BAB 1 [PART 2]

1205 Words
Reon Putra Dewangga, orang yang tidak pernah merasa kesulitan dalam hal apapun. Hidupnya terlalu indah untuk dicampuri dengan konflik. Dia mencintai hidupnya, sangat. Dirinya terlalu dipuja oleh banyak orang dan selalu menjadi pusat perhatian. Mau bagaimana brengseknya dirinya, tak ada yang meninggalkannya. Semua laki-laki berusaha untuk menjadikan dirinya seorang teman, perempuan berlomba-lomba untuk mendekati dirinya agar mendapatkan perhatian. Sayangnya, Reon tidak terlalu suka dengan pertemanan—sama seperti Arthur. Pertemanan hanya sebuah racun dan bom waktu yang bisa kapan saja meledak. Begitupula dengan percintaan dan perempuan—mereka berusaha mendapat kedudukan agar Reon bisa menikahinya. Mereka berlomba dan saling menjatuhkan agar Reon mau sekedar mengenal mereka. Padahal, kenyataannya Reon hanya ingin one night stand saja. Dia tidak tertarik dengan hubungan jangka panjang. Jika bisa menikmati hidupnya dengan banyak perempuan, kenapa harus mengurung dirinya dalam sebuah pernikahan bersama dengan satu perempuan saja? Mungkin, ayahnya bisa setia kepada ibunya—tetapi Reon tidak mampu bertahan dengan satu perempuan di dalam hidupnya. Terlalu banyak hal menarik di luar sana. Banyak sekali perempuan yang menginginkannya walaupun setelah malam itu berlalu, Reon tidak mengingatnya. Semua itu berlaku pada Seina—anak SMA yang menarik perhatiannya. Dia adalah seorang model yang bekerja sama dengan temannya. Reon mulai tertarik dan meminta manajernya untuk membuatnya dekat dengan Seina. Perempuan itu tidak beda jauh dari perempuan kebanyakan. Terlalu mudah didapatkan hanya dengan bujuk rayu dan gombalan receh yang membuat melayang. Seina bisa dimanfaatkan setiap kali Reon tidak punya perempuan baru yang menarik—karena Seina terlalu indah untuk dilewatkan. Perempuan belia yang belum pernah disentuh dan tentunya masih perawan itu adalah sasaran empuknya. Reon waktu itu benar-benar mabuk dan melupakan pengaman yang selalu dipakainya ketika berhubungan dengan gadis-gadis yang menemani dirinya setiap malam. Akibatnya, hari ini Seina datang ke rumahnya. Memberi tahu kedua orang tuanya jika dirinya hamil dan lebih mengejutkan lagi, Seina punya video ketika malam itu. Seina terus mengancam akan menyebarkannya jika Reon tidak mau tanggung jawab. Raja diam, tidak banyak memberikan komentar. Sedangkan Ratna menatap sebal ke arah anak pertamanya itu—kecewa sekali. Raja sudah berulang kali menginginkan Reon untuk tidak berganti-ganti pasangan, tetapi apa? Reon mengecewakannya lagi. "Bisa aja 'kan kalau itu bukan anak gue?" Ucap Reon kembali membela dirinya. "Anak Lo, gue baru ngelakuin itu sekali. Dan itu sama Lo! Setelah itu pun cuma sama Lo, doang." Marah Seina kepada Reon. "Kamu mau dinikahi, 'kan?" Tanya Ratna kepada Seina yang ditanggapi dengan anggukan singkat. Ratna tersenyum sinis, "biar Arthur yang menikah dengan kamu!" Semua orang membulatkan kedua mata mereka. Begitu pula dengan Arthur yang baru saja masuk ke rumahnya. Padahal dia tidak tahu apa-apa dan baru saja pulang. Lalu kenapa dia yang di kambing hitamkan? "Mom," panggil Raja kepada Ratna yang terlihat tidak setuju. Arthur mendekat dengan wajah kesalnya, "kenapa harus aku yang tanggung jawab? Reon yang berbuat, kenapa jadi aku yang tanggung jawab. Memangnya aku melakukan apa? Mommy enggak bisa memutuskan sesuatu yang bukan urusan Mommy!" "Dengar Arthur, Kakakmu sedang ada pekerjaan penting. Dia tidak mungkin terlibat skandal atau menikah untuk saat ini. Bagaimana perasaan para penggemar Reon jika sekarang dia harus menikah? Mommy enggak mau citra Reon di depan penggemarnya hancur. Lagipula kamu masih anak sekolah dan nama kamu enggak terlalu dikenal juga. Jadi enggak masalah kalau kamu menikah, biar Mommy yang urus semuanya. Toh, kalian berdua satu sekolah." Ucap Ratna dengan mudahnya. "Ya, kurasa Mommy benar. Karirku bisa hancur kalau aku menikah dan apa kata penggemarku kalau mereka tahu yang ku nikahi adalah seorang anak SMA." Jawab Reon senang. Arthur menatap Ratna dengan tatapan benci, lalu melihat Seina yang menundukkan kepalanya. Mungkin sudah pasrah daripada anak yang dikandungnya tidak punya ayah. Gadis bodoh—pikirnya. Raja berdiri, tidak berkata apa-apa lagi dan meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Arthur hanya menatap Ratna sekilas lalu berlalu begitu saja. Toh, melawan tidak ada bedanya, Ratna tetap akan memaksanya dan bahkan mungkin bisa membawa pelaminan itu hari ini juga di depan matanya. "Tunggu apa lagi? Kamu bisa pergi dari rumah saya dan tunggu kabar dari saya. Kalau kamu berani buka mulut tentang kehamilan kamu, saya tidak akan segan untuk membunuh kamu!" Ancam Ratna kepada Seina. Seina hanya mengangguk, buru-buru keluar dari rumah itu sebelum Ratna akan semakin murka padanya. "Makasih Mom—" "Diam kamu!" Bentak Ratna kepada Reon, sebelum laki-laki itu sempat menyelesaikannya ucapannya. Ratna beranjak dari duduknya dan menatap tajam Reon, "awas kamu bergaul dengan perempuan udik lagi. Mommy tidak suka kamu bertindak bodoh yang bisa menghancurkan karirmu sendiri. Kalau sampai ada kejadian ini lagi, Mommy pastikan untuk menikahkan kamu segera." Mungkin jika Seina tidak memiliki video itu, Ratna tidak mungkin melangkah sejauh ini, karena Ratna bisa dengan mudah menyingkirkan Seina. Reon mengangguk, tidak banyak menjawab karena takut keputusan Ratna akan berubah ketika dirinya banyak bicara. Reon menatap ke arah pintu kamar Arthur yang tertutup. Dia merasa bersalah sebenarnya, namun dia tidak mau mengambil resiko dan menggadaikan karirnya yang sedang berada di atas puncak. Sedangkan Arthur sendiri sedang duduk di atas ranjang. Berulang kali mengatur napasnya yang naik-turun karena emosinya tidak bisa segera dikeluarkan. Arthur memang suka marah-marah, tetapi dia sulit untuk mengeluarkan semua unek-uneknya. Rasanya bebannya semakin banyak dan membuatnya lelah sendiri. Dia tahu, terlalu banyak yang harus dirinya korbankan ketika menikah dengan Seina. Padahal, Arthur tidak pernah berpikir, jika jalan hidupnya akan seterjal ini. Hidupnya yang lurus, tiba-tiba telah melenceng begitu jauh. Dia dijadikan tameng oleh ibunya sendiri untuk menutupi kesalahan kakaknya. Apa yang bisa dia lakukan sekarang? Menolak pun tidak akan pernah didengarkan. Arthur hanya bisa pasrah, cinta yang dia harapkan tidak akan pernah datang. Memikirkan jatuh cinta kepada Seina pun, Arthur tidak ingin. Bagaimana dia bisa jatuh cinta pada perempuan yang sudah merenggut masa mudanya? Bagaimana mungkin Arthur bisa melupakan kejadian ini? Dia tidak berbuat, tapi dirinya lah yang harus bertanggung jawab. Klek. Pintu kamarnya terbuka dan menampakkan seorang perempuan cantik dengan gaun merah. Itu Ratna—ibunya yang paling dibencinya. Arthur tidak memalingkan wajahnya untuk melihat Ratna yang perlahan masuk ke dalam kamarnya. "Mommy melakukan ini untuk kebaikan kalian berdua," ucapnya kepada Arthur yang tidak menatap dirinya sama sekali. Bahkan sudah biasa Arthur memperlakukannya dengan tidak baik. Tidak hanya satu dua kali, tetapi semua itu sudah berjalan selama beberapa tahun lamanya. Ratna pun tahu, anaknya membencinya. "Mommy harap kamu bisa menerima hal ini dan mengambil hikmahnya. Siapa tahu kamu bisa jatuh cinta pada perempuan itu." Lanjut Ratna yang hendak berjalan keluar dari kamar sang putra yang tampak semakin kesal. "Mommy harap, kamu bisa belajar dengan baik dan memimpin semua perusahaan kami. Kakakmu seorang artis, dia bisa hancur karena insiden ini. Sedangkan kamu? Kamu masih punya masa depan yang baik karena kamu akan mendapatkan segalanya. Semua harta ini akan jatuh ke tangan kamu." Lanjut Ratna sebelum keluar dari kamar Arthur. "Mommy pikir, aku menginginkan semua itu? Harta? Perusahaan? Atau apapun yang menurut kalian adalah warisan? Kalian pikir aku bahagia dengan kehidupanku? Tentu saja aku tidak bahagia. Bagaimana bisa aku hidup bersama dengan orang-orang yang lebih mementingkan mertabat daripada anaknya sendiri. Mommy terlalu memikirkan karir Reon dan menggadaikan masa depanku untuk menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Kalau Mommy bicara tentang masa depan, harusnya Mommy tidak menghancurkan semuanya sekarang." Ucap Arthur sebelum Ratna keluar dari kamarnya. Itu adalah kalimat terpanjang yang Arthur ungkapkan pada Ratna selama ini. Biasanya Arthur akan diam dan cenderung masa bodo. Tapi hari ini, Arthur melawannya, bahkan mulai mengatakan perasaannya yang telah terpendam selama ini. Sebelum Ratna kembali masuk ke kamar Arthur, laki-laki itu sudah menutup pintu kamarnya dan kali ini menguncinya. ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD