Suasana hening tidak lagi ada yang berkata-kata. Keduanya sama-sama disibukan dengan pikiran masing-masing. Salwa sedang sibuk mengira dan menebak di mana keberadaan Alvin beralih dia juga menebak nama obat yang disebutkan salah satu temannya saat di klub. Sementara Ibra justru sedang membayangkan apa yang Alvin lakukan pada waitress muda yang dia seret masuk ke hotel.
“Mas Ibra,” panggil Salwa takut-takut. Ada yang harus dia tanyakan agar tidak terus dilanda penasaran.
“Kenapa Wa? Kamu mau ngomong apa? Jangan sungkan sama aku. Aku temannya Alvin, tidak akan masalah ini sampai ke telinga kak Wengi, Ibu Wati atau pun Papanya Alvin.”
Salwa menggeleng, bukan itu maksudnya memanggil Alvin. Namun, Salwa tidak bisa langsung berbiara karena dia berpikir apa yang akan dia tanyakan mungkin sesuatu yang tidak pantas untuk dibahas dengan Ibra. Jemarinya terlihat saling bertaut, terkadang Salwa malah memainkan ujung kerudung yang dia kenakan. Ibra bisa melihat keraguan yang tampak jelas di wajah Salwa.
“Kamu ngomong saja, kalau aku bisa bantu, aku pasti bantu. Kalau kamu diam begitu aku malah tidak bisa bantu apa-apa.”
Kalimat Ibra membuat Salwa mendongak seketika, melempar arah pandangnya pada Ibra yang sedang fokus menyetir.
“Ee, Mmm, itu, aku mau tanya anu, apa ya.”
Ibra masih sabar menunggu sebuah pertanyaan yang terlihat begitu susah Salwa ucapkan. Namun, Salwa juga sudah searching lewat mesin pencarian di ponselnya tahu kalau sesuatu yang akan dia tanyakan itu sangat tabu untuk dibahas dengan lawan jenis. Apalagi Ibra adalah sahabat Alvin sehingga Salwa takut untuk menanyakan hal itu.
“Blue Wizard itu obat perangsang kan,” cicit Salwa amat pelan dengan nada tanya.
“Kamu tahu dari mana?” tanya Ibra yang malah balik bertanya pada Salwa.
Pasalnya dia kaget kenapa cewek sepolos Salwa bisa tahu salah satu obat perangsang yang memang banyak dijual di situs jual beli online.
“Tadi aku dengar ada yang bisik-bisik masukin dua puluh tetes Blue Wizard ke minumanku.”
“Uhuk, uhuk, uhuk.” Ibra terbatuk-batuk mendengar apa yang disampaikan Salwa.
Dia seketika menghentikan mobilnya untuk sejenak meneguk air mineral agar batuknya berhenti. Dua puluh tetes Blue Wizard itu di luar batas wajar dosis pakai yang tertera. Namun, Salwa terlihat baik-baik saja. Ibra menindai tubuh Salwa dari atas sampai bawah hingga dia terlihat gelagapan.
“Kamu kok ngelihatinnya begitu sih?” Salwa membuang muka yang terasa menghangat mendapat tatapan meneliksik dari Alvin.
“Dua puluh tetes Blue Wizard itu bisa bikin kamu teramat gerah, kepanasan dan terangsang. Dan sudah dipastikan kamu sekarang bugil tanpa sehelai benang pun. Kamu juga kagak bakal bisa mengontrol mulut untuk ngomong apa karena yang pastinya akan mengucapkan kata-kata vulgar sesuai dengan desakan libido dalam tubuh kamu.”
“Separah itu?”
“Iya.”
“Alhamdulillah,” seru Salwa seraya mengusap kedua telapak tangannya ke wajah sebelum Ibra menyelesaikan kalimat yang sebenarnya belum selesai dia tuntaskan.
“Aku denger mereka bisik-bisik seperti itu. Terus katanya minuman itu tertukar ke meja sepuluh di lantai dua.”
“Uhuk, uhuk, uhuk.”
Ibra kembali terbatuk-batuk. Kali ini batuknya semakin parah hingga Salwa membantu memukul-mukul punggung Ibra untuk menghentikan batuknya. Sekarang Ibra bukan hanya kaget, dia juga merasa kalau apa yang terjadi pada Alvin sekarang sudah menyelamatkan sang pacar dari keisengan dan kejahilan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
“Mas Ibra kenapa sih? Dari tadi batuk-batuk mulu. Nih, minum lagi.”
Ibra langsung menerima air mineral yang diulurkan Salwa, dia menenggaknya hingga kosong dan membuangnya asal keluar jendela.
“Kita lanjut pulang ya, ini sudah hampir tengah malam,” putus Ibra yang sudah tidak ingin melanjutkan pembahasan tentang Blue Wizard dan lainnya.
Ibra tidak ingin kelepasan bicara, biar nanti dia yang akan menceritakan hal ini pada Alvin agar sahabatnya itu tahu kalau ternyata pelayan itu justru menyelamatkan Salwa meskipun yang ada kini malah Alvin mungkin sudah melakukan sesuatu yang sudah sangat jelas dilarang dalam agama mereka. Parahnya lagi kalau pelayan yang diseret Alvin itu ternyata terpaksa melayani Alvin. Karena Ibra tahu tidak semua pekerja di klub bersedia melayani tamu dengan servis plus-plus.
Mobil kembali hening, Ibra hanya ingin secepatnya mengantarkan Salwa dan kembali lagi ke klub untuk memastikan kalau Alvin baik-baik saja. Dia tidak bisa membayangkan seganas apa Alvin memperlakukan pelayan itu. Dua puluh tetes pasti membuat Alvin tidak sadar dengan apa yang sudah dia lakukan.
Mau tidak mau Ibra bergidik membayangkan apa yang terjadi pada sahabatnya yang bisa dia pastikan tidak akan bisa mengontrol dirinya yang sudah dipenuhi nafsu dan hasrat birahi karena dorongan obat perangsang yang tidak sengaja dia minum.
Mobil Ibra sampai di depan gerbang rumah milik sahabatnya, dia beberapa kali menekan klakson mobil meminta satpam malam yang berjaga membukakan pintu untuknya. Ibra juga tidak lupa menurunkan jendela mobil dan memperlihatkan wajahnya pada kamera yang terpasang di depan gerbang. Benar saja, tidak berapa lama pintu gerbang kokoh itu pun terbuka.
“Nganterin Salwa, Pak,” ujar Ibra pada satpam yang langsung mempersilakannya masuk.
“Terima kasih mas Ibra sudah mengantarkan aku sampai ke rumah,” ujar Salwa sembari melepas safety beltnya saat mobil Ibra berhenti tepat di depan pintu utama rumah Alvin.
“Kali ini kamu selamat, lain kali belum tentu keberuntungan masih berpihak, Wa. Aku cuma pesan kalau kamu jangan terlalu percaya dengan orang lain, meskipun itu teman sendiri. Kota ini kejam Wa, beda dengan di desa yang orang-orangnya mungkin masih banyak yang polos seperti kamu.”
“Siap mas, sekali lagi terima kasih.”
Salwa keluar dari mobil Ibra setelah melihat sahabat Alvin mengangguk. Dia langsung berjalan pada pintu otomatis di samping pintu utama menempelkan jarinya pada finger print yang terdapat di samping pintu agar dia bisa masuk tanpa membangunkan siapapun.
Salwa berbalik badan dan melambaikan tangan pada Ibra sebelum dia kembali menutup pintu. Ibra pun langsung menjalankan mobilnya setelah memastikan Salwa masuk ke dalam rumah dengan selamat. Tujuan Ibra kini kembali ke klub malam untuk mencari Alvin.
Dia sama sekali tidak bisa tenang meninggalkan Alvin sendirian di sana. Dia harus memastikan kalau sahabatnya baik-baik saja. Dia tidak bisa menutup mata akan apa yang Alvin alami malam ini. Martin dan Louise mungkin bisa menganggap enteng hal ini, tapi untuk dia ini bukan masalah sepele.