BAB 17: Kabut Misterius

1119 Words
Luis menghela napas kelelahan. Mengatur napas karena suara bising … ia hampir gila tadi. Untung saja saat para beruang itu menggeram, Asley dengan sigap menangkup kedua telinga Luis. Gadis kurus itu juga bergumam agar Luis fokus melihatnya saja … agar Luis menenangkan diri. Mana bisa tenang! Namun, ada hal aneh yang terjadi dalam detik-detik menegangkan itu. Luis … tidak bisa membedakan mana suara jantung milik orang lain dan mana suara jantung miliknya sendiri, karena detakan berisik itu membuat kepala Luis sulit untuk berpikir kritis. Sekali lagi, Luis pikir ia akan mati karena gila akan suara bising tadi. Kalau dipikir-pikir lagi, ternyata … Asley sosok yang cukup perhatian juga— “Hah! Kita harus cepat ke desa peri! Tadi para beruang itu ‘kan bilang ‘sebelum mereka bertemu peri itu’ iya, kan? Kalau begitu kita harus cepat bertemu dengan para peri yang mereka takuti!" usul Asley memburu, lebih kepada desakan yang memekikkan telinga. Oke, tidak jadi. Luis tarik lagi tadi segala kata-kata baik untuk seorang Asley yang memang berisik. Ia hampir saja lupa kalau emosi gadis itu tidaklah stabil bagai cuaca. “Kau benar juga, Tuan Putri.” Hector langsung bangkit, berdiri. Ia mulai menepuk-nepuk pakaian yang dikenakannya. “Eh, apa?” “Tuan Putri?” Asley bertanya, sedangkan Luis mengeluarkan aura tajam yang menusuk ke tulang. Membuat Hector merasa bulu kuduknya merinding seakan barusan disapa oleh malaikat kematian. “Hei … ayolah.” Hector mengangkat bahu. “Aku hanya mengikuti sapaan antara kalian. Apa jangan-jangan itu adalah panggilan sayang?” Ini adalah cara Hector memastikan status di antara Luis dan Asley. Ribet memang, dukun sok sakti ini sungguh suka jalan yang sulit. Kalau mereka jawab tidak, maka itu berati Luis dan Asley adalah pelayan dan majikan. Kalau dijawab iya, maka itu artinya Luis dan Asley adalah pasangan—pengantin baru yang lagi kasmaran. Mendapat pertanyaan seperti itu, wajah Asley langsung memerah, ia lantas berdiri dengan tangan mengepal kuat, mengambil napas dan berteriak, “Tidak benar!” “Itu benar.” HUH? Mata Asley mengerjap beberapa kali. Apa telinganya salah dengar? Tadi gadis ini rasa ada yang bilang kalau ‘itu benar’ atau semacamnya. Asley menoleh, tatapan matanya seakan bertanya pada Luis, apa suara yang tadi menabraknya bicara adalah milik sang guru atau bukan. Tolong katakan bukan, karena kalau benar, Asley harus menanyakan maksudnya apa. “Apa-apaan ini?” Hector berkacak pinggang. Kalau ia malah menerima dua jawaban yang berbeda maka … apa artinya, huh? Luis ikut berdiri sambil menepuk-nepuk setelan jasnya yang sudah tak rapi. “Itu memang benar panggilan sayang.” Apa yang dia katakan?! Sekarang, tidak hanya merah biasa, tapi wajah Asley bagai kepiting rebus dan juga terasa sangat panas. Namun, mulutnya jadi kelu, tak dapat digerakkan untuk berteriak atau pun membantah. “Jadi memang benar kalian pengantin baru seperti dugaan awalku,” simpul Hector sembarangan. Mau bagaimana lagi, bukan? Keadaan yang mendorongnya berasumsi demikian. Romantis juga sepasang pasangan memanggil ‘Tuan Putri’, tapi … kenapa perempuannya tetap memanggil nama? Suami takut istri kah? “Bukan.” Kali ini Luis menolak dengan nada yang tegas. “Oh? Bukan pengantin baru? Jadi pengantin lama, ya.” Kesimpulan macam apa itu? Asley rasa wajahnya bisa meledak sekarang. “Tidak juga, bukan begitu,” tolak Luis dengan suara yang lugas dan terkesan tegas. “Heh, lalu apa? Jangan sengaja membuatku bingung anak muda,” oceh dukun dengan tubuh anak kecilnya itu, entah kenapa terlihat tidak pantas mengatai orang dengan tubuh lebih dewasa seperti itu. “Tuan Putri adalah … panggilan dari kami, orang yang melayani pemilik Kastil Medeia,” jelas Luis lagi. “Saya adalah guru dari Nona Asley Schimidbauer, tidak lebih dari itu,” tekan pemuda buta ini lagi. Entah kenapa Asley tiba-tiba merasa seperti ada jarum yang menusuk hati dan berusaha merobeknya dengan sayatan kecil yang tak seberapa, tapi memiliki efek sakit yang cukup luar biasa. Apa ini? Kenapa Asley jadi merasa kesal saat dijelaskan dan ditegaskan tentang status di antara dirinya dan Luis? Kenapa … ia merasa sedih dan kecewa di saat bersamaan? “Oh, ya ampun. Jadi begitu.” Hector mengangguk paham. “Ya sudah. Dari pada banyak bicara, ayo kita naik saja. aku merasakan ada suatu jejak mana yang mungkin saja ini milik peri yang kita cari-cari.” “Tapi … bagaimana dengan kawanan beruang itu?” Pertanyaan yang Asley lempar membuat gerakan Hector berhenti. Sang dukun malah menolah ke arah Luis. “Apa mereka sudah jauh?” “Sepertinya ….” “Kok malah sepertinya!” “Mohon maaf saja, tapi area yang bisa aku deteksi cukup terbatas. Dan dari sini … aku sudah tidak bisa lagi menjangkau mereka yang dalam artian, mungkin saja mereka memang sudah cukup jauh dari tempat kita berada.” “Bilang lebih jelas lah dari tadi. Jangan berbelit-belit! Memangnya otakku ini terbuat dari serbuk berlian apa?” Hector malah menggerutu tidak jelas. Tubuh anak kecil itu langsung memanjat naik keluar dari sarang mereka. Di bawah sana, Luis baru saja mengulurkan tangan untuk membantu Asley naik, tapi malah ditepis kasar oleh gadis tersebut, Asley lebih memilih untuk memanjat sendiri dan untungnya berhasil keluar tanpa kendala yang berarti. “Orang-orang ini pada kenapa?” heran Luis menggeleng kepala sambil mendengkuskan napasnya. Ia segera menyusul jejak langkah Hector dan Asley. Namun, baru saja Luis memijakkan kakinya di permukaan tanah saat baru selesai memanjat naik tadi, Luis sudah dikejutkan dengan sosok Asley dan Hector yang kesulitan bernapas. “Uhuk! Ken—uhuk! Kenapa kabutnya makin tebal?” Asley berusaha merogoh saku. Tadi saat bersembunyi napasnya sesak ‘kan, karena hal itu Asley melepas masker dari sapu tangan yang Luis pasangkan sebelumnya. Sekarang, Asley menyesal telah melakukan hal bodoh seperti itu. “Uhuk! Sial! Ayo kita masuk ke dalam sana lagi!” Hector mengibas-ngibaskan tangan sambil terus terbatuk. Tiap kali hidungnya menarik napas, maka kabut tersebut ikut terhirup, memenuhi paru-parunya dan menciptakan rasa tak nyaman. Demikian pula yang dirasakan oleh Asley. “Tuan Putri!” Luis segera menghampiri muridnya itu untuk memeriksa keadaan. Pemuda buta ini pun tanpa ragu merangkul Asley yang hampir saja terjatuh lemas. Napas gadis itu semakin sesak, dia sudah seperti ikan yang berusaha bertahan di daratan. “Tolong bertahan!” Luis langsung berinisiatif untuk menggendong Asley dan tepat pada detik itu juga, gadis kurus tersebut kehilangan kesadaran. “Asley! Nona Asley!” Luis jadi panik sendiri. Apa keadaan bisa lebih buruk dari pada ini? Bagaikan do’a, pikiran yang bahkan tak Luis ucapkan malah terkabul. Hector yang padahal sudah berada di depan lubang pohon besar malah ikut-ikutan pingsan. Tak cukup sampai di sana, Luis juga merasakan kehadiran sosok besar yang tiba-tiba sudah berada di dekat mereka. Sosok tinggi, besar, dan sangat gemuk itu berada di balik pohon raksasa tadi. Merasa napas yang sudah sesak pula, Luis ambruk dalam sekejap mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD