BAB 14: 7 Dosa Besar

1111 Words
Luis pun langsung menjelasakan mengenai cara menghapus kutukan seperti apa yang diberitahu oleh Pohon Kehidupan padanya. Yakni mereka harus melawan para iblis dari Tujuh Dosa Besar. Tahu apa yang terjadi setelah itu? Hening. Tidak ada tanggapan dari Hector maupun Asley. Namun, kepala Luis terasa pusing karena detak jantung yang seakan bisa meledak dari kedua manusia itu. Jadi … semenakutkan apa sebenarnya kalimat yang tadi Luis lontarkan bagi Hector dan juga Asley? “Tunggu, tunggu, tunggu. Aku pasti salah dengar, kau bilang apa tadi? Melawan Tujuh Dosa Besar?” desak Hector dengan napas terburu. Entah karena suhu ruangan yang mendadak turun atau apa, tapi ada embun yang terlihat keluar dari mulutnya tiap kali bocah cilik ini berucap. “Benar … menjalankan misi. Salah satu yang terpenting adalah itu, menumpas Tujuh Dosa Besar,” yakin Luis, tapi dengan nada ragu. “Ah … pantas saja aku diberi berkat yang tidak main-main.” Hector memegang kepala, tiba-tiba diserang pening. “Musuh utama kita adalah iblis-iblis tidak waras itu rupanya,” keluh kakek yang memiliki wujud anak kecil ini. “Aku jadi tidak percaya diri tugas kali ini akan berhasil atau tidak.” Separah itu kah? Luis mengigit bibir. Ia pernah membaca sedikit mengenai para iblis yang disebut dengan nama Tujuh Dosa Besar. Memang biasa saja karena hanya membaca, tapi ... kalau harus berhadapan langsung dengan monster di legenda seperti ini ... tentu akan sangat berbeda. "Jadi sangat berbahaya, ya?" tanya Luis tanpa nada. Terdengar dingin. "Yah, setidaknya kita sudah tahu siapa musuh utama kita. Jadi, bisa melakukan persiapan meski aku sendiri tidak yakin." Hector berujar skeptis. "Anu ... lalu, bagaimana dengan serbuk peri tadi? Apa Peri sungguhan ada?" Asley tidak dapat lagi menahan dirinya untuk bersuara. Luis salah kaprah. Nyatanya sang majikan yang emosinya tidak terkendali ini bukannya takut tadi, tapi malah berdebar-debar karena bahagia. "Tunggu sebentar, Tuan Putri." Luis mengibas tangan, mendekati Asley. "Sepertinya Anda melupakan bagian ke hutan terlarangnya.” Ia berusaha meluruskan kesesatan dalam pikiran muridnya itu. Bagaimana bisa Asley malah terlihat sangat bersemangat ketika mereka harusnya jatuh dalam bahaya? “Terus kenapa? Bukannya kita ada Hector di sini?” Asley memasang tampang polosnya sambil menatap ke arah sang dukun di sana. Hector jadinya mau tidak mau menahan senyuman. Wajahnya terlihat sangat bangga dan dipenuhi kesombongan. “Hehe, iya. Cukup andalkan aku saja!” Entah hilang ke mana segala rasa kecemasannya mengenai iblis dengan tujuh dosa besar tadi. “Jadi kita akan memasuki hutan terlarang? Kapan?” Luis menyerah, lebih baik ia mengikuti perasaan dan suasana dari dua orang di sini. Toh, dari awal mereka memang akan berhadapan dengan bahaya walau bagaimana pun yang ada di masa depan nanti. “Tentu saja sekarang,” jawab Hector lantas berdiri di hadapan Luis dan Asley sambil berkacak pinggang. “Ayo, ikuti aku!” serunya penuh semangat lalu berlari gesit ke arah pintu keluar. Luis kadang berpikir, apa Hector sungguhan seorang kakek yang sudah tua renta? Karena jiwa yang berada di dalam tubuh anak kecil itu sangat bebas. Rasanya aneh, tapi kadang lega juga. Kenapa begitu? Karena Luis tidak terlalu suka pada pemikiran kolot para orang tua. Baguslah Hector meski menyebalkan kadang ada baiknya juga sikap anak-anaknya itu. “Baiklah, ayo pegang tanganku.” Hector mengulurkan tangan kiri sedang tangan kanannya sudah memegangi knop pintu. Kening Luis mengkerut dalam. Ia baru saja bertanya sejak kapan ada pintu besar yang menjulang tinggi di sini? Padahal tadi rasanya waktu masuk tidak ada pintu sama sekali. Luar biasanya tempat ini, Luis tidak habis pikir lagi. “Agar kita bisa teleportasi langsung ke tepi hutan terlarang. Kalian harus terhubung denganku kalau tidak mau ketinggalan,” peringat Hector menjelaskan. Kadang, ia merasa lelah juga kalau berhadapan dengan orang awam macam Luis dan Asley sekarang. Namun, kalau dipikir-pikir lagi ya, kedua orang itu memang wajar juga kalau masih heran. “Asal terhubung saja, kan?” Luis meraih tangan Asley yang sudah bergerak untuk menyambut tangan Hector tadi. “Kalau begini artinya masih terhubung. Iya, kan?” tanya pemuda buta itu yang lebih mirip sebagai pernyataan. Ia menggenggam tangan Hector. “Dasar pelit,” maki Hector yang menyadari bahwa Luis tidak mengizinkan dirinya untuk menyentuh Asley. Mana mungkin Luis izinkan. Tangan lembut dan aroma harum dari muridnya itu tidak boleh Hector rasakan. Luis berasumsi ia kini tengah melindungi Asley dari predator m***m yang sudah tua renta. “Cepatlah. Kita tak punya banyak waktu,” desak Luis dengan wajah datar tanpa ekspresinya. Hector masih mencibir kecil. Ia lalu memejamkan mata sambil mengucap mantra, “O natura, permitte nos loca movere. Transfer nos ad silvam vetitam in villa Athenarum.” CLING! Bagai kilat cahaya atau petir yang menyambar permukaan bumi, ketiga manusia tadi langsung menghilang dan muncul di tepi hutan dalam sekejap kedipan mata. Saking cepat dan tidak pernah tahu akan perpindahan ekstrem itu, Luis dan Asley terduduk lemas. Mual, letih, lesu dan … tentu saja pusing yang langsung berkombinasi menyerang raga guru dan murid ini, sedangkan Hector di sana malah berdiri sambil tertawa lepas. “Haha! Maaf ya, aku lupa kalau teleportasi itu akan membuat tidak nyaman kalau tidak ada persiapan mental atau belum terbiasa,” ucapnya tanpa ada rasa penyesalan barang seujung jari pun. “Dukun b*****h,” maki Luis pelan. Ia lantas menghampiri Asley, memeriksa apakah murid sekaligus majikannya ini terluka atau tidak. “Tuan Putri, apa masih pusing atau ingin muntah?” tanya Luis lembut. Ia pun dengan sigap merangkul Asley untuk membantu gadis kurus tersebut berdiri. “Aku tidak apa-apa.” Asley menjawab lirih. Jelas sekali bahwa ia masih sangat syok dengan teleportasi yang Hector lakukan tadi, tapi … dia harus terlihat kuat. Asley tidak ingin terlihat lemah apalagi menjadi beban. Padahal ‘kan dua orang di sini datang untuk membantunya menghilangkan kutukan. “Baiklah, ayo kita masuk sekarang.” Hector merasa kedua anak itu sudah cukup dalam menyesuaikan diri. Orang tua dalam tubuh anak-anak ini tidak ingin membuang waktu mereka lebih lama lagi. “Mumpung masih siang,” tambah Hector yang mengeluarkan apel dari dalam kantong celananya. Entah sejak kapan ada buah seperti itu di sana. Hector menyodorkan apel tadi. “Makanlah, untuk isi tenaga. Kalau segini bisa kenyang, kan?” Luis masih menganga, ia hampir tidak percaya dengan apa yang Hector ucapkan barusan, begitu pula dengan Asley di samping sana yang baru menyadari suasana di sekitar. “Apa kau bilang tadi? Sudah siang?” Luis dan Asley bertanya nyaris bersamaan. Membuat Hector harus memutar kepala untuk memastikan lagi. “Iya. Memang waktu di teritorial Pohon Kehidupan lebih lambat dari pada dunia luar ini,” jelas Hector ketika sudah memastikan dan yakin bahwa matahari di atas sana memang menunjukkan siang. Tak kunjung diambil, Hector meletakkan sendiri apel tadi ke tangan Luis dan Asley, lalu mengambil lagi untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD