bc

Wanita Pengganti

book_age16+
485
FOLLOW
3.2K
READ
billionaire
BE
pregnant
drama
bxg
city
affair
like
intro-logo
Blurb

Squel Pengantin Pesanan

(Bisa Dibaca Terpisah tidak harus berurutan)

[Cerita Ibu dari Park Junho a.k.a Liam]

Back to 1987-1988

Dara tidak tahu kalau di tahun ke-tiga pendidikannya di Korea Selatan tiba-tiba beasiswanya dicabut. Dara tidak tahu kalau di tahun itu menjadi tahun yang menyedihkan sekaligus memilukan untuknya yang seorang perantau. Dara tidak tahu kalau krisis ekonomi Korea akan membuatnya terjebak berada di sana. Tidak bisa kembali ke tanah airnya di Indonesia, tidak memiliki pendapatan, juga tidak memiliki tempat tinggal.

Sampai seseorang tiba-tiba datang padanya menawarkan sebuah rasa aman dan menjanjikan jaminan hidup. Tapi harga yang harus Dara bayar untuk semua itu adalah mengandung anak dari sosok yang menolongnya. Mengandung anak dari pria yang sudah menikah dan sudah memiliki istri.

Di saat Dara merasa hidupnya benar-benar sesulit itu. Haruskah Dara menerima tawarannya?

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Back to 1997-1988 "Ne? Apa maksudnya beasiswa saya dicabut? Bukankah menurut kontrak semua biaya pendidikan dan kebutuhan saya selama di sini akan ditanggung sampai saya lulus?" Petugas administrasi di salah satu University swasta Korea itu memperlihatkan raut menyesalnya, namun dirinya pun tidak bisa membantu apa-apa. "Maaf, Hagsaeng. Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Ini kebijakan darurat yang diberlakukan karena krisis yang terjadi sekarang. Kami sudah memberikan pemberitahuan sebulan sebelumnya melalui email, tapi mungkin Hagsaeng melewatkan email dari kami." "Tidak, tidak. Ini tidak benar. Bagaimana pun ini tidak benar. Bagaimana pun saya mahasiswi luar yang sudah dijamin untuk mendapatkan bantuan, tapi kenapa—" "Hagsaeng, sekali lagi kami minta maaf. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk membantu Hagsaeng. Apalagi saya yang hanya staff administrasi di sini. Saya hanya bisa menyampaikan atas keputusan yang sudah berlaku di Universitas ini, jadi—" "Lalu bagaimana dengan saya? Apa yang saya harus lakukan? Ini tahun terakhir saya berada di sini, tapi saya tidak bisa menyelesaikan pendidikan saya karena beasiswa saya tiba-tiba dicabut?!" "Dara-ssi..." Berkali-kali staff administrasi itu meminta maaf karena situasi yang harus Dara—nama mahasiswi itu—alami. Mereka tidak bisa berbuat banyak, karena keadaan Universitas swasta itu juga tidak bisa dibilang baik dengan krisis yang melanda negeri itu. Semuanya kacau bisa dibilang, menimpa berbagai macam sektor yang bahkan tidak di sangka-sangka. Termasuk Dara yang merasa dirinya tidak tahu apa-apa tiba-tiba di hadapkan dengan situasi macam itu. Situasi yang menurutnya seperti kiamat dalam hidupnya. "Bagaimana, Dara? Apa mereka bisa membantumu masuk kelas di semester baru?" Seorang gadis menghampiri Dara yang keluar dari gedung bagian administrasi. Dara yang keluar dengan kepala tertunduk mengangkat kepalanya sedikit, mendapati teman satu jurusannya—Jian yang menatapnya penuh cemas dan kekhawatiran. Meski bisa dilihat dari raut wajah Dara yang lesu dan tidak bersemangat, Jian tidak bisa menahan diri untuk bertanya. Tidak ada yang bisa gadis itu lakukan juga selain bertanya pada Dara langsung. "Dara-yaa..." Dara menggeleng pelan, percuma saja menyembunyikannya, tidak ada yang perlu disembunyikan juga. Dara tidak bisa berpura-pura baik-baik saja saat hidupnya sudah berada di ujung tanduk seperti ini. "Mereka tidak bisa membantu apa-apa. Beasiswaku dicabut, dan tidak ada kejelasan juga aku harus bagaimana sekarang." "Ya Tuhan..." "Mereka bilang masih mengizinkanku tinggal di asrama bulan ini, tapi setelahnya aku harus pergi dari sana." "Mereka jahat sekali. Tega sekali melakukan itu padamu!" Dara tahu, bukan hanya dirinya yang sebenarnya berhadapan pada situasi itu. Beberapa pelajar yang lain di seluruh negeri itu yang terdampak pasti juga merasakan hal yang sama. Tempatnya belajar adalah Universitas swasta yang pasti memiliki perhitungan sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah yang membantu. Jangankan yang swasta, Universitas Negeri saja dalam situasi seperti ini pasti terkena dampaknya, entah itu besar atau kecil, jadi meski marah, ingin menangis dan mengamuk sekalipun, saat mereka bilang tidak bisa membantu Dara itu artinya memang tidak bisa. "Lalu apa yang akan kamu lakukan?" "Apa lagi? Tentu saja aku harus mencari pekerjaan. Entah itu untuk menyelesaikan kuliahku atau untuk membiayai kepulanganku." "Pekerjaan? Saat krisis begini? Orang-orang saja kehilangan pekerjaan Dara-ya." Dara menunduk, mengusak rambutnya frustrasi. Jangankan temannya yang tidak mengalami apa yang Dara alami, Dara sendiri saja tidak tahu apa yang dia bicarakan dan apa yang harus dirinya lakukan. "Makanya, aku pun sebenarnya tidak tahu apa yang sebaiknya aku lakukan..." "Apa kamu tidak bisa meminta bantuan pada negaramu? Maksudku, bicaralah pada perwakilan mereka di sini tentang kondisimu, mereka pasti punya—" "Aku datang bukan dari jalur beasiswa yang negaraku sediakan, Jian-ah. Pertama mereka pasti akan menggunakan alasan itu, lainnya mereka pasti akan mendahulukan yang menurut mereka lebih penting dalam hal ini. Anak yatim piatu sepertiku yang nekat datang ke sini bermodal yakin dari bantuan pemerintah Korea apa kamu pikir akan mendapatkan prioritas mereka?" Yang ditanya tidak menjawab, namun menyembunyikan wajahnya menghembuskan napas berat. "Meski tetap aku akan mencoba untuk bicara pada mereka, tapi aku tidak berani berharap apa-apa." Untuk sementara hanya solusi itu yang bisa Dara pikirkan. Sisanya? Dia jelas dan tentu harus mencari solusi lain. Dara tidak punya pilihan lain, gadis itu tidak memiliki banyak pilihan agar orang-orang dapat membantunya dalam kondisi ini. Keluarga tidak ada, relasi tidak punya, pemerintah Korea pun seolah sudah angkat tangan mengenai dirinya, lalu apa lagi? Apa yang harus Dara lakukan selain bergantung dan berharap pada Tuhan? Yang entah memiliki rasa kasihan pada Dara atau tidak. *** Tidak ada lowongan pekerjaan, tidak ada bantuan, tidak ada lagi uang di tangan. Dara benar-benar kehilangan semuanya dalam satu waktu. Sama seperti ketika dirinya ditinggal begitu saja di panti asuhan, meski Dara tidak mengingatnya jelas karena masih terlalu kecil tapi rasa hampa dan putus asa itu rasanya sama. Sama-sama membuatnya sesak dan ingin marah pada dunia. Kenapa? Kenapa ketika Dara merasa hidupnya akan jauh lebih baik semuanya selalu berjalan sebaliknya? Kenapa dunia seolah tidak memihaknya untuk bahagia? Kenapa takdir seolah mempermainkannya? Kenapa? Padahal Dara merasa dirinya tidak pernah jahat, selalu mengikuti aturan panti dan mendengarkan apa yang Ibu panti katakan. Selalu menempatkan orang lain dibanding dirinya dalam berbagai urusan. Mengalah dan mengesampingkan kepentingan dirinya untuk orang lain. Dan apa yang Dara terima? Masa depannya malah dipertaruhkan karena dunia yang lagi-lagi tidak berpihak padanya. Seharian itu Dara mencari pekerjaan, entah apa pun pekerjaan itu—penjaga toko, cleaning service, pelayan dan sejenisnya satu pun tidak Dara dapatkan. Alasannya sama, karena sedang krisis daya beli menurun membuat toko mereka juga tidak menjual banyak barang sehingga sepi dan pendapatan pun tidak ada. Pendapatan saja tidak ada untuk apa mereka membayar pekerja lain yang pekerjaannya saja masih bisa mereka kerjakan bersama pegawai yang ada. Bahkan di beberapa tempat pemilik usaha justru baru saja memangkas jumlah karyawannya. Pippi pippi ppiipii Pager Dara yang berada di saku celananya bergetar dan mengeluarkan bunyi khasnya. Dara yang terduduk lemas di pinggiran toko merogoh sakunya malas untuk mengambil benda mungil itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan suara. Dara menghembuskan napas berat ketika membaca deretan angka dan sedikit huruf yang tertera di sana. Gadis itu mengangkat kepalanya, mencoba mencari di mana letak telepon umum agar dia bisa mendengar pesan suara yang dikirimkan padanya segera. Beruntung telepon umum tidak begitu jauh dari sana, Dara melihatnya dari tempat dia berada, dan langsung berdiri mendatangi telepon umum yang ada di sana. Satu pesan suara... "Hei, Dara. Aku punya kabar baik untukmu! Kamu masih mencari pekerjaan, kan? Tidak masalah pekerjaan apa pun, kan? Kalau kamu memang merasa tidak masalah dengan apa pun, cepat datang ke alamat yang aku sebutkan sekarang juga setelah kamu menerima pesan ini. Secepat mungkin sebelum orang lain mendapatkan pekerjaan ini lebih dulu, oke?! Aku mohon, datanglah secepat mungkin!" Suara Jian terdengar bersemangat di seberang sana, menyebutkan alamat yang dimaksud yang langsung Dara catat di buku apa pun yang ada di dalam tasnya. Apa pun, sama seperti keadaan Dara saat ini. Apa pun, apa pun akan Dara lakukan agar bisa terbebas dari situasi yang seolah menemui jalan buntu ini. _____________________________ PENTING! SEMUA PERISTIWA DAN KEJADIAN HANYALAH FIKSI SEMATA, KEADAAN YANG SEBENARNYA PADA SITUASI DAN TAHUN YANG DITULIS BISA JADI SANGAT BERBEDA DENGAN CERITA INI. KESELURUHAN CERITA INI HANYA FIKSI, JADI HARAP DIMAKLUMI JIKA ADA KESALAHAN DAN KEKURANGANNYA. *Hagsaeng = Murid/Siswa/Siswi

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

My Secret Little Wife

read
94.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook