BAB 16: Kawanan Beruang

1116 Words
"Sembunyi! Lari! Lebih cepat lagi!" teriak dukun tua dalam tubuh anak kecil itu berlari terbirit-b***t ke arah utara dengan cepat. Kakinya kecil dan pendek, tapi malah lebih kencang berlari dari pada yang lain. Langkahkanya kemudian disusul pula oleh dua orang--Luis dan juga Asley--di belakangnya, yang tampak hampir kewalahan mengimbangi. Kalau Asley karena memang dia kesuahan berlari, tapi kalau Luis ... karena dia harus menyeret Asley dan tidak boleh berada di depan sebagi pemimpin jalan. Ini memang cukup merepotkan bagi pemuda buta dengan seirbu kelebihan tersebut. Whuss! Whuss! Whuss! Gesekan antara angin yang tiba-tiba bertiup kencang berlawanan dengan arah dari tujuan ketiga insan di sana. Medan yang mereka lalui jadi bertambah sulit mana kala tanah tempat berpijak malah menjadi lembek. “GROOAA!!” Kemudian keadaan menjadi semakin buruk saja ketika suara geraman dari satu sampai dua atau tiga beruang malah menyapa telinga mereka bertiga. “Sial! Apakah kita dikejar?” berang Hector disela napasnya yang sudah ngos-ngosan. Ia tetap berusaha memimpin jalan, berlari seperti orang kesetanan di depan. Sesekali, Hector berhitung dari pada memutar kepala ke belakang. Berhitung untuk memastikan jumlah mereka masih aman, meski hanya bertiga … tentu saja akan merepotkan kalau hilang satu, iya, kan? Luis yang berusaha untuk tenang sekilas tadi guna melacak sejauh apa jarak antara mereka bertiga dan kawanan beruang itu, kini ia mengeluh kesal dan mengumpat di dalam hati. “Kita harus melakukan sesuatu! Lari saja percuma! Mereka sepertinya memang mengejar kita! Entah atas perintah dari siapa atau memang insting hewan dari hutan terlarang ini!” Napas Luis sampai tersengal-sengal karena berlari sambil berteriak kencang. Benar, mungkin hanya dia lah satu-satunya orang buta yang bisa seperti itu—berlari, melacak. Asley hampir tidak sanggup lagi berlari, kini ia hanya menyerahkan kakinya yang bergerak karena Luis tarik—seret—dengan kencang. Sebenarnya situasi macam apa ini? mereka seperti tiba-tiba mendapat serangan. “Luis! Hah … hah … kita harus terus berlari sejauh apa—hh?” “GRAARRGHH!!” Lagi. Kembali terdengar lagi geraman dari para beruang di belakang sana. Bahkan kali ini suaranya jadi lebih jelas, itu berarti mereka semakin dekat. Tidak bisa. Mereka bertiga tidak akan berhasil kalau hanya berlari tanpa arah, tanpa tujuan yang jelas, dan tanpa rencana seperti ini. Mereka hanya akan bertemu dengan kematian! “D-Di sana! Ada tempat bersembunyi di pohon besar sana!” tunjuk Hector panik pada sebuah pohon raksasa—pohon yang paling besar dari pada pohon di sekitar—dengan lubang yang tampak cukup untuk tubuh mereka bertiga sembunyi. Setahu Hector, dari lubang seperti itu akan ada tempat yang cukup aman dan tidak terjangkau oleh para beruang beringas di belakang sana. “Sebentar!” Luis dengan cepat menganalisa tempat yang ditunjuk Hector barusan, maka ketika merasa sudah pasti, tanpa banyak bicara ia menarik Asley lebih keras. Kali ini bukan untuk berlari, tapi agar Asley lebih dekat dengannya untuk Luis gendong. “A-Apa yang—” “Mohon maafkan saya, tapi permisi dulu.” Luis langsung menggendong tubuh kurus Asley dan berlari bahkan lebih cepat dari pada Hector. “Bagaimana bisa?” heran sang dukun melihat Luis yang melesat mendahuluinya padahal pemuda itu buta dan sambil menggendong Asley pula. Hector jadi berpikir alsan kenapa Luis di belakang dari tadi adalah untuk menyesuaikan langkah gadis tersebut. “Sial … betapa romantisnya itu,” cibir Hector yang mendadak kesal. Mereka bertiga langsung melompat ke dalam lubang di pohon raksasa tadi dan betapa terkejutnya Hector saat tahu bahwa lubang itu cukup dalam. Sial! "Waa!!' BRUGH!! Wajah Hector terjembab mencium tanah, ada beberapa pasir yang masuk ke dalam mulutnya. “Cuih! Huek! Uhuk-uhuk! Ah, sialan!” heboh Hector yang berusaha membersihkan mulut dan lidahnya dari tanah-tanah tersebut. “Haha … maaf, aku lupa bilang kalau lubangnya dalam.” Itu bukanlah sebuah permintaan maaf yang tulus. Buktinya saja, wajah Luis berbinar jenaka dan ia tadi tertawa meski kecil dan sebentar saja. “Kau ada dendam apa sebenarnya denganku, huh?” Hector berucap ketika ia sudah berhasil membersihkan lidahnya dari kotoran tanah. “Tidak ada, sungguh,” jawab Luis dengan senyuman tipis. Ia sudah menurunkan Asley tadi dan kini Luis mengeluarkan tongkat khas miliknya yang tadi ia pendekkan. Dengan menekan satu tombol saja, tongkat khusus orang buta milik Luis kembali panjang. “Oh … pantas aku tidak lihat itu dari tadi.” Asley bergumam sambil mengeratkan jubah yang menyelimuti baju terusan yang ia kenakan di kala angin yang cukup kencang bertiup menerpa mereka bertiga. DRKKK … DRKKK .... Tanah yang Luis, Asley, dan Hector pijaki tiba-tiba bergetar seakan menandakan gempa bumi, tapi ini bukan. Mereka bertiga tahu bahwa getaran tanah itu disebabkan oleh langkah kaki dari kawanan beruang besar tadi. Apalagi kini mereka sudah lebih jelas lagi mendengar geraman bahkan suara pohon yang tumbang karena kumpulan beruang tabrak atau semacamnya. “Tidak waras … sebenarnya sebesar apa dan sebanyak apa mereka?” Hector bertanya dengan suara yang sangat kecil, nyaris berbisik. Kini mereka bertiga mengambil posisi merapat dan meringkuk di bagian bawah pohon. Luis menengadah. “Ada tiga puluh tiga … dengan rata-rata tiga kali lipat lebih besar dari pada beruang hitam.” Bulu kuduk Asley langsung merinding hebat, ia merasa ngeri dalam sekejap. “Apa … itu mungkin? Ada beruang dengan besar seperti itu?” “Ini hutan terlarang. Hm … rasanya tidak ada yang tidak mungkin.” Hector menjawab kecil. “Kalau begitu kita harus bagaimana sekarang—” “HAH! Di mana mereka? GRAARGHH!” DEG! Jantung ketiga manusia tadi hampir saja copot ketika mendengar salah stau dari beruang yang kini berada paling dekat dengan pohon yang mereka tempati malah … bisa berbicara. “b*****h! Makanya aku bilang tadi lebih cepat lagi larinya!” “GROAA!!” “Mereka pasti tidak akan jauh dari sini!” “Cepat! Sebelum mereka bertemu dengan peri itu!” “ARGH! Membuat kesal saja!” “Ratakan beberapa pohon di sana! Kalian, ayo ikut aku mencari di sebelah sana! Cepat!" “Baik!” “Dimengerti!” “GRAAAHH!!” DEG DEG … DEG DEG … DEG DEG …. Keadaan yang awalnya riuh karena beberapa pohon yang roboh disertai suara amukan dari kawanan beruang akhirnya berangsur diam. Mereka sudah tidak berada di sekitar sini lagi. Namun, tekanan menegangkan yang Luis, Asley, dan Hector rasakan tak sekejap itu untuk turun. “Apa kita … sudah diincar dari awal?” Asley menekan dadanya yang terasa sesak karena spot jantung yang kian meningkat. “Tidak mungkin … bagaimana bisa? Apa hutan terlarang ini memiliki semacam sistem dengan para bintang di dalamnya?” Hector bergumam cepat bagai membaca mantra. Luis mendengkus kasar. “Sudah besarnya abnormal, bisa bicara, dan ternyata … mereka memang mengincar kita.” Sekarang mereka bertiga harus apa? Keluar untuk mencari serbuk peri dengan resiko ditangkap kawanan beruang tadi? Jangan gila ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD