"Mika! Jelaskan semua ini pada Ibu!"
Setelah mereka memindahkan Lord Aegis yang semula tertidur di pangkuan Mika ke tempat tidur, ibu Mika menatap garang kepada Mika. Mika hanya tersenyum kecut sembari bermain dengan tangannya.
"Ibu, aku tidak tega membangunkannya. Sepertinya dia sangat lelah."
Ibu Mika menepuk dahi ketika mendengar jawaban putrinya. Mika bahkan mengabaikan fakta bahwa pria yang sedang ia belai bisa saja melakukan apapun padanya. Apalagi pria itu adalah Lord Aegis, yang mempunyai keuasaan mutlak di Phartenos. Menghela napas, Ibu Mika memegang tangan Mika dan melunakkan pandangan.
"Dengar, Nak. Dia laki-laki, kau perempuan. Kalian tidak boleh berada di dalam rumah tanpa ada pengawasan. Dan kau tidak boleh menyentuhnya sembarangan, dia itu salah satu pemimpin di Phartenos, ingatlah itu!"
Mika mengerutkan kening. Bibir tipisnya ingin menyangkal, namun ibunya terlebih dahulu meneruskan perkataannya.
"Dan jangan bantah ibu. Mengerti?"
Tatapan ibunya begitu menusuknya. Hingga mau tak mau Mika harus mengangguk patuh.
"Pintar." Pujinya sembari membelai rambut Mika, penuh kasih sayang.
Sementara itu, Mika hanya menekuk bibirnya dan memandang Lord Aegis yang terbaring di tempat. Beranjak, Mika melangkah untuk mengambil selimut yang ada di lemari.
"Mika?" Ibunya bertanya, heran.
Mika hanya tersenyum pada ibunya lalu melangkah ke sisi ranjang. Menutup tubuh kokoh yang berbaring damai dengan selimut putih yang lembut. Setelah membenahi selimut yang menutupi Lord Aegis, Mika pun tersenyum. Melihat tingkah putrinya, Ibu Mika hanya bisa mengerutkan kening. Tak tahu apa yang ada di kepala putri cantiknya.
"Ibu akan ke kota. Kau mau ikut atau tinggal?" Ibunya berkata seraya membuka pintu kamar dan beranjak keluar.
Mengerjapkan mata, Mika pun menimbang-nimbang. "Kalau aku ikut, nanti kalau Tuan bangun, bagaimana?"
Anak ini benar-benar peduli dengan Lord Aegis, batin Ibu Mika dalam hati.
"Kalau begitu kau boleh menyusul nanti, Mika. Tapi ingat! Jangan melakukan hal-hal bodoh. Mengerti?"
Mengangguk paham, Mika pun tersenyum. Gadis itu lalu mengantar ibunya sampai ke depan rumah lalu. Manik indahnya pun menatap punggung sang ibu yang mulai menjauh.
Kakinya melangkah masuk, tak lupa ia mengintip ke kamar. Syukurlah, Lord Aegis belum bangun. Dengan begitu Ia bisa mengerjakan tugas rumah seperti biasa. Dimulai dari menyapu, mencuci baju, dan memasak. Semua tempat ia bersihkan, memang rumahnya tidak terlalu besar, namun cukup melelahkan juga kalau membersihkan sendiri. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes di keningnya. Mika memang terbiasa dengan pekerjaan rumah, setiap ibunya pergi ke kota, ia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Tapi terkadang ia ikut ibunya berjualan bunga ke kota, menghilangkan penat atau sekedar melihat-lihat.
"Mika...."
Gadis yang tengah memasak itu dikejutkan oleh suara yang tiba-tiba menyapa. Mika menoleh dan mendapati Lord Aegis yang berdiri di depan pintu. Ia pun tersenyum dan menyapa Lord Aegis.
"Anda sudah bangun? Ah, sebentar aku akan menyelesaikan masakan ini. Duduk saja di ruang makan."
Mika kembali terfokus pada masakannya. Ia mendengar langkah Lord Aegis yang kian menjauh. Ia pun cepat-cepat menyelesaikan masakan dan menghidangkannya di meja makan.
"Maaf membuat anda menunggu," ujar Mika sembari meletakakan beberapa piring di meja.
Pria itu hanya terdiam, namun begitu, maniknya tak lepas dari Mika. Entah mengapa, sang penguasa Phartenos sangat hobi mengamati gadis kecil yang begitu menyita perhatiannya.
"Silahkan dimakan, Tuan," pinta Mika dengan senyum menawan.
Tangan mungil Mika mengambil sumpit dan memisahkannya menjadi dua bagian. Gadis itu bahkan tak canggung walau yang ada di hadapannya adalah sang penguasa Phartenos.
"Selamat makan!"
Didorong oleh rasa lapar, Mika langsung melahap makanan di depannya. Namun, tiba-tiba ia menghentikan makannya saat ia menyadari Lord Aegis sama sekali tidak menyentuh makanannya. Mika mengernyit, bingung. Gadis itu pun meletakkan mangkuk dan sumpitnya, mengalihkan perhatian sepenuhnya ke Lord Aegis.
"Apa anda tidak suka makanannya? Maaf, aku hanya bisa menyediakan seadanya...." Mika berkata penuh rasa bersalah.
Lord Aegis diam dan memandangnya sejenak. Hingga bibir tipis itu pun memanggil namanya.
"Mika...."
Mika tersentak, memfokuskan diri ke pada pemuda tampan di depannya.
"I-iya, Tuan?" Tiba-tiba, kegugupan menguar di d**a Mika. Berbeda dengan Lord Aegis yang mengambil sumpit dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Sebenarnya aku lapar. Tapi aku tidak bisa menggunakan benda ini...."
Mika diam sejenak, hingga beberapa saat kemudian ia terkekeh geli. Lord Aegis hanya menaikkan alisnya dan memandang Mika yang tak kunjung berhenti terkekeh.
"Ya ampun, Tuan. Saya lupa kalau Anda orang Barat. Maafkan saya," kata Mika sambil menahan kekehan. Mika pun menarik tangan Lord Aegis dan mengajarinya memegang sumpit. "Nah, begini caranya. Anda harus bisa menahan dengan jari anda. Coba praktikkan."
Mika melihat Lord Aegis yang mulai mencoba apa yang ia ajarkan. Namun, pria itu tetap tidak bisa memakai sumpit. Mungkin karena tidak terbiasa, tangan Lord Aegis pun terlihat begitu kaku saat memakai sumpit.
"Mika, ini lebih sulit dari yang aku bayangkan." Lord Aegis yang mulai jenuh, mengeluh pada Mika.
Mika hanya tersenyum simpul, memaklumi semuanya. Sayangnya ia tidak mempunyai sendok atau garpu di rumahnya. Jika dibiarkan Lord Aegis bisa kelaparan. Akhirnya ia pun mempunyai ide cemerlang. Ide yang hanya seorang Mika yang berani mengungkapkannya di depan Lord Aegis.
"Kalau begitu, bagaimana kalau aku suapi?" tanya Mika dengan wajah berbinar. Tanpa basa-basi ia mengambil sumpit di tangan Lord Aegis dan mulai menyuapi pria itu. Bahkan tanpa menanyakan kesetujuan Lord Aegis terlebuh dahulu.
"Ayo katakan Aaahh...."
Tentu saja, itu bagian dari kejahilan Mika. Mungkin jika itu adalah gadis lain, Lord Aegis akan langsung melemparkan tatapan tajam. Beruntung dia adalah Mika, alih-alih menatap tajam, Lord Aegis malah memalingkan wajahnya yang memerah.
"Mi-Mika, aku bisa sendiri...."
Ya ampun, tak kusangka orang hebat seperti dia bisa menampakkan wajah yang imut. Sepertinya akan sangat menarik kalau dia sering menampakkannya, batin Mika bersorak karena kejahilannya berhasil.
"Tuan, kalau Anda mati kelaparan aku bisa dibunuh penduduk Phartenos. Ayolah, apa Anda mau nona cantik sepertiku dikeroyok massal?" Mika mentap melas pada Lord Aegis yang mulai bingung.
"Aku tidak akan mati hanya karena kelaparan," sangkal Lord Aegis dengan wajah canggung.
Namun, Mika tetap menawarkan Ikan panggang yang ia sumpit dengan paksa. "Sekali saja, Tuan. Aku mohon!"
Layaknya tatapan melas Mika menang. Siapa yang bisa menolak wajah imut itu? Lord Aegis pun tidak menyangkal bahwa ia pun mulai luluh. Ia bahkan tidak menyadari bahwa itu hanya akal-akalan Mika. Menghela nafas, pria itu pun mengalah dan mulai memakan ikan panggang yang Mika tawarkan.
Mika pun tersenyum puas. Mendapat pengalaman menyuapi penguasa Phartenos tentu bukan hal yang mudah didapatkan. Entah mengapa Mika malah bangga dengan kecerdikannya mengakali Lord Aegis.
"Ohiya, Tuan. Ngomong-ngomong kenapa Anda bisa berkeliaran di desa? Bukankah Anda memiliki banyak pekerjaan?" Mika bertanya sembari menyuapi Lord Aegis.
"Aku minta izin sehari untuk berlibur." Pria itu menjawab setelah menelan makanan yang Mika berikan.
Setelah makanan itu habis, Mika memberikan secangkir teh untuk Lord Aegis. Kali ini pria itu pun hanya menuruti Mika dan meminum teh itu tanpa curiga. Padahal biasanya ia tidak pernah mau menerima minuman dari orang asing. Bisa saja mereka mencampurkan racun di dalamnya. Tapi layaknya Lord Aegis tidak memiliki sedikit pun rasa curiga pada Mika.
"Jadi hari ini Anda liburan? Kenapa malah kemari?" Tangan mungilnya membereskan piring dan mangkuk yang ada di meja namun namun manik indahnya tetap terpaku pada Lord Aegis.
"Karena aku ingin kemari." Jawaban yang singkat dan aneh. Mika hanya menaikkan alis, bingung bagaimana ia menafsirkan jawaban itu.
"Tuan, aku akan menyusul ibu ke kota. Apa Anda akan ikut?" Mika mengalihkan pembicaraan.
Lord Aegis menaikkan alisnya dan menimbang-nimbang. "Aku ikut."
Mendengar jawaban Lord Aegis, Mika pun tersenyum lebar. "Kalau begitu tunggu disitu. Aku akan bersiap-siap!"
Gadis itu pun berlari kecil sembari membawa piring ke dapur dengan riang.
***
"Apa aku harus menggunakan baju ini?" Lord Aegis mengamati lengan bajunya dengan tatapan aneh, sementara Mika hanya tertawa geli.
Apapun yang dipakai Lord Aegis, pria itu tetap tampan. Mika tidak menyangkal bahwa Lord Aegis adalah pria paling tampan yang pernah ia temui. Yah, kalau dibanding dengan pemuda desa, tentu Lord Aegis berada jauh di atas mereka.
"Anda mirip Kaisar Tokugetsu dari dinasti sebelah."
Mika terkekeh geli sembari mengikat obi di pinggang Lord Aegis. Wajah Lord Aegis memang tidak seperti orang Barat pada umumnya. Malah rambut hitam pria itu persis seperti orang wilayah Timur. Setelah merapikan rambut Lord Aegis, ia pun tersenyum bangga atas hasil karyanya.
"Sekarang Anda sudah tidak terlihat asing! Ayo berangkat!"
Gadis itu menarik tangan Lord Aegis dan membawanya pergi. Entah mengapa Mika sangat senang jika Lord Aegis menemaninya, mungkin karena ia tidak punya teman sebelumnya. Ya, Mika selalu sendirian. Ibunya melarang Mika bergaul dengan sembarang orang. Bahkan anak gadis seusianya tidak terlalu menyukai Mika, mereka akan berbisik-bisik jika melihatnya. Itulah mengapa gadis itu tidak suka bergaul dengan mereka, walaupun ibunya itu kepala desa.
Sementara Lord Aegis, walaupun sudah dirubah sedemikian rupa, pria itu tetap saja menarik perhatian. Mungkin karena wajahnya yang terlalu rupawan. Mana mungkin ada gadis yang tidak mau meliriknya? Ketika mereka melewati segerombol gadis di desa sebelah, para gadis itu langsung menghentikan mereka.
"Maaf, aku sedang terburu-buru, bisakah aku lewat?" Mika berkata sopan, mengabaikan fakta bahwa gadis yang ia hadapi sekarang adalah gadis yang sangat membencinya.
Gadis itu hanya diam lalu tersenyum. Kalau tidak salah namanya Sakura. Yah, namanya tak seindah orangnya. Katanya gadis itu adalah gadis tercantik dari tiga desa yang ada di wilayah tempat tinggal Mika.
Tidak heran, memang ia memiliki postur tubuh langsing dan kulit kuning langsat yang memesona. Matanya pun serupa permata, bibirnya selalu berwarna merah ranum. Ia juga anak orang terpandang yang dijuluki Tuan Putri di wilayah mereka. Namun sayang, kelakuannya berbanding terbalik dengan keindahan raganya.
"Ah, Mika, lama tak berjumpa. Bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu."
Urat vena di kepala Mika sudah tak tahan ingin mencuat. Namun gadis itu tetap menahannya, ia bahkan tetap tersenyum. Penjilat dan bermuka dua. Mika bisa menebak, Sakura memiliki tujuan tertentu. Tak mungkin gadis itu bersikap baik pada Mika secara cuma-cuma. Mika memperhatikan teman-temannya yang lain. Namun, tak ada pergerakan mencurigakan.
"Aku baik. Bagaimana denganmu?" Mika tetap tersenyum walau sebenarnya dia ingin sekali muntah.
"Ah, aku juga baik. Ngomong-ngomong, siapa di belakangmu? Aku belum pernah melihatnya. Kau bisa mengenalkannya dengan kami, bukan?"
Mika menoleh ke belakang, melihat Lord Aegis yang masih setia dengan tatapan tanpa ekspresi seperti biasa. Tentu, Mika tahu bahwa Sakura memang mengincar Lord Aegis.
Mika berdeham, menatap Sakura dan melemparkan senyuman ramah. "Dia ini kepona-"
"Aku Aegis. Tunangan Mika," potong Lord Aegis yang sukses membuat semua orang membeku. Tak terkecuali Mika.
Setelah Mika sadar, gadis itu melebarkan mata dan menatap tepat ke Lord Aegis. Ternyata bukan hanya Mika yang kaget namun gadis-gadis yang ada di depan mereka juga. Mika bahkan masih mengira ada yang salah dengan pendengarannya. Apa semua kata-kata itu benar-benar terucap dari bibir sang penguasa Phartenos? Kalaupun itu untuk menghentikan tingkah Sakura yang menyebalkan, bukankah itu terlalu berlebihan?
"Tidak! Bagaimana mungkin?! Kau hanya gadis aneh yang bahkan tak menarik untuk di lirik! Bagaimana bisa?!" Sakura memaki Mika. Sementara dang korban hanya bisa menghela napas lelah. Bosan dengan kata-kata dan umpatan Sakura yang tak pernah ada habisnya. Seperti biasa, Mika hanya diam.
"Menurutku, yang tak pantas untuk dilirik itu dirimu, Nona."
Tanpa Mika duga, Lord Aegis yang biasanya diam layaknya patung, kini menanggapi kata-kata Sakura. Entah mengapa, ekspresinya yang bisanya teduh kini menjadi sangat menakutkan.
"Laki-laki yang bermartabat akan menilik dari dalam, bukan hanya dari luarnya. Kalaupun cantik tapi busuk sampai ke akar, bukankah hanya lalat yang akan singgah?"
Lord Aegis memincingkan mata, menatap tajam pada Sakura. Sungguh, kata-kata Lord Aegis begitu menusuk. Mika tahu jika terus dibiarkan akan terjadi hal yang sangat buruk, ia harus menghentikan semua ini sebelum Lord Aegis bertindak lebih jauh. Lagi pula Sakura sudah sangat ketakutan dengan tatapan Lord Aegis.
"Ah, sudah-sudah. Kami sedang buru-buru, bagaimana kalau kalian memberi jalan? Pria tampan di belakangku ini akan sangat mengerikan jika dia mengamuk, loh!" Mika berkata sembari tersenyum riang untuk mencairkan suasana. Yah, dia senang juga sih Sakura bisa terlihat sangat ketakutan. Melihat wajah gadis itu menjadi sangat pucat adalah kepuasan tersendiri.
Rupanya mereka tahu diri juga, mereka pun memberi jalan dan Mika langsung menarik Lord Aegis dengan paksa untuk menjauh dari tempat itu.
"Ya ampun, seharusnya anda tidak menanggapi ocehannya. Dia memang terbiasa memakiku seperti itu. Biarkan saja, nanti juga lelah sendiri." Mika hanya melirik ke Lord Aegis yang masih terlihat kesal.
Ternyata kalau Tuan marah juga sangat menakutkan. Catat Mika! Jangan buat dia marah!
"Kalau tadi kau bilang dia suka memakimu, aku pasti akan langsung memotong lidahnya. Mungkin nanti, kalau aku bertemu dengannya lagi." Lord Aegis berkata dengan sorot mata tajam dan mengerikan. Walaupun gaya bicaranya tetap tenang namun Mika merasakan adanya tekanan yang luar biasa. Dan Mika hanya bisa tersenyum kecut. Ia hanya bisa berdoa mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
Sebelum ia meredakan kekhawatirannya, Lord Aegis tiba-tiba menghentikan langkah. Mika yang heran pun ikut berhenti dan menatap ang pria tampan.
"Ada apa, Tuan?"
Tiba-tiba sebuah benda meluncur ke arah mereka. Lord Aegis sigap, pria itu langsung menarik Mika ke dalam pelukan. Membawa gadis itu sembari berlari dan menghindari serangan.
"Akhirnya kau kutemukan juga," ujar sang pria misterius. Manik sebiru langit menatap tajam, dengan rambut putih yang berkibar seraya angin menerpa. Baik Mika dan Lord Aegis hanya diam seraya mengamati sang pria misterius.
"Kenalan anda, Tuan?" Mika berkata polos seraya mendongak dan menatap wajah tampan sang penguasa Phartenos. Namun Lord Aegis menggeleng, manik tajamnya bahkan masih menelisik sang pria misterius. Hingga akhirnya Lord Aegis pun merasakan sesuatu yang begitu mengganggunya: kegelapan.
"Dia musuh!"
***