2

1478 Words
BRAAKK Galilleo nyaris mengumpat saat pintu kerjanya dibuka dengan sangat keras, tapi kemudian umpatannya tertelan saat melihat seorang wanita cantik memasuki ruangannya dengan wajah kesal. "Kenapa ketemu tunangan sendiri harus bikin janji sih?!" kesalnya wanita itu. Galilleo memasang senyum manis ke arah Venus. "Kamu kan baru pulang dari Thailand, jadi aku pikir kamu capek," alibinya. Venus berdecak dengan berkacak pinggang. "Kalau aku ngerasa capek, aku engga akan minta ketemu sama kamu. Memangnya kamu engga kangen sama aku? Kita seminggu engga ketemu loh, tapi kamu malah nyuruh sekretaris kamu yang genit itu buat batalin janji kita!" Galilleo berusaha untuk tidak ikut berdecak, dia hanya membalas kekesalan tunangannya itu dengan senyum ramah seperti biasanya. "Apa kamu lapar?" tanyanya mengalihkan topik. Venus menyadari hal itu. Setiap kali dia membahas perihal perasaan, Galilleo selalu menghindar dan membahas hal lain. "Iya! Aku lapar dan kesal!" sergahnya. Galilleo lalu berdiri, mengambil dompet dan melapisi tuxedonya dengan jas dan berjalan menghampiri Venus. "Ayo kita makan!" ajaknya berjalan lebih dulu. Venus menghentakkan kaki dengan kesal dan mengikuti langkah Galilleo. Sepanjang jalan, Venus menggamit lengan Galilleo dan memasang senyum jumawa. Ia tahu betapa Galilleo memiliki reputasi sangat baik di depan karyawannya, maka kehadiran dia di samping Galilleo akan menjadi buah bibir yang menarik untuk dibahas hingga satu minggu kemudian. "Aku mau makanan Jepang," pinta Venus dengan nada manja. Galilleo yang sudah duduk di kursi penumpang berdampingan dengan Venus, menepuk pundak Lucas pelan. "Ke resto Jepang yang biasa ya," pintanya. Lucas mengangguk dan mulai menjalankan mobil meninggalkan lingkungan kantor. "Kerjaan kamu lancar?" tanya Galilleo basa basi. Venus mengangguk antusias, "Seperti biasa. Semua orang suka dengan hasil pemotretan ku," jawabnya bangga. Rasanya Galilleo ingin sekali memutar bola mata malas. Dia bahkan menangkap basah Lucas yang berusaha menahan tawanya. "Ya, siapa yang engga akan suka sama Venus Gideon, kan?" puji Galilleo. Mendengar ucapan Galilleo, Venus menatap dalam ke arah pria yang sudah dijodohkan dengannya sejak kecil itu. "Kamu," katanya. "Apa?" tanya Galilleo bingung. "Kamu bilang siapa yang engga akan suka sama aku kan? Itu kamu orangnya, Gal. Kamu yang engga pernah suka sama aku seberapa banyak pun usaha yang aku lakukan. Seberapa banyak pun orang yang menyukaiku, itu engga akan ada artinya kalau orangnya bukan kamu," tukas Venus. Galilleo terdiam. Ia hanya tersenyum tipis dan mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Kamu tahu alasannya, Ven," lirih nya. Venus menatap sendu ke arah pria yang sudah membuatnya jatuh cinta sejak kecil itu. Pria yang selalu memperlakukan nya dengan baik tapi tidak pernah menyerahkan hatinya pada Venus. "Tapi aku bisa jatuh cinta sama kamu meskipun kita dijodohkan, Gal. Kenapa kamu engga bisa? Apa kurangnya aku? Apa yang kamu suka dan itu engga ada di aku, Gal?" cecarnya. Galilleo menggeleng pelan, ia juga tidak tahu apa yang membuatnya tidak pernah jatuh cinta pada Venus selain sikap ceroboh dan arogan gadis ini. Venus gadis yang sangat cantik, itu pula yang membuatnya menjadi model terkenal dengan bayaran mahal. Selain itu Venus juga dari keluarga terpandang, alasan yang membuat nya dan Galilleo dijodohkan. Tapi Galilleo tidak pernah berhasil jatuh cinta pada tunangannya ini, dia bersikap baik pada Venus hanya karena dia memang tidak terbiasa menyakiti orang lain. __ "Sampai jumpa minggu depan!" Lova tersenyum sebelum ia berjalan keluar dari kelas kedua yang diajar nya. Ia melihat jam yang melingkar ditangannya dan buru-buru berjalan ke arah ruang guru. "Bu, mau makan bareng?" tanya Digta, guru yang mengajar Kesenian juga. Lova menoleh dan tersenyum sungkan, "Engga, Pak. Saya ada urusan lain," tolaknya. Digta tampak kecewa mendengar jawaban dari guru yang menarik perhatiannya semenjak pertama kali datang itu. "Udah engga ada jam ngajar lagi ya, Bu?" tanyanya. Lova yang sedang membereskan barang-barangnya itu hanya menoleh sekilas. "Iya, Pak. Saya cuma ada jadwal ngajar sampai jam dua belas aja," jawabnya. Digta akhirnya hanya mengangguk kemudian pamit untuk pergi ke kantin yang dijawab Lova hanya dengan anggukan kecil. Lalu Lova langsung bergegas keluar dari ruang guru dan membalas sapaan dari murid-murid nya di sepanjang koridor yang ramai di jam istirahat seperti sekarang. Ia menghampiri motor matic yang baru dia beli dua bulan yang lalu itu di tempat parkir dan menaikinya setelah memakai helm terlebih dulu. Ia mengendarai motornya keluar dari lingkungan sekolah menuju sebuah jalan besar dan berbaur dengan kendaraan lainnya. Hari ini ia bersyukur karena jadwal mengajarnya hanya sampai siang hari, sehingga ia bisa mengunjungi tempat tujuannya itu lebih awal dari tahun sebelumnya. Jalanan cukup ramai karena sudah jam makn siang dimana para pegawai kantor banyak yang memilih makan diluar sehingga membuat jalanan macet, tapi Lova bisa bernafas lega karena motornya mampu menyalip kendaraan lain sehingga ia bisa menghindari kemacetan yang bisa membuang banyak waktunya. Motornya berbelok memasuki sebuah komplek pemakaman. Ia memarkirkan motor dan berjalan masuk ke area pemakaman. "Mama..." panggilnya saat ia sampai di satu makam yang tampak ditumbuhi rumput-rumput liar. Lovandra berjongkok, tangannya mencabuti rumput-rumput itu satu persatu. "Selamat ulang tahun, Ma. Maaf tahun ini Lova engga bawain apa-apa buat Mama, tapi doa dari Lova aja cukup kan?" monolognya. Ia tersenyum, mengusap batu nisan yang mulai kusam itu pelan. "Engga kerasa ya, Ma, udah setahun Mama ninggalin Lova sendirian di dunia ini. Harusnya Mama masih hidup biar setiap Lova gajian, Lova bisa traktir Mama makanan enak," lanjutnya sambil tertawa pelan. Selanjutnya, Lova hanya terdiam dengan menundukkan kepalanya. Tangannya tertangkap, batinnya mengucap doa agar Mamanya diberikan rumah yang indah di surga dan juga diberikan kebahagian yang belum pernah di dapatkan Mamanya selagi di dunia. "Lova akan terus berusaha sampai akhir, Ma. Engga perduli kalaupun Lova harus melawan dunia, Lova engga akan mundur. Demi Mama, demi hidup Lova." Setelah mengucapkan itu, Lova mendekat ke arah batu nisan dan mencium batu Nisan itu pelan. "Lova pamit ya, Ma. Kalau ada waktu luang, Lova akan kesini lagi," ujarnya lalu bangkit berdiri dan meninggalkan komplek pemakaman. ___ "Kenapa engga dihabisin?" tanya Galilleo saat melihat piring plate milik Venus masih terisi setengah. Wanita yang sedang mengelap mulutnya dengan anggun itu hanya menggeleng pelan. "Aku harus jaga berat badan ku, soalnya akan ada pemotretan lagi minggu depan," jawabnya. Galilleo hanya mengangguk walaupun menurutnya Venus sudah terlihat sangat kurus sekarang. Tapi pekerjaannya sebagai model memang mengharuskan Venus untuk mengikuti trend pasar jika tidak ingin kalah dengan para model pendatang baru. "Habis ini kamu akan balik ke kantor?" tanya Venus. Galilleo kembali mengangguk, "Iya, karena masih jam kerja." Venus mencibir ucapan tunangannya itu. "Kita padahal baru ketemu, aku yakin Om Rein juga bakal ngijinin kok kalau kamu bolos sehari. Aku pengen jalan-jalan sama kamu," bujuknya. Galilleo menghela nafas pelan, "Aku punya tanggung jawab di kantor, bukan karena aku anak pemilik perusahaan terus aku bisa seenaknya bolos. Aku kan harus ngasih contoh baik buat bawahan ku," sanggahnya. Venus hanya melengos kesal mendengar jawaban tunangannya itu. Galilleo selalu saja lebih mementingkan pekerjaannya, padahal mereka sudah sangat jarang bertemu karena karir Venus yang sedang melonjak mengharuskan wanita itu untuk terbang keliling dunia. "Sudah selesai?" tanya Galilleo. Venus tidak menjawab dan malah langsung berdiri, berjalan keluar lebih dulu meninggalkan Galilleo yang hanya bisa mendesah berat. "Kita kemana, Pak?" tanya Lucas saat Galilleo dan Venus sudah memasuki mobil. Galilleo menoleh ke arah Venus yang justru memalingkan muka ke arah jendela. "Kita antar Venus pulang dulu," ucapnya pada Lucas. Lucas mengangguk dan langsung menjalankan mobilnya. Saat mobil sudah berjalan, Galilleo memilih menyalakan tablet nya dan memeriksa beberapa email pekerjaan yang sekiranya penting dan harus segera ditanggapi olehnya. "Aku mau kita menikah setelah kontrak ku selesai," ucap Venus tiba-tiba. Galilleo terkejut, Tablet di tangannya bahkan nyaris terjatuh. "Apa? Kenapa?" tanyanya. Venus menoleh ke arah Galilleo dan menatap pria tampan itu dengan tajam. "Karena memang udah waktunya, Gal. Kita bahkan udah dijodohin dari kecil, mau nunggu apa lagi?" debatnya. Galilleo menggeleng dengan raut keruh. "Kontrak kamu akan habis dalam dua bulan, kan? Itu engga mungkin, Ven. Aku belum siap," elaknya. Venus menatap berang ke arah Galilleo. "Belum siap apa? Kamu mau aku nunggu sampai kapan? Sedangkan sikap kamu engga ada perubahan sejak dulu. Aku capek terus dicuekin sama kamu, Gal. Mungkin setelah menikah, kamu akan bisa jatuh cinta sama aku," dalihnya. Galilleo mendesah berat dan mengusap wajahnya gusar. Ia tidak suka dengan pembahasan ini. Harusnya jika Venus memang lelah terus diabaikan olehnya, normalnya gadis itu harusnya membatalkan pertunangan bukan malah mengusulkan pernikahan. "Apapun alasannya, aku engga bisa," tolak Galilleo tegas. "Kamu egois, Galilleo!" pekik Venus. Wanita itu lalu meminta agar Lucas menghentikan mobilnya, hal itu sempat ditolak Lucas sampai kemudian Venus mengancam akan terjun dari mobil langsung. Saat mobil berhenti di tepi jalan, Venus langsung keluar meninggalkan Galilleo yang hanya menatapnya datar. Hal yang tidak Venus bayangkan adalah, Galilleo langsung meminta Lucas menjalankan mobil kembali tanpa membujuk Venus untuk ikut dengannya lagi. Venus menatap tidak percaya pada mobil milik Galilleo yang berjalan menjauh meninggalkan nya. Galilleo sama sekali tidak mencegahnya saat akan turun dan bahkan langsung meninggalkan nya begitu saja di pinggir jalan. "Dasar Galilleo b******k!" teriaknya kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya dan menghadiahi Galilleo dengan segala umpatan kasar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD