Part 2

1236 Words
"Lo sadar nggak sih Sen, kalau tatapan Pak Rayyan waktu lihat lo itu beda?" Ujar Lilia saat mereka tengah mengganti baju seusai mata pelajaran olahraga. "Maksud lo apa?" "Beberapa kali gue lihat dia merhatiin lo lamaaa banget. Masa lo nggak peka sih?" Sena tersenyum samar sembari mengancingkan seragam sekolahnya. "Pak Rayyan naksir gue mungkin," Ujar Sena ringan, dia mengumpulkan rambut panjangnya menjadi satu lalu mencepolnya asal. Lilia membulatkan matanya tidak percaya, "Astaga! Padahal gue dengar Pak Rayyan sudah married lho Sen." "Sekalipun udah nikah, kalau lihat cewek cantik, pria dewasa seperti Pak Rayyan matanya pasti jelalatan. Gue jamin itu." "Ngeri banget sih. Kasihan istrinya dong." Sena hanya mengedikkan bahu dan seolah – olah tidak peduli. Di lingkungan sekolah, tidak ada yang tau kalau Rayyan adalah kakak iparnya. Sena malas bercerita tentang keluarganya pada teman – temannya. Kecuali pada Jessy; pria lemah gemulai yang amat sangat ia percaya. Dan ketika mendengar ucapan Lilia baru saja, membuat Sena menarik sudut bibirnya karena di kepalanya sudah tercetus ide cemerlang. "Gue jadi mikir," Sena menjeda, dia melirik Lilia yang sepertinya tertarik akan kelanjutan perkataannya. "Kalau di pikir – pikir Pak Rayyan itu kaya. Kalau seandainya gue jadi gundiknya Pak Rayyan. Menurut lo gimana?" Lilia membulatkan mata, serta merta gadis itu memukul kepala Sena dengan tangannya. "Sakit b*****t!"' Umpat Sena tanpa membalas pukulan Lilia. "Lo kalau ngomong jangan gitu dong Sen! Kena karma baru tau rasa lo!" Sena tertawa kecil mendengarkan gerutuan Lilia. Dia membenarkan ikat rambutnya di depan cermin, sebelum mengajak keluar Lilia dari tempat mereka berada sekarang. "Sudah yuk keluar. Keburu jam istirahat habis." ** Sena selesai membeli makanan ringan di kantin sekolah bersama Lilia. Mereka berjalan di lorong sekolah yang panjang menuju kelas mereka. Suasana yang ramai dan lalu lalang siswa karena masih jam istirahat membuat Sena beberapa kali menghentikan langkahnya. Dari ujung lorong ada gerombolan Bima Cs yang berjalan santai menghampirinya. Sena memutar bola matanya dan memilih acuh ketika melihat Bima. Namun, saat akan berpapasan dengan Bima. Cowok itu mencengkeram tangannya dan menariknya menuju halaman belakang sekolah. Lilia sudah berteriak memanggil – manggil nama Sena, tapi komplotan Bima sudah menghalanginya dengan membungkam bibirnya dan mengancam Lilia hingga membuat gadis itu ketakutan. Bima menarik Sena ke sudut paling belakang yang jarang di lewati siswa di sekolah mereka. Sesampainya di sana, Bima langsung menghempaskan tubuh Sena di dinding dan mengimpit tubuh Sena dengan tubuhnya yang cukup besar. "Ada apa? Jangan macam – macam. Kita masih di sekolah ya, Bim! Lagipula kita sudah putus." "Gue nggak mau putus dari elo." Desis Bima. Semakin menekan tubuh Sena. "Gue maunya putus. Lo nggak bisa larang gue gitu aja ya Bim!" "Kalau lo mau putus. Kasih tubuh lo biar gue cicipi dulu. Enak aja main putus sebelum lo ngenakin gue." "Kenapa lo sangat terobsesi sama tubuh gue sih Bim? Maaf aja ya, gue nggak nafsu memuaskan hasrat b***t elo!" Teriak Sena kesal pada mantan pacarnya itu. "Lo bilang apa barusan?" Desis Bima, semakin mengimpit tubuh Sena. "Kenapa? Lo marah?" Tantang Sena. Matanya menyorot tajam pada Bima dan lawan bicaranya itu semakin mengimpit tubuhnya. "Sialan Bima!" Desis Sena ketika Bima meremas bokongnya. Secepat itu, Sena menginjak kaki Bima hingga cowok itu menjerit kesakitan. "Sialan lo! Dasar jalang!" Sena langsung menampar Bima sangat keras sebelum meninggalkan cowok itu. Sena berlari keluar dari tempat persembunyian mereka dengan kedua tangan terkepal menahan marah. Dia mengepalkan kedua tangannya dan berjalan di sepanjang koridor kelas yang panjang. Terlihat Rayyan yang baru keluar dari salah satu ruang kelas. Rayyan sontak menghentikan langkahnya saat Sena melewatinya begitu saja dengan penampilan acak – acakan. Rayyan pun segera berlari mengejar dan menarik pergelangan tangan Sena. "Kamu kenapa?" Tanya Rayyan penuh kekhawatiran. Sena yang melihat Rayyan sok memedulikannya menghempaskan tangan pria itu begitu saja. "Jangan sok peduliin gue." Sena kembali melangkahkan kakinya dan diikuti Rayyan. Untungnya, jam istirahat sudah habis, jadi di sepanjang lorong yang Sena lewati tidak banyak siswa yang melihatnya. Sena malas mendengar gosip tentang dirinya esok hari yang semakin membuatnya sakit kepala. Dan Rayyan sepertinya tidak menyerah untuk mengejarnya. Pria itu kembali menarik tangan Sena menuju ruang kerjanya. "Kalau ada yang lihat bagaimana? Jangan sembarangan tarik – tarik gue!" Teriak Sena ketika Rayyan menutup pintu ruang kerjanya. "Apa yang terjadi? Baju kamu lusuh." Sena memalingkan muka tidak ingin menatap Rayyan. "Bukan urusan lo. Sejak lo khianati gue, nggak perlu lo sok – sokan perhatian sama gue. Gue jijik tau nggak!" "Sena!" Sena menahan napas mendengar teriakan Rayyan. Gadis itu pada akhirnya menatap Rayyan dengan pandangan terluka. "Gue selesai bercinta sama teman gue. Puas lo?" Mood Sena langsung hancur karena Bima dan Rayyan. Sena mendorong tubuh Rayyan yang berdiri tepat di depannya dan berlari keluar dari ruangan Rayyan. Tanpa di sadari, Bima berdiri di dinding dekat jendela ruang kerja Rayyan seraya menarik sudut bibirnya. "Menarik." Guman cowok itu sebelum berbalik pergi dari tempatnya berdiri saat ini. ** Sena baru keluar dari kamar mandi setelah berendam cukup lama. Malam ini dia memang tidak mengunjungi klub karena Jessy mendapatkan jatah libur. Percuma juga Sena berada di Klub, karena hanya Jessy yang mau repot mengurusnya saat Sena tengah mabuk. Dia pernah suatu malam sengaja datang ke klub dan mabuk; saat Jessy libur bekerja, tidak tahunya, dia hampir tidur dengan p****************g. Untung saja malam itu Sena segera sadar dan segera melarikan diri sebelum tubuhnya di jamah orang tidak di kenalnya. Jadi malam ini Sena ingin relaksasi dengan menikmati sebotol wine yang ia simpan di bawah tempat tidurnya. Sena mengambil botol itu dan melangkah menuju pintu geser yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, lalu duduk di ayunan yang sengaja di letakkan di balkon untuk Sena bersantai. Sena duduk di ayunan itu dengan melipat kedua kaki sebelum membuka tutup botol wine itu dan menegaknya sembari menatap langit malam yang kelabu. Sena tersenyum tipis dan dia mulai mengingat cerita tentang masa lalunya ketika masih bersama Rayyan. Masa – masa itu sangat menggembirakan untuk remaja SMP sepertinya. Dari Rayyan, Sena belajar tentang kasih sayang, cinta dan kesetiaan. Tapi dari Rayyan juga, Sena merasakan rasa sakit, benci, dan amarah karena sebuah pengkhianatan. Ah Rayyan.. Memikirkan pria itu saja. Sudah membuat Sena sakit. Sakit sekali sampai rasanya Sena akan sulit untuk merasakan bahagia kembali. ** "Akh! S—sakit Mas Rayyan!" Erang Sena ketika milik Rayyan mulai mengoyak kewanitaannya yang masih memerah, dengan k******s yang membengkak akibat ulah permainan Rayyan. "Aku nggak bisa berhenti, Say—akh sempit.." Kedua tangan Sena mencengkeram punggung Rayyan ketika pria itu berhasil mengoyak selaput darahnya. Setetes air mata tanpa sadar mengalir di pelupuk mata Sena membuat Rayyan cepat – cepat mengecup kedua mata Sena sembari berbisik, "Sebentar lagi tidak akan sakit. Mas akan membawamu ke nirwana. Kamu percaya sama Mas kan, Sayang?" Sena yang polos hanya mengangguk dan mempercayakan semuanya pada Rayyan. Malam itu adalah malam dimana Sena sepenuhnya telah menjadi milik Rayyan. Tanpa sadar, Sena kembali terbangun dengan napas memburu dan linangan air mata. Dia memukuli dadanya karena merasa sesak. Sesak yang tidak berkesudahan. Sesak yang setiap saat membuatnya tercetus keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Dan ketika seperti ini, Sena akan mengingat semua nasehat Jessy. Sembari menenangkan hatinya, Sena sadar bahwa dia berada di ranjangnya. Bukankah tadi Sena berada di balkon tengah menikmati wine? Lalu pandangan Sena tertuju pada nakas yang berada di samping ranjang. Botol winenya ada di sana, hanya saja yang membuat Sena tertarik adalah sepucuk kertas yang terlihat di samping botol winenya itu. Dia segera mengambil kertas itu dan membuka lipatannya. Lain kali, apa bisa kamu minum tidak di rumahku? Kalau sampai istriku tau. Dia akan benar – benar sedih melihat kelakuanmu. Sena tertawa sangat keras, amat sangat keras sampai dia mengeluarkan air mata. Dan surat yang baru saja di bacanya, sudah Sena remas menjadi gumpalan kertas. Sorot matanya kali ini benar – benar memancarkan kekecewaan. Sena lagi – lagi terluka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD