BAB 15: Hutan Terlarang

1116 Words
Hector mengerenyit sampai sepasang alis tipisnya bertaut. Dukun ini lalu memutar kepala, memastikan bahwa binar cahaya yang kini menerpa mereka apa benar berasal dari bintang besar bernama matahari atau tidak. "Kenapa dengan wajah terkejut kalian? Haruskah aku ulangi lagi? Bahwa waktu di dalam teritorial Pohon Kehidupan lebih lambat dari pada dunia luar, paham?" Hector memberi penjelasan dengan sedikit kesal. "Aduh, kalian berdua ini bagaimana?" protesnya sambil berkacak pinggang. "Masa masih susah percaya pada hal seperti ini? Bukannya kalan berdua sudah melihat sesuatu yang lebih luar biasa dari tadi, heh?" cicit Hector bagai anak burung yang kelaparan dan menggerutu karena sang induk tak kunjung datang dengan membawa makanan. Luis tidak dapat membantah makian dari dukun b*****h di sana barusan. Hanya saja dunia yang penuh dengan hal mistis, magis, dan keajaiban ini masih sulit untuk dipikir dengan logika. Tidak masuk akal. Namun, mau tidak mau Luis harus percaya. Ia telah mengalami hal ini secara langsung. Bukan hanya imajinasi liar biasa, tapi sungguhan nyata! “Ah, bagaimana dengan orang-orang di kastil?” Maksud Luis adalah para pelayan yang biasanya akan mengurus segala macam hal untuk Asley. “Apa mereka tidak curiga saat menyiapkan makanan dan lain sebagainya?” Luis menoleh ke arah Asley yamg dari tadi jantung gadis itu berdebar-debar tak karuan. Takut? Sepertinya ... itu bukan emosi takut. “Entahlah, Luis. Mereka tidak akan tahu aku ada atau tidak ada,” jawab Asley tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. Ia masih terkesima dengan pemandangan yang mata ungunya tangkap saat ini. “Luar biasa indah. Kabutnya seperti melindungi sebuah legenda. Terasa menegangkan, sepi, sunyi, dan … menakutkan.” Luis tidak paham dengan apa yang Asley ucapkan. Menakutkan? Emosi yang Asley rasakan dari detak jantungnya menurut Luis, itu adalah emosi orang yang sedang menikmati keadaan—senang. “Anda tidak terlihat seperti orang yang sedang ketakutan,” sindir Luis pelan. “Tadi tidak terlihat karena cukup jauh.” Asley menoleh. “Tapi saat sedekat ini,”—gadis itu menghentakkan kakinya ke tanah—“hawa misterius hutan terlarang itu mulai terasa.” “Tolong jangan terlihat senang seperti itu. hutan terlarang … dari namanya saja dan dari cerita Hector, Anda harusnya sudah sadar kalau di dalam sana sangat berbahaya,” peringat Luis yang sedang dalam mode waspada. Bahkan meski di luar begini, ia merasa harus tetap memberi ajaran pada Asley. “Iya, iya. Aku tahu!” sahut ketus gadis manis itu. Aneh juga. Asley terlihat sangat takut saat akan turun ke desa, tapi sekarang malah kegirangan sendiri. Apa dia merasa akan baik-baik saja setelah dapat berkat dari Pohon Kehidupan tadi? Apa Asley sedang merasa lega karena tidak perlu berhadapan dengan manusia? Maksud Luis, lawan mereka tidak mungkin manusia, bukan? Pasti makhluk aneh seperti peri, Pohon Kehidupan tadi, Iblis dari Tujuh Dosa Besar, dan … masih banyak lagi. Ah, kepala Luis tiba-tiba pusing. “Tunggu apa lagi?” Hector menengahi. “Ayo, telusuri.” Maka ketiga insan luar biasa itu mulai menggerakkan kaki mereka, memasuki wilayah dari hutan terlarang yang menurut legenda, banyak menghilangkan jiwa manusia. “Luas sekali. Ada sekawanan burung di sisi sana.” Luis menghadap ke atas kiri. “Semua pohon di sini hampir berumur ratusan tahun … dari struktur dalam dan tanah … em, mungkin.” Luis masih bergumam sambil menganalisa. “Kau bisa melihat yang sejauh itu?” tegur Hector yang kini sibuk mengunyah apel bagiannya. “Dia punya kemampuan magis juga.” Malah Asley yang menjawab. Gadis itu juga berjalan sambil mengunyah apel pemberian Hector tadi. Malas menjelaskan, Luis membiarkan kedua orang tadi salah paham. Kemampuan yang ia miliki bukanlah suatu fantasi, tapi kelebihan yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Namun, sudah terlanjur begitu ya, lebih baik anggap begitu saja. Lagi pula Luis tidak cukup yakin kalau otak Hector yang dipenuhi kemistisan dan otak Asley yang dipenuhi imajinasi liar bisa memahami apa yang ia jelaskan. “Kita ke arah mana?” Luis bertanya disela acara mengunyah bagian apelnya. “Lurus terus ke utara. Seingatku dulu ada desa peri di sana.” Setelah itu ketiganya hanya saling diam. Tidak berbicara lagi, seakan tenggelam dalam suasana mencekam yang hutan terlarang ciptakan. Aneh. Setiap detik yang mereka habiskan, tiap langkah kaki yang mereka gerakan, maka semakin terasa sesak untuk bernapas karena udara dan oksigen yang semakin menipis. “Kabut,” lirih Asley. “Kabutnya semakin tebal,” tambahnya lagi yang segera mendapat perhatian Luis. “Benar … kabut. Seharusnya aku memperkirakan hal itu dari tadi,” respon Hector dengan wajah memerah—karena sibuk menarik dan membuang napasnya. “Apa berbahaya menghirupnya?” Luis mengambil sapu tangan di dalam jas hitamnya. Lalu mengikatkan sapu tangan itu di wajah, berguna sebagai masker agar dia tidak menghirup terlalu banyak kabut. “Entahlah. Ini adalah yang pertama kalinya bagiku untuk masuk ke hutan terlarang,” sahut Hector ringan. “Apa kau bilang? Kau tidak pernah ke sini sebelumnya?” Wajah Luis mengeras, giginya menggertak nyaring. Ini tidak hanya membeli kucing di dalam karung, tapi masuk ke kandang binatang yang para binatangnya sudah dilepaskan! “Woo … woo … tunggu dulu. Jangan marah-marah, aku sudah bilang dari awal aku hanyalah seorang dukun penjaga. Lagian aku sudah berjanji pada Pohon Kehidupan untuk mendampingi kalian.” Masih merasa kesal, Luis memalingkan wajah dan mempercepat langkah. “Bagaiman bisa dia membahayakan semua orang dengan kebodohannya itu?” Pemuda buta ini kemudian berakhir dengan menghela napas berat. “Bisa … kami pasti bisa menghadapinya.” “Uhuk! Luis! Jangan cepat-cepat!” Asley melayangkan protes. Tangannya diseret kencang tanpa dihiraukan tentang keadaan. “Oh, maaf. Tuan Putri, mana sapu tangan Anda?” Luis menadah tangan dan Asley tanpa banyak bicara langsung mengeluarkan sapu tangan dari saku jubah yang ia kenakan. “Untuk apa—” Asley tidak menyelesaikan kalimatnya karena ulah Luis yang tanpa permisi malah mendekat secara mendadak. Pemuda ini dengan gerakan lembut mengikat sapu tangan tadi sebagai masker untuk wajah Asley. Dekat. Terlalu dekat. Wajah Asley langsung memanas dan memerah dalam seketika, sedangkan Luis yang tidak peka hanya menganggap biasa detakan tak biasa jantung muridnya. “Ck … ck … ck.” Hector di sebelah sana bersidekap sambil menggeleng-gelengkan kepala dan berdecak. “Hubungan mereka ini sebenarnya apa? Tuan dan majikan? Atau pasangan … pengantin baru?” Benar juga. Hector baru sadar dia tidak pernah menanyakan hal tersebut. Namun, gunanya buat apa juga? Toh, nanti pun— “Berhenti.” Tangan kiri Luis membentang, menghalangi jalan Asley dan juga Hector di sisi kanan yang otomatis berhenti berjalan. “Ada apa?” “Kenapa?” Bukannya segera menjawab, Luis malah menarik napas dan meneguk air ludahnya susah payah. “Ada … sekawanan beruang yang sangat besar. Mereka berlari … ke arah sini.” Mata Hector membelalak lebar. “Apa? Serius? Yang benar saja! Ayo, cepat sembunyi!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD