bc

Married With Possessive CEO

book_age18+
674
FOLLOW
3.3K
READ
possessive
love after marriage
dominant
CEO
billionairess
sweet
bxg
first love
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

"Suka atau tidak suka! Yang terpenting kau sekarang adalah istriku. Milikku sepenuhnya," tegas Bara Alexander Rodriguez.

Bagaimana perasaanmu, ketika pernikahan impianmu digagalkan oleh seorang Pria pemaksa yang penuh kuasa?

Sedih, kecewa dan benci yang Sheila rasakan. Keinginan Sheila untuk membina rumah tangga dengan Bryan sang pujaan hatinya sirna. Sheila terpaksa menikah dengan Bara lantaran dijadikan jaminan untuk membayar hutang Bryan pada Bara.

Lantas, bagaimana nasib Sheila selanjutnya? Akankah hidupnya bahagia atau Sheila harus mengalami lika-liku rumitnya persoalan rumah tangga yang terus menimpanya?

chap-preview
Free preview
Tunanganmu Milikku!
Bara Alexander Rodriguez, seorang CEO muda, gagah dan tampan. Ia merupakan idaman bagi setiap wanita. Namun, siapa sangka, di balik namanya yang melejit sebagai seorang pengusaha muda berbakat, Bara tak pernah sekali pun menjalin hubungan dengan wanita. Bara terlalu fokus dengan karirnya, semua waktunya, nyaris ia gunakan untuk memajukan bisnis konstruksi perusahaan keluarganya, Rodriguez Corporation. Selain itu, Bara juga kesulitan menemukan perempuan yang sesuai dengan kriterianya. Siang ini, Bara berjalan tergesa memasuki Kafe untuk bertemu dengan klien. Lantaran terlalu terburu-buru, ia malah menabrak seseorang hingga jatuh tersungkur di lantai. Bara langsung berjongkok melihat keadaan gadis bersuarai hitam sepunggung itu. Ia mendengar ringisan kecil dari bibir gadis itu. "Maafkan saya, apa kau baik-baik saja?" tanya Bara sopan. Gadis itu mendongak lalu mengumbar senyum manis pada Bara. Detak jantung Bara berdebar kuat saat lesung di pipi kanan gadis itu terlihat jelas. Membuat kecantikannya bertambah dua kali lipat. Bara sadar, ada yang salah dalam dirinya. Gelora pertama yang ia rasa. Inikah yang disebut jatuh cinta pandangan pertama? Bagaimana dia bisa melakukan ini? batin Bara heran. "Aku baik-baik saja, aku hanya terkejut," jawab Sheila pelan membenarkan tas slempangnya. Ia berdiri lalu diikuti Bara. Sheila menatap Bara lekat, seakan terhipnotis dengan penampilan rapi dalam balutan jas hitam itu. Badan tegap, rahang tegas, pundak dadanya lebar kian menyempit ke pinggang dan tungkai kakinya panjang. Penampilan fisiknya benar-benar mengesankan bagi Sheila. Hingga Sheila sadar, ia sampai tak berkedip saking kagumnya. "Saya terlalu terburu-buru, hingga saya tidak menyadari keberadaanmu," jelas Bara lembut, rasanya baru kali ini Bara mengucapkan nada sehalus ini. Sheila mengangguk. "Iya, aku mengerti. Tidak apa-apa kok. Kalau begitu aku pergi, ya," pamit Sheila melangkah meninggalkan Bara. "Tunggu," sergah Bara ketika Sheila telah berjarak lima langkah darinya. Sheila berbalik badan dengan cepat. Ia menunggu ucapan Bara selanjutnya. Bara tak kunjung berucap membuat Sheila dilanda kegugupan karena tatapan mata Bara seolah tengah menelanjanginya. "Ada apa?" tanya Sheila memberanikan diri. "Siapa namamu?" tanya Bara penasaran. Sheila tampak berfikir, ide jahil muncul di kepalanya. Lalu Sheila tersenyum simpul, ia mengucapkan namanya tanpa suara. Bara mencoba mengejanya, ia gemas saat Sheila mengulanginya beberapa kali. Pergerakan bibir mungil itu membuat Bara ingin menarik pinggang ramping itu lalu melumat habis bibir ranumnya. "She ... ila," gumam Bara. Rasa bahagianya kian membuncah ketika Sheila mengangguk, pertanda mengiyakan. Sebelumnya tidak pernah terasa begini. Debaran di dadanya ini terasa menyenangkan, wajah Sheila yang terlihat polos membuat Bara ingin melindunginya. Mendekapnya erat dan keduanya menghabiskan waktu bersama. Namun, itu masih sebatas khayalan tapi sudah membuat Bara terlena dalam imajinasi liarnya. "Dia dengan mudahnya meruntuhkan pertahanan hati saya, apa mungkin dia yang saya cari selama ini?" tanya Bara pada dirinya sendiri. Dari banyaknya wanita yang Bara temui, hanya Sheila yang dengan mudah membuatnya terobsesi untuk memilikinya. Bara menyeringai. "Sheila, aku akan membawamu jatuh dalam pelukanku," tekad Bara penuh ambisi. Pintu terketuk berulang-ulang membuat bayangan Bara akan Sheila buyar. "Masuk," titah Bara dengan suara baritonnya. Pria itu dengan cepat merubah raut wajahnya menjadi datar dan terkesan dingin. Bryan berdiri di depan meja dengan tumpukan berkas di tangannya. "Ada beberapa dokumen yang harus anda tanda tangani, Pak," ucap Bryan menaruh berkas bawaannya di meja Bara. Bara memajukan kursi lalu memeriksanya telitii. Barulah, Bara membubuhkan tanda tangannya. Bryan yang melihat bahwa Bara telah selesai, langsung mengambilnya kembali. "Kalau begitu, saya permisi," pamit Bryan membungkukan badan dan keluar. Bara mengangguk, ia berdiri seraya melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Pikirannya tidak fokus, Bara harus menggali informasi tentang Sheila secepatnya. Bara berjalan melewati mejanya. ia tidak sengaja menginjak sebuah dompet berwarna coklat tua. Dahi Bara mengernyit ia lantas mengambilnya. Kedua mata Bara memandang remeh. "Jelek sekali seleranya," desis Bara mengamati penampilan dompet itu. Tangan Bara tergerak untuk melihat isinya. Pupil matanya melebar saat foto gadis yang terus membekas di ingatannya ada di sana tengah tersenyum manis bersama Bryan. Itu Sheila dan ini tidak mungkin! "Ada hubungan apa Bryan dan Sheila?" geram Bara, darahnya seakan mendidih disertai emosi yang bergolak. "Permisi." Bryan datang lagi. "Masuk!" seru Bara dengan tatapan tajam yang menusuk manik mata Bryan. Bryan menelan ludahnya kasar merasakan aura gelap yang menguar dari diri Bara. Apalagi pandangan Bara yang seakan ingin membunuhnya. Tujuan Bryan datang kemari adalah untuk memastikan. Apakah dompet miliknya terjatuh di sini atau tidak. Rupanya memang benar, saat ia melihat Bara memegangnya. "Maaf Pak, itu dompet saya," ujar Bryan. "Siapa perempuan ini?" tanya Bara langsung pada inti. "Dia calon istri saya," jawab Bryan sungguh-sungguh. Bara syok mendengarnya, ia bagai tersambar petir. Baru saja ia akan mengincar Sheila tapi, kenapa semuanya seperti ini? Apa kali ini takdir tidak akan berpihak padanya? Bara tidak rela jika Sheila bersama dengan Pria selain dirinya. Tidak boleh! Bryan merogoh sakunya ketika merasakan getaran ponsel. Bryan mendapati pesan masuk dari adiknya yang mengatakan jika ibunya jatuh di kamar mandi dan sekarang dirawat di rumah sakit. Dokter harus segera melakukan tindakan operasi karena ibunya mengalami stroke. Bryan menatap ragu pada Bara, ia gugup sekarang. Pria itu menghela napas panjang menenangkan dirinya. "Pak, bolehkah saya meminjam uang untuk biaya operasi ibu saya? Tolong Pak, saya sangat membutuhkannya," mohon Bryan dengan wajah mengerut cemas. "Ibumu sakit apa?" tanya Bara sekedar basa-basi. "Beliau stroke dan harus segera di operasi," jelas Bryan. "Baiklah, asal ada jaminannya," kata Bara tersenyum sinis. Hal ini akan Bara menfaatkan dengan baik untuk merebut Sheila. Bryan berfikir keras, ia hanya tinggal di rumah kontrakan. Mobil pun tidak punya, apa yang harus ia jaminkan? "Saya hanya memiliki motor," ucap Bryan apa adanya. "Saya tidak mau!" tolak Bara keras. "Bagaimana jika tunanganmu sebagai jaminannya," usul Bara bersidekap tangan menampakan aura otoriternya. Bryan tertohok, seketika hatinya langsung panas mendengar penuturan Bara. Bryan mengepalkan tangan, ia mati-matian menahan dirinya untuk tidak menghajar wajah sombong Bara yang notabene adalah Bossnya. "Tidak! Apa maksud Bapak berkata begitu? Saya tidak akan melepaskan Sheila! Carilah perempuan lain, Sheila bukan wanita seperti itu!" tegas Bryan menentang keras. "Tau apa kau tentang saya? Saya jatuh cinta padanya saat kami tidak sengaja bertemu. Tapi sialnya kau mengenalnya lebih dulu!" sesal Bara frontal. "Saya tidak akan menyetujuinya, apapun selain itu saya akan turuti," kata Bryan. Suasana terasa tegang saat Bara dan Bryan saling melempar sorot permusuhan. "Tidak ada," ketus Bara memalingkan wajah. Tak lama terdengar telfon masuk pada ponsel Bryan, ia segera mengambilnya. "Kak, tindakan operasi harus segera dilakukan, jika tidak ... ibu akan meninggal. Biayanya sekitar 150 juta Kak," ucap Tiara dari sambungan telfon. Wajah Bryan berubah pias, tangannya gemetar ia tidak ingin kehilangan ibunya secepat ini. "Katakan iya, Kakak akan segera melunasi biayanya!" perintah Bryan cepat. Bara menjengitkan sebelah alisnya. "Bagaimana? Apakah kau masih bisa bersikap sombong ketika terdesak?" sindir Bara terdengar angkuh. Bryan memejamkan matanya erat meredam emosi. "Baik saya setuju." Seketika rasa sesal memenuhi hati Bryan. "Pilihan yang tepat Bryan," puji Bara tersenyum puas semakin membuat Bryan meradang. Bara mengambil selembar kertas yang sudah tertempel materai dan menyodorkannya pada Bryan. "Tanda tangan di sini," titah Bara. Bryan berjalan mendekat dan mematuhi perintah Bara. Bara mengambil ponselnya. "Saya sudah transfer uangnya. Silahkan pergi," usir Bara. "Baik, terima kasih," balas Bryan dengan nada tidak ikhlas. Tangan Bryan mengepal kuat dengan emosi yang menderu. ** Sheila menghampiri Bryan dengan rasa khawatir dan cemas yang begitu jelas dari wajahnya. Sheila langsung duduk di kursi sebelah Bryan. Sheila mendapat kabar dari Bryan dan ia langsung bergegas ke rumah sakit. "Bryan bagaimana keadaan ibumu?" tanya Sheila. "Kondisinya berangsur membaik setelah operasi," jawab Bryan terdengar lelah. "Syukurlah, aku turut senang mendengarnya," sahut Sheila tenang. Detik berikut, Bryan menggenggam kedua tangan Sheila dan mengecupnya lembut. Sheila menyadari ada yang berbeda, sorot mata Bryan tampak sendu. "Sheila, berjanjilah kamu akan terus mencintaiku," pinta Bryan. Sheila tersenyum manis, tanpa ragu dia menjawab. "Iya, aku berjanji." Ada kelegaan yang Bryan rasakan, sedari tadi seperti ada tali yang mengikatnya kencang dan membuatnya sesak. Namun, sekarang tali itu telah melonggar seiring dengan kecemasan yang perlahan memudar. Berada di dekat Sheila membuat Bryan nyaman. Dan binar kebahagiaan di mata Sheila seolah mengatakan semuanya baik-baik saja. "Persiapan pernikahan kita sudah selesai kan?" tanya Bryan. Sheila mengangguk pelan. "Sudah, kita hanya mengundang sahabat dan keluarga saja," jelas Sheila mantap. "She, aku ingin memajukan tanggal pernikahan kita menjadi minggu depan," ucap Bryan membuat Sheila terkejut. Inilah solusinya, jika Bryan menikahi Sheila secepatnya Bara tidak akan mengambil Sheila darinya. Sheila menangkup wajah Bryan. "Apa kamu takut kehilanganku?" goda Sheila mengusap lembut pipi Bryan. "Ya, aku sangat takut," jawab Bryan yakin dan lugas. Bryan menarik Sheila lalu membawanya ke dalam pelukan. Dari perlakuan Bryan itu, justru menghadirkan perasaan aneh dalam hati Sheila. Apa yang Bryan sembunyikan? Tanpa mereka sadari Pria berwajah tampan namun mematikan itu tengah mengintai mereka dengan senyum dan tatapan bak iblis. Ya, dia Bara Alexander lelaki yang memiliki keinginan yang sangat kuat dan harus selalu terpenuhi. "Lihat saja Bryan, aku tidak akan membiarkan rencanamu berjalan mulus!" geram Bara dengan mata yang berkilat marah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

After That Night

read
9.1K
bc

The CEO's Little Wife

read
629.9K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
8.9K
bc

BELENGGU

read
65.0K
bc

Revenge

read
18.0K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.5K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook