggak akan ngerti. Lagian itu juga bukan hakku." Ata berbalik. Kakinya siap melangkah lebih jauh untuk pergi. Tapi, lengannya sudah ditahan lebih dulu oleh Aya agar tetap tinggal. "Kita bukan anak kecil lagi." Ata menyingkirkan tangan Aya dengan sentakkan keras. "Kenapa nolong aku segala, sih? Biarin aja aku mati ketimpuk batu sama mereka, dari pada sikap kamu kayak gini terus. Nggak jelas, egois tau nggak?" "Ya, udah balik sana kalo mau mati! Terserah!" ujar cewek berambut sepundak yang baru saja menyelamatkannya. "Ay!" teriak seseorang dari balik gedung bangunan yang masih dalam proyek pengerjaan. Seorang gadis berambut panjang ikal berlari mendekatinya dengan wajah panik. Namanya Devi Rosalita, kerap disapa Vivi. Namun, saat gadis yang di panggil Aya itu kembali memutar kepalanya ke depan. Seseorang yang menyelamatkannya telah hilang kembali. Secepat cahaya, hanya dalam satu kedipan mata. "Kamu nggak apa-apa? Tadi, aku ketemu gerombolan anak tawuran, untung aja masih selamet!" ucap Vivi mengelus d**a. Aya masih tidak berreaksi, kejadian singkat yang kembali membuat nyawanya selamat itu masih menyisakan bayangan. Seseorang yang pernah menemani di masa lalu lagi-lagi muncul memaki Aya setelah menyelamatkannya dari bahaya. Seorang gadis berambut cokelat yang panjangnya hanya sebatas bahu. Seragam sekolah yang sama dengannya, hanya saja gadis berambut cokelat tadi terlihat sedikit berantakan dibandingkan dengannya. Seseorang yang selama sembilan tahun terakhir ia cari ke manapun. Mendadak muncul menjadi sosok asing untuknya. "Ay?" sentak Vivi menggoyang lengan Cahaya kuat. "Hah? Kenapa?" "Kamu yang kenapa? Kepalamu kena batu?" tanya Vivi dengan dahi berkerut. "Enggak, kok. Aku enggak apa-apa." "Balik, yuk!" Gadis itu hanya mengangguk setuju. Keduanya memilih jalan pintas yang berada di sekitar area pembangunan gedung. Mencari jalan yang aman dari rombongan siswa tawuran yang tidak pernah bosan melakukan aksinya. Mungkin Aya harus seperti mereka demi malaikatnya. Anak tawuran yang kesakitan, tapi tidak pernah menyerah untuk menaklukkan lawan. *** Genap sepuluh tahun sudah ia menggenggam sisa-sisa kenangan yang ada. Kebahagiaan yang sekarang ia miliki jelas berbeda dengan kebahagiaannya dulu. Aya bahagia, berkumpul dengan ayah juga mama. Di rumah besar berlantai dua yang di d******i dengan warna biru terang dan putih itu, dulunya dihuni oleh empat orang, namun sejak tiga tahun yang lalu kakak laki-laki Aya memutuskan untuk pergi ke luar negeri dan melanjutkan studi di negeri kangguru. Rumah besar itu memang mewah, tapi terlalu dingin. Lampu kamar menyala terang, tirai jendela tertutup, hanya menyisakan sedikit celah untuknya mengintip langit malam. Aya menghela napas pendek, kejadian satu tahun silam saat ia terjebak di tengah tawuran itu membuatnya terus terbayang akan sosok yang ia rindukan. Kemarin lusa ia nyaris saja beradu kuat dengan mobil, tetapi Ata datang menolong. Gadis berambut sepundak itu datang dan menarik tangannya kasar agar tidak terjadi tabrakan. Tidak ada sepatah kata yang keluar, tapi tatapan mata itu masih sama menyiratkan kebencian. Aya rindu, tapi tidak bisa mengungkapkannya. Aya ingin kembali bersama, tapi seseorang yang ia harapkan sama-sekali tidak bisa di gapai sampai sekarang. Gadis manis berlesung pipit itu menghela napas berat. Selama hampir dua tahun berada dalam lingkungan sekolah yang sama, pun. Sampai detik ini tak pernah bak sepatah kata dari Aya yang dibalas oleh Ata selain ucapan-ucapannya yang dingin menggigilkan. Sebaliknya, hanya tatapan marah, benci, dan kecewa yang selalu ditujukan pada Aya. Ia mengintip ke luar jendela, menatap benda langit yang menjadi bagian dari namanya. Bulan pun, sama mengintip dari balik awan ditemani ribuan bintang. Lalu ia tersenyum tipis, namun kemudian menunduk kelu teringat sesuatu. Helaian rambut hitamnya jatuh menutupi wajah ayu. Hingga sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunan kacau Aya dari kebisuan yang mendera. Gadis itu berjalan cepat mendekati pintu, lantas mendapati ayah yang tersenyum hangat berdiri di sana. "Kenapa, Yah?" tanyanya. "Makan dulu, yuk! Mama udah nungguin di bawah." "Oke, nanti Aya nyusul." Pria paruh baya itu tersenyum tipis mengusap rambut hitam putrinya. "Jangan lama-lama!" peringat ayah menowel hidung mancung putrinya. Cahaya mengangguk sekilas. Setelah melihat ayah menuruni tangga, pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto yang terletak di atas meja. Ia tersenyum kecil lalu menutup pintu kamar dan segera turun untuk makan. Hanya selembar foto yang menampakkan dirinya. Dan teman dari masa lalunya. BERSAMBUNG!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
984.6K
bc

CRAZY OF YOU UNCLE [INDONESIA][COMPLETE]

read
3.2M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook