2. AWAL YANG BURUK

1320 Words
Andrea tengah fokus membereskan meja kerjanya, sebelum ia tinggalkan. Rasanya berat meninggalkan tempat yang sudah menemaninya melewati hari-hari berat. Membantunya melupakan sejenak masalah yang membuatnya mengalami keterpurukan. Banyak tawa yang ia dapat di ruang HRD. Menemukan keluarga ke dua di ruangan ini. “Ini untuk kamu, An.” Tata mendorong sesuatu di atas meja kerja Andrea. Berupa makanan yang membuat kening Andrea mengernyit heran. Namun satu sisi juga membuatnya merasa senang karena merupakan makanan kesukaannya. “Coklat?” “Iya. Hadiah perpisahan untuk kamu yang sebentar lagi masuk kandang singa. Semoga kuat dalam menghadapi si bos galak berhati dingin,” jelas Tata. Jawaban temannya membuat Andrea tersenyum. “Jangan bilang begitu. Pak Naka tetap orang yang harus kita hormati.” “Aku tahu, tapi rasanya belum terima kamu pindah dan jadi sekretarisnya dia. Terakhir yang aku ingat, dia datang ke hotel, terus membentak karyawan yang nggak sengaja melakukan kesalahan. Aku jadi membayangkan itu terjadi sama kamu, An.” Andrea langsung menyentuh tangan Tata, agar teman baiknya itu tidak terlalu khawatir. “Aku sudah pernah melewati masa sulit. Jadi kalau Cuma masalah berhadapan dengan Pak Nak, nggak akan buat aku gentar. Bagaimanapun, ini tanggung jawab yang harus aku terima dan aku lakukan,” jelas Andrea tenang. “Tapi kalau terjadi apa-apa, kamu cerita ya. Jangan sampai Pak Naka menyiksa kamu.” “Iya. Tapi aku yakin kalau Pak Naka tidak seburuk yang kamu bayangkan,” balas Andrea. “Oh iya, terima kasih untuk coklatnya. Tapi aku nggak punya balasan, Ta.” Tata tersenyum, lantas memberikan pelukan hangat kepada Andrea. “Tetap jadi temanku yang baik, sudah cukup buatku,” ucapnya dalam. *** Suasana ballroom nampak ramai dengan berkumpulnya sebagian karyawan dalam rangka memperkenalkan Bayanaka Agler sebagai Assistant General Manager di Autumn Hotel & Resort. Meski tidak semua karyawan mengikuti acara ini karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, namun semua orang yang bekerja di tempat tersebut, mengenal siapa sosok Naka. Laki-laki yang dikenal tidak banyak bicara tetapi membuat para karyawan wanita penasaran. Mereka ingin tahu bagaimana wujud nyata dari putra kedua dari Dirja Agler. Tidak ada yang tidak bersemangat menyambut acara hari ini. Andrea duduk bersama dengan Tata dan rekan kerjanya yang lain. Raut wajahnya nampak biasa saja, berbeda dengan temannya. Ia tidak merasa excited, justru saat ini ia sedang berusaha menenangkan pikiran agar tidak melakukan kesalahan saat diperkenalkan secara resmi sebagai sekretaris. Meski Andrea bukan tipe karyawan bemuka dua, tapi ia ingin memberikan kesan baik di hari pertamanya bertemu dengan atasan baru. Suara riuh yang awalnya menggema di ruangan pertemuan tersebut perlahan berubah senyap dan hanya terdengar bisik-bisik setelah kemunculan para petinggi hotel. Di antara yang datang dan berdiri di depan panggung, ada sosok Bayanaka Agler atau lebih dikenal dengan panggilan Naka. Laki-laki itu berdiri gagah di samping kakaknya. Mengenakan setelan jas hitam, dengan ekspresi wajahnya yang dingin dan tatapan mata tajam. Semakin menimbulkan kesan bahwa Naka bukan orang yang mudah untuk disentuh. Setelah sambutan dari Suta sebagai General Manager, kini waktunya Naka berdiri di podium memberikan sedikit sambutan sebagai Assistant General Manager. Kedua matanya menyapu ke sekeliling ruangan besar tersebut, sebelum akhirnya bersuara. “Terima kasih atas sambutannya. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Suta, saya Naka akan mengisi jabatan sebagai Assistant General Manager,” ucap Naka dengan suara yang sedikit berat. Laki-laki itu menarik napas pelan, lalu mengembuskan perlahan sebelum akhirnya kembali berbicara. “Tidak ada yang bisa saya janjikan dari posisi saya saat ini. Kalian bisa menilai sendiri, bagaimana saya bekerja nanti. Kalau ada yang merasa tidak puas dengan kinerja saya, silakan sampaikan kritik kalian kepada saya, jangan hanya berani bermain belakang. Yang jelas, saya bukan orang yang akan anti dengan kritikan. Terima kasih,” sambungnya tegas. Suara tepuk tangan menggema setelah Naka selesai bicara. Tetapi ada yang tidak biasa dari raut wajah para karyawan hotel yang hadir saat ini. Mereka nampak bingung dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Naka. Terdengar arogan namun juga realistis. Ada yang menatap dengan sinis, namun banyak juga memandang dengan rasa kagum. Andrea hanya memasang ekspresi datar atas apa yang Naka sampaikan. Bukan hal mengejutkan jika melihat bagaimana sikap anak dari pemilik Autumn Hotel and Resort tempatnya bekerja. Memang begitu sikap Naka yang ia tahu selama ini. Tata menyikut tangan Andrea, lalu berbisik pelan. “Tuh, kamu lihat dan dengar sendiri gimana sikapnya. Aku jadi nggak yakin dia bisa mengemban tugasnya dengan baik. Sepertinya dia nggak minat buat kerja di sini.” “Jangan ngomong sembarangan. Kalau ada yang dengar, terus disampaikan ke orangnya, kamu bisa kena masalah,” balas Andrea setengah berbisik. “Aku Cuma khawatir sama kamu, Re.” “Aku baik-baik saja,” jawab Andrea. *** Setelah acara di ballroom selesai, kini Andrea sudah berada di ruangan yang akan menjadi tempat kerjanya yang baru. Duduk di kursi kerja sambil menunggu kedatangan Naka, yang masih bersama dengan Suta. Sembari menunggu, ia menyibukkan diri menata meja agar nyaman. Sebelumnya ia juga sudah memastikan bahwa ruangan kerja yang akan ditempati Naka sudah rapi serta bersih. Mendengar derap langkah yang mendekat ke arahnya, membuat Andrea mendongak, lalu melihat sosok laki-laki yang muncul. Ia segera beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan dan berdiri di depan meja kerjanya. Wanita itu nampak tenang menyambut kedatangan Naka –atasan barunya. “Selamat siang Pak Naka,” sapa Andrea sambil membungkuk singkat. “Siang,” jawab Naka dingin. “Ikut ke ruangan saya.” “Baik Pak.” Sesampainya di ruangan, Andrea berdiri di depan meja Naka dengan tenang. Sedangkan Naka masih berkeliling melihat ruangan kerjanya. Memperhatikan setiap sudut, tanpa bersuara. Dan ketika selesai, laki-laki itu duduk, lalu menatap Andrea dengan tatapan yang sulit dipahami. “Kamu …?” Andrea berdeham cukup pelan. “Perkenalkan, saya Andrea Kirani. Bapak bisa panggil saya Andrea. Saya bertugas sebagai sekretaris Pak Naka. Pak Naka bisa sampaikan kepada saya segala sesuatu yang Bapak butuhkan. Untuk jadwal kerja hari ini sudah saya kirim ke email Bapak.” Pandangan mata Naka menyipit. “Saya tidak suka ada bunga di ruangan ini. Termasuk di meja kerja kamu. Tolong segera singkirkan. Saya tidak suka minum air dengan suhu normal. Jadi pastikan pagi hari airnya hangat dan siang harus ada air dingin.” “Baik Pak. Akan segera saya lakukan dan saya perhatikan semua yang Bapak katakan.” “Satu lagi, saya alergi coklat jadi saya tidak mau ada makanan itu di sekitar ruangan ini.” Andrea mengangguk paham dan langsung ingat bahwa di atas meja kerjanya ada cokelat pemberian Tata. “Baik Pak. Ada lagi Pak?” Naka mendorong tubuhnya ke belakang, lalu bersandar pada sandaran kursi berwarna hitam pekat. “Selain sebagai sekretaris, kamu juga pasti sebagai mata-mata papa saya. Iya, kan? Laporkan apa pun yang kamu tahu, meski itu hal buruk sekalipun,” ucapnya dengan seringai di wajah tampannya. Seketika jantung Andrea berdegup kencang. Ia terkejut dengan apa yang Naka katakan. Sesuatu yang memang betul adanya. Ayah dari laki-laki itu memang berpesan demikian. Tetapi ia tidak menyangka kalau Naka akan menebak apa yang sebenarnya terjadi. Meski terasa buruk disebut sebagai mata-mata, ia tidak mampu menyanggah tuduhan tersebut. “Saya akan bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang saya tandatangani, Pak. Dan kontrak kerja saya adalah sebagai sekretaris, Anda,” jawab Andrea. Laki-laki itu tersenyum sinis. “Baiklah. Siapkan hati dan mental kamu, untuk bekerja di bawah tekanan saya.” “Baik Pak Naka.” Hening sejenak. Naka seakan sudah tidak peduli dengan keberadaan Andrea saat ini. Situasi ini membuatnya menghela napas pelan, lalu tersenyum tipis. “Jika tidak ada yang disampaikan lagi, saya permisi keluar Pak. Jika ada yang dibutuhkan, silakan panggil saya.” Tidak mendapat tanggapan apa-apa dari Naka, membuat Andrea memilih segera keluar dari ruangan tersebut. Begitu tangannya menutup pintu ruang kerja atasannya, wanita itu menghela napas panjang. Seperti dugaannya, sosok Naka akan sulit untuk diajak bekerja sama. Sikap dingin dan ketusnya memang belum berubah. “Ternyata dia belum berubah. Bahkan sikapnya semakin ketus dan juga sinis,” gumam Andrea. “Semoga ini bukan awal yang buruk, untukku dan Pak Naka.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD