BAB 20: Racun

1150 Words
Jantung Luis serasa jatuh ke lutut mendengar fakta mengerikan dari kalimat yang baru saja Hector lontarkan. Ia membeku, seluruh anggota badannya baik di luar maupun di dalam serasa berubah menjadi batu. “Kenapa kau diam begitu?” tegur Hector setelah hampir tiga puluh detik mengamati kediaman seorang Luis. Mereka memang memiliki cukup waktu, tapi tolong saja jangan dibuang-buang untuk hal tidak penting seperti ini! “Haha. Tidak pernah bangun lagi. Jadi bagaimana nasib noan Asley kalau dia tidak pernah bisa bangun lagi?” Luis hampir saja menumpahkan segala gejolak emosinya pada dukun sakti di sana itu. Sedangkan Hector hanya dapat menghela napas dan menampilkan wajah muaknya. “Kau pikir aku akan setenang ini kalau Nona Asley tidak akan bangun lagi?” “Jadi kau barusan berbohong, huh?” Luis tidak bisa mengerti orang gila ini. “Aduh! Tidak begitu! Coba lepaskan aku dulu. Posisi begini sangat tidak nyaman, aku merasa jadi seperti buah di pohon!” Hector menyeru sambil semakin berontak dari tali tersebut dan …. BRUGH! Ia malah terjatuh dengan sendirinya. Karena ketidaksiapan, wajah Hector menghantam jerami dengan cukup kuat, lagi-lagi ada bagian dari jerami yang masuk tanpa permisi ke dalam mulut dukun tersebut. “Uhuk! Hooek! Sialan! Ah, kenapa aku selalu yang kena!” rutuk Hector penuh kemurkaan sampai-sampai wajahnya memerah. “Rasakan itu.” “Demi Neptunus, aku sangat ingin menyumpal mulutmu itu!” ancam Hector setelah berhasil membersihkan mulutnya dari serbuk jerami. Luis malah bersidekap dengan mengeluarkan aura intimidasi yang kuat kepada Hector. “Jelaskan tentang Nona Asley dulu. Aku tidak bisa tenang kalau tidak tahu.” Berdecak nyaring, Hector berjalan melewati Luis begitu saja. “Penjelasannya bisa sambil bekerja, tidak? Nanti kita kehabisan waktu. Kau pikir Peri Beel di sana sedang bertamasya apa?” Memahami maksud Hector, Luis hanya bisa menghela napas pasrah. Ia menghadap kembali ke arah Asley yang masih tergantung tak sadarkan diri di atas sana. “Tolong tunggulah sebentar lagi. Anggap saja Anda sedang saya beri pelajaran tentang kesabaran … atau semacam itu.” Luis menunduk kecil sebagai tanda salam hormat, lalu berbalik cepat menyusul dukun bertubuh cilik di sana. “Sesuai tubuhnya ya … ugh! Perabotan di sini juga jadi besar-besar!” Mungkin Luis harus memberi gelar dukun tua ini sebagai dukun kecil yang sinting dan penggerutu. Oh, apa itu berlebihan, ya? Entahlah, Luis rasa cocok dan pantas saja, kenapa tidak ‘kan? “Ugh … aduh. Susah sekali!” Hector tadi mendorong kursi ke dekat sebuah kuali yang cukup besar dan kini dukun bertubuh anak kecil tersebut tengah kesulitan menaiki kursi yang tadi ia dorong. Ia terlihat tak menyerah dalam memanjat kursi tersebut. Membuat Luis sakit kapala menyaksikannya meski tidak memakai mata. “Kau ini … sebenarnya sedang apa?” “Hei … hei! Dorong aku! Bantu aku naik!” Memutar kepala malas, Luis mendorong Hector ke atas dengan menusukkan tongkat khususnya itu ke p****t sang dukun, mendorong Hector cepat sampai-sampai dia tak sempat melayangkan protes. “A-Awas saja kau nanti!” peringat Hector menunjuk Luis dengan ekspresi sengit. Kenapa juga mereka berdua tidak bisa akur saja, sih? Bikin repot! “Cepat lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Aku hanya butuh penjelasan.” Hector berwajah masam, ia masih menggosok pantatnya, merasa ternodai oleh tongkat orang buta. “Luis sialan. Dasar palsu. Kau pasti pura-pura saja sok sopan dan terpelajar di depan orang-orang ‘kan? Tapi … kenapa kau malah transparan begini padaku?” Hector berceloteh sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celana. Sebenarnya ada apa saja di dalam sana? “Tidak … tidak seperti itu.” Tangan Luis mengepal. Ia masih berdiri di bawah situ sambil memperhatikan sekitar, terkhusus gerak-gerik apa saja yang Hector lakukan. “Dari pada kau di bawah sana tanpa melakukan apa-apa ….” Hector sedang meracik ramuan dan bersiap untuk mengaduk kuali besar tadi. “coba kau naik ke sini dan bantu aku untuk mengaduk ini.” Tanpa ingin banyak bicara apalagi berdebat, Luis memutuskan untuk memanjat, naik menghampiri sang dukun. Ia langsung disorong pengaduk besar untuk mengaduk cairan di dalam kuali hasil dari ulahan Hector tadi. “Ini apa?” Luis akhirnya bertanya setelah hapal dengan instruksi Hector bahwa ia harus mengaduk kuali itu ke kiri sebanyak lima belas kali lalu ke kanan lagi dalam jumlah yang sama secara bergantian, sampai Hector bilang sendiri untuk berhenti nanti. “Itu adalah racun.” Tangan Luis sempat terhenti sejenak, lalu ia perlahan melanjutkan adukan. “Racun? Tidak berbau … jenis apa ini?” “Hanya mantra yang aku ucapkan saja yang membuatnya beracun dan itu pun bereaksi hanya untuk peri … terkhususnya Peri Beel yang jelek itu.” Hector masih saja menyematkan kata jelek pada Peri Beel. Yah, memang fakta sih. “Ah … magis lagi.” Hector tiba-tiba menjentikkan jari. “Sekarang aku akan menceritakan perihal peri buruk rupa itu. Teruslah mengaduk.” “Tidak masalah.” Ngomong-ngomong … sejak kapan api di bawah kuali besar ini hidup, ya? Pasti ulah Hector bukan? Kalau dia sekuat itu … kenapa Hector tak bisa melawan kawanan beruang dan malah pura-pura pingsan saat Peri Beel datang? “Sebenarnya aku menjebak kalian,” jujur Hector dengan wajah bangga. Bagus. Rasanya jadi aneh ketika Luis baru saja meraba-raba dan menebak lalu menemukan keganjilan, tapi … dirinya langsung mendapat pengakuan dari tersangka utama. “Eh? Kau tidak marah?” “Kau melakukannya demi kebaikan kami, kan? Lagi pula tidak ada yang terluka. Kau pasti juga sudah menyusun rencana untuk menyelamatkan Nona Asley.” “Wah … baru sekarang kau bertingkah laku layaknya seorang terpelajar.” “Aku anggap itu sebagai pujian.” “Kau benar.” Hector mengambil posisi duduk dengan kaki menjuntai ke bawah dan ia ayun-ayunkan santai. “Pasalnya mengambil serbuk peri itu adalah hal yang cukup mudah, kita tinggal meminta dan mereka akan memberikan serbuknya setelah memberi misi. Tapi … kita malah berhadapan dengan peri jelek itu, heh.” “Jadi, siapa Peri Beel ini?” “Aku hanya tahu dari buku. Di sana dijelaskan kalau Peri Beel adalah wujud salah satu dari Tujuh Dosa Besar.” Luis menoleh cepat. “Kau serius?!” “Begitulah yang dikatakan. Kau pikir kenapa sampai banyak manusia hilang begitu saja di hutan? Mereka semua … dimakan. Konon katanya Peri Beel dulu adalah sosok yang baik tapi setelah tinggal sendirian, ia berubah karena ditelan oleh kegelapan. Peri Beel menjadi gila dan tiap kali ia memakan manusia, wujudnya berubah jadi tambah jelek.” “Aneh. Kalau tambah jelek kenapa dia tetap memakan manusia?” Sebenarnya Luis merinding sendiri mengatakan kalimat ini. “Karena dia … adalah wujud dari dosa rakus. Peri Beel, si Peri Kerakusan. Nona Asley tidak akan bangun karena sudah terkena kekuatan darinya. Jadi pilihan kita hanya tersisa satu.” Hector menoleh pada cairan di dalam kuali besar yang masih Luis aduk. “Membunuhnya?” “Iya. Dengan begitu Nona Asley bisa bangun kembali dan kita sudah menyelesaikan dua misi sekaligus. Membuka altar dan menumpas satu dari Tujuh Dosa Besar.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD