3

1516 Words
"Apa engga keterlaluan ninggalin Venus gitu aja?" Galilleo tidak menjawab pertanyaan dari Lucas. Selama ini dirinya berusaha memperlakukan Venus dengan baik karena bagaimanapun Venus adalah teman masa kecilnya. Orang yang selalu membuat Galilleo merasa baik-baik saja meskipun mendapat tekanan dari sana-sini. Namun Galilleo mulai membatasi sikapnya pada Venus semenjak mengetahui perjodohan yang dirancang untuknya dan Venus. Hingga membuat hubungan mereka yang hangat menjadi kaku seperti sekarang. "Sebenarnya dia engga salah, dari dulu dia udah suka sama lo. Dan bagi dia, perjodohan antara kalian itu kayak jalan pintas buat bisa dapetin lo. Berkah karena kedua orangtua kalian juga berusaha buat bikin kalian berjodoh. Yang aneh justru lo, karena bertahun-tahun sama dia tetap aja engga bisa suka sama Venus," ujar Lucas lagi. Galilleo tersenyum tipis. Jika Lucas sampai mau ikut campur urusannya, itu berarti sahabatnya itu sedikit geram melihat perlakuannya tadi pada Venus. "Gue cuma engga mau ngasih harapan kosong sama dia, Luc," balas Galilleo pelan. Ia menghela nafas berat dan menyandarkan kepalanya ke badan kursi. "Apa lo pikir selama ini gue cuma sibuk lari dan engga nyoba buat balas perasaan dia? Kalau lo mikir begitu, lo salah, Luc. Walaupun gue engga setuju sama perjodohan ini, tapi gue berusaha buat nerima pada akhirnya karena Venus perempuan yang baik. Dia satu-satunya orang yang selalu ada di samping gue, tapi sekuat apapun gue coba, hasilnya tetap sama. Gue engga bisa nganggep Venus lebih dari sekedar teman," lanjutnya. Lucas yang mendengar perkataan yang disuarakan dengan nada gusar itu menjadi prihatin. Dari kaca spion di atas kepalanya, bisa ia lihat bagaimana Galilleo tampak tersiksa dengan hubungannya dan Venus, juga harapan yang terlalu besar dari kedua orangtua mereka yang semakin membuat pundak Galilleo berat. "Sebenarnya ini juga berhubungan sama 'dia' kan? Gue bisa lihat sikap lo ke Venus berubah jadi engga tulus semenjak kejadian itu, seakan-akan lo nyalahin Venus atas apa yang terjadi sama 'dia'." Galilleo tertegun saat mendengar ucapan Lucas. Dia pikir hal yang seperti itu tidak akan bisa lagi mempengaruhinya seiring berjalannya waktu dan juga banyaknya kejadian yang menimpa dirinya setelah kejadian itu. Namun mendengar Lucas kembali membalas perihal 'dia', membuat Galilleo kembali merasakan perasaan yang membuatnya sangat tidak nyaman. Lucas menyadari bahwa ia telah salah membahas perihal itu kembali jika dilihat dari bagaimana sosok Galilleo yang tenang tiba-tiba menjadi gelisah. Sahabat sekaligus bosnya itu hanya tersenyum kaku ke ayahnya kemudian membuang pandangan ke adah jendela. "Gue tahu mungkin sebaiknya gue engga ngungkit ini lagi, tapi lo harus sadar, Gal. Ini sama sekali bukan salah Venus, Venus engga pernah ngelakuin apapun ke 'dia'," Lucas membagi fokus antara menyetir dengan baik dan juga menatap reaksi sahabatnya. Dia mengerti betul bahwa pembahasan ini menganggu Galilleo, namun sahabatnya itu perlu didasarkan bahwa perasaan sentimentil nya sudah mengubah banyak hal selama bertahun-tahun ini. "Gue tahu, gue engga nyalahin Venus atas kejadian itu. Tapi gue juga engga bisa mandang Venus dengan pandangan yang sama seperti sebelum kejadian itu," aku Galilleo. Lucas menarik nafas berat. Ternyata memang karena itu Galilleo menjadi seperti orang asing setiap kali bersama Venus. Bahkan banyak hal dari sikap Galilleo yang berubah terhadap Venus yang bahkan dengan mudah bisa Lucas sadari. "Gue engga bisa ikut campur lebih jauh dari ini. Sebagai sahabat lo, gue cuma mau lo bahagia. Walaupun ini kedengernanya klise, tapi memang itu yang gue harapkan dari lo. Jadi apapun keputusan lo nanti, gue akan dukung sebisa gue," katanya. Galilleo tersenyum, mengangguk pelan dengan kepala tertunduk. "Makasih, Luc," balasnya. Ia berterimakasih atas kata penghiburan yang diberikan Lucas untuknya walaupun Galilleo sendiri tahu bahwa  sudah lama harapan tentang kebahagiaannya itu hilang, semenjak tekanan demi tekanan berlabel 'perduli' dan 'kasih sayang' sudah merenggut banyak hal penting dari hidupnya. __ Galilleo pikir, kekacauan yang dialaminya hanya sebatas pernyataan tiba-tiba soal pernikahan yang diajukan oleh Venus tadi. Nyatanya saat ia baru sampai di ruangannya, sebuah masalah lain yang membuat dirinya ingin berbalik dan pergi sejauh mungkin sudah menunggu di sofa ruangannya. "Kamu darimana? Kakak nunggu kamu dari tadi," Gween langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Galilleo yang memasang senyum tipis. "Makan siang sama Venus," jawab Galilleo. Ia tidak memperdulikan Gween yang berjalan di sisinya. Kakaknya itu bahkan rela berdiri di depan meja kerjanya saat Galilleo sudah duduk dengan tenang di kursi miliknya. "Gal, Kakak mau minta tolong," pinta Gween pelan. Jika saja Galilleo bisa, ingin rasanya dia tertawa saat mendengar ucapan dari kakak keduanya itu. Ia merasa lucu karena suami dan istri ini bergantian datang kepadanya dengan maksud yang sama. Tapi karena sedikit banyaknya ia mengetahui apa yang akan Gween minta, Galilleo akhirnya berpura-pura memfokuskan dirinya pada permintaan semacam apa yang akan kakaknya itu ajukan. "Minta tolong apa?" tanyanya. Gween yang biasanya tampak begitu percaya diri dengan apapun yang dimilikinya itu kini tampak gugup di hadapan Galilleo. Dan Galilleo tahu, hanya ada satu orang yang bisa membuat Kakaknya menjadi seperti ini. "Tolong, minta Gema buat hapus semua foto Noel dan sekretarisnya itu. Kakak engga mau kalau Ayah sampai lihat," pintanya. Galilleo diam-diam tersenyum sinis. Bodoh sekali dirinya yang sempat berpikir bahwa kali ini kakaknya akan menyerah dan memutuskan untuk berpisah dari sampah itu. Nyatanya yang dilakukan oleh Kakaknya ini adalah hal yang sama seperti yang sudah-sudah, berusaha menutupi kebusukan suaminya dan menerima kembali Noel dengan segala keburukannya. Sungguh cinta yang gila. "Kenapa harus aku?" Pertanyaan yang diucapkan dengan nada datar itu membuat Gween terkejut. Baginya, Galilleo adalah yang menurutnya paling mudah didekati. Karena dia sudah melihat selama ini bagaimana adik lelakinya itu tidak pernyataan membantah perintah dari mereka sekalipun. "Apa maksudnya, Gal? Jelas aja karena kamu adik Kakak satu-satunya yang engga berniat jahat sama Kakak," jawab Gween. Galilleo menggeleng pelan. "Jadi maksud Kakak, apa yang dilakukan sama Kak Gema itu jahat karena nyebarin aib dari Kak Noel sekalipun itu kenyataan?" Kali ini Gween dibuat tidak bisa membantah oleh adik bungsunya itu. Dia tahu apa yang dilakukan oleh Noel jelas adalah kesalahan, dia juga merasa sakit hati karena lagi-lagi suaminya itu mengingkari janjinya. Meskipun begitu Gween tidak bisa menyerah sekarang, karena dirinya tidak rela jika posisi utama di perusahaan akan jatuh pada Gea dan Betrand kalau sampai terjadi sesuatu pada pernikahannya. "Mau sampai kapan Kakak nutupin semua keburukan Noel? Apa Kakak pikir Ayah selama ini diam karen engga tahu? Aku yakin Kakak juga sadarkan kalau Ayah sudah tahu semuanya, terus kenapa Kakak masih pertahanin rumah tangga yang rusak kayak gitu? Harusnya Kakak tahu kalau semua ini akan berpengaruh buruk buat Cassanova," Galilleo hilang kendali. Dia mengungkapkan segala kekesalannya selama ini terhadap Kakak keduanya itu. Apalagi jika dia teringat dengan keponakannya yang masih duduk di bangku SMP, entah akan tumbuh seperti apa Cassanova dengan pengetahuan tentang kelakukan b***t Ayahnya selama ini. "Kamu..kamu engga ngerti, Gal. Kakak bertahan sejauh ini juga demi Cassanova. Kakak engga mau dia tumbuh tanpa Ayah," kilah Gween Kali ini Galilleo memutar bola matanya terang-terangan saat mendengar alasan klasik yang digunakan kebanyakan orangtua saat mengalami masalah buruk dengan pasangannya. Mereka bilang ini semua demi kebaikan sang anak, padahal mereka sendiri tidak tahu, belum tentu sang ang mengharapkan tumbuh dengan orangtua lengkap jika hanya ada keburukan dan keburukan setiap harinya. "Terserah apapun alasan kakak, tapi kali ini aku juga tetap engga bisa bantu. Aku engga mau terlibat dalam rumah tangga Kakak, dan kayak yang aku bilang tadi, sekalipun Ayah engga lihat fotonya langsung tapi Ayah udah tahu kalau lagi-lagi Noel mengkhianati Kakak," tukasnya tegas. Gween tampak menunduk. Sia-sia saja dia datang untuk meminta bantuan dari adik bungsunya jika yang terjadi justru anak kecil itu menasehatinya habis-habisan. Bahkan Galilleo sampai membawa-bawa Cassanova dalam masalah ini. "Oke, kalau gitu udah engga ada lagi yang mau Kakak bicarain kalau kamu nolak buat bantu. Makasih buat waktunya dan titip salam buat Venus kalau kamu nanti ketemu," katanya. Galilleo hanya mengangguk pelan sambil memperhatikan Kakaknya yang beranjak dari hadapannya dan berjalan keluar ruangan. Setelah pintu ruangannya tertutup, Galilleo berdecak keras. Menyesali dirinya yang terlahir di dalam keluar kacau seperti ini. Dulu saat dirinya kecil, semua tampak normal. Dia masih bisa bermain dengan kakak-kakaknya walaupun jarak usia dirinya dengan Gea dan Gween cukup jauh. Bahkan kakak-kakaknya masih sering membela dirinya saat Rein memaksakan sesuatu yang tidak disukai Galilleo. Tapi semuanya mulai berubah saat kedua kakaknya itu menikah satu persatu. Persaingan tak kasat mata mulia terjadi, setiap kali mereka berkumpul yang ada hanya keributan yang terjadi antara Gea dan Gween. Sedangkan Gema akan menjadi pengamat yang bisa melempar bom berupa aib kedua kakaknya itu kapan saja tanpa ragu. Dan yang menerima dampak rasa lelah yang luar biasa adalah Galilleo, yang hanya bisa menyayangkan perubahan ini tanpa. Isa melakukan apapun. Dirinya bahkan menjadi korban dari segala desakan Ayahnya juga, terhitung dari perjodohan yang dilakukan antara dirinya dan Venus. Namun begitu, sialnya Galilleo tidak memiliki kekuatan untuk melawan kuasa absolut Rein dalam keluarganya. Ibunya pun tidak dapat melakukan apapun selain menuruti semua keputusan yang dibuat oleh suami tercinta. Galilleo tersenyum kecut, jika dipikir lagi di dalam keluarganya memang tidak ada yang normal. Hampir semua orang memiliki kegilaannya masing-masing. Termasuk dirinya, yang bersikap munafik dengan menyebar senyum ramah kemana-mana padahal dalam hatinya menyimpan segala macam kekhawatiran yang sebenarnya akan sulit membuatnya tetap tersenyum. Ia kembali menghela nafas, tangannya menyentuh interkom di mejanya yang terhubung dengan Diana. "Bawakan saya coklat panas ya, Di," pintanya. ___
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD