Chapter 14 : Bangkit

967 Words
Karel merasakan dirinya dibakar oleh api yang begitu panas, padahal beberapa saat lalu ia hanya merasakan kehampaan. Seolah merasuk dalam hatinya yang kosong, api menjalar ke sekujur tubuhnya, membakarkan tanpa rasa ampun.  “Argh!” Karel menjerit kencang, di sekitar mata juga keningnya muncul urat yang menandakan kalau ia begitu kesakitan. Jeritan anak ini kian nyaring, tetapi tak ada seorang pun yang datang untuk menolongnya. Ia sadar benar, sekarang hanya ada dirinya sendiri di sini. Tak ada orang lain yang bisa membantunya memadamkan juga meredakan api beserta rasa sakit di tubuhnya. Pikirannya seolah dibongkar, semua kenangan tentang masa hidupnya kini mulai berputar di matanya. Karel dapat melihat semuanya, dari kesenangan hingga kesedihan. Air mata Karel perlahan menetes bersamaan dengan kesedihan dalam hatinya. Rasa sakit di tubuhnya pun terasa menghilang, karena kini ia merasakan kesedihan mendalam, bagaimana kedua orangtuanya mati tepat di hadapannya. Suara anak ini tersendat, derasnya air mata tak lagi dapat ia bendung. Sekujur tubuhnya gemeretak, bagai tulang-tulangnya hancur sedikit demi sedikit. Namun, dalam keadaan itu, telinganya mendengar suara seseorang. “Karel, tetaplah hidup.” “Sayangku, bertahanlah ....” Karel mengenali kedua suara itu, sebab ia sudah sangat sering mendengarnya. Dari dulu, semenjak ia dilahirkan. Sekarang, air matanya menetes kian deras, tetapi ia tidak lagi merasakan kesendirian menelan dirinya. “Ayah ... Ibu ...,” ucap Karel sembari mengusap pelan air mata. “Karel akan ... tetap hidup demi kalian.” Api yang tadinya hendak membakar Karel menjadi abu, kini berubah menjadi pelindungnya. Api tersebut menyelimuti tubuhnya, tetapi tidak membakarnya meski membara bagai api unggun. Sejenak Karel memandangi kedua tangan, lalu tatapannya menjadi kosong. Tak berapa lama, Karel teringat ada sesuatu hal yang harus ia urus. Selepas beradaptasi sebentar dengan kekuatan barunya, langsung saja Karel memaksa keluar dari tempat kosong ini. Karel membuka mata, ia baru sadar bahwasannya dirinya sedang tenggelam. Tanpa mau berlama-lama, dengan mengerahkan kekuatan penuh, ia melompat ke atas. Lompatan Karel sangatlah tinggi, hingga membuat air tersembur ke atas. Ia melayang di udara, memandangi Karel Gelap yang memandangnya dengan wajah kesal. Melihat itu, Karel dapat bernapas lega, sebab akhirnya dapat kembali ke alam bawah sadarnya lagi. “Kenapa kau masih hidup?” bentak Karel Gelap sambil mengepalkan kedua tangan. Karel hanya tersenyum tipis, lalu menunjukkan aura apinya pada Karel Gelap. “Terima kasih sudah membuatku mengerti cara menggunakan Energi Magis.” “Kau ....” Karel Gelap bertambah kesal. Penuh amarah dia memunculkan api di sekujur tubuhnya. “Jangan sombong di hadapanku!” Segera dia melompat ke atas sembari melancarkan pukulan. Gelombang angin tercipta, membuat air sungai meluap ke atas, membasuh tubuh Karel dan Karel Gelap. “Lemah,” kata Karel yang dapat menahan pukulan Karel Gelap menggunakan satu tangan. “Cih!” Karel Gelap menarik paksa tangannya, kemudian berputar melancarkan tendangan ke samping kiri Karel. Namun, lagi-lagi Karel mampu menahan serangan tersebut menggunakan satu tangan. Karel Gelap melompat ke bawah, pandangannya masih melirik ke atas, mewaspadai gerakan Karel. Tampaknya dia tidak pernah mengira Karel bisa menjadi sangat kuat hanya dalam beberapa saat. “Haah ....” Karel mengembuskan napas berat. “Kau sebaiknya berhenti berpura-pura. Aku sudah tahu siapa kau sebenarnya.” Perlahan Karel mendarat di permukaan air.  “Apa maksudmu?” tanya Karel Gelap yang semakin waspada. Berbeda dengan Karel Gelap, Karel tetap tenang, seolah tidak ada yang terjadi. “Ini pasti sebagian kecil dari kekuatanmu, kan?”  Karel Gelap melangkah mundur, di kedua telapak tangannya muncul bola api kecil. “Aku sungguh tidak mengerti.” “Akui saja, kau sudah tak dapat mengelabuhiku lagi.” Dengan tenang, Karel menunjuk pelipis kanannya. Bersamaan dengan itu, matanya berubah menyerupai mata Karel Gelap, dan di pelipisnya muncul tanda berwarna merah. “Kau adalah makhluk yang selama ini ada dalam pikiranku. Makhluk yang memanggilku pada waktu itu.” “Seperti yang diharapkan dari Karel Klaurius, kau bisa menebaknya.” Sekarang, Karel Gelap tertawa pelan, lalu wujudnya perlahan berubah menjadi burung Phoenix kecil berwarna merah serta diselimuti oleh api membara. “Kau memang benar, aku bukan dirimu yang lain, dan ini hanyalah sebagian kecil dari kekuatanku.” “Seperti dugaanku. Tidak mungkin ada perbedaan di antara diriku dan aku yang lain.” Tatapan Karel kian tajam, meneliti dengan cermat burung Phoenix kecil di hadapannya. “Kita kesampingkan masalah ini dulu. Sekarang aku punya penawaran bagus untukmu.” “Penawaran?” “Ya. Jika kau bersedia menjual tubuhmu padaku, maka aku akan membalaskan dendammu.” “Kau tahu siapa yang membakar rumahku?” Karel seketika terpancing oleh ucapan Phoenix itu. “Tentu aku tahu ... dan jika kau menyerahkan tubuhmu padaku, aku bersedia meminjamkan kekuatanku untuk membunuhnya.” “Katakan saja siapa dia, aku tak perlu menjual tubuhku sendiri padamu!” Phoenix kecil itu lantas terbang berputar ke angkasa. “Aku tidak memiliki keuntungan apa-apa dari itu. Jadi, kenapa aku harus menuruti permintaanmu?” “Tunggu!” Karel berteriak sambil mengarahkan tangannya ke atas kala Phoenix itu terbang semakin jauh darinya. Namun, si Phoenix mengabaikan ia begitu saja, tanpa menoleh atau berhenti.  Tidak ingin terlalu berharap, Karel menenangkan pikirannya kembali. Kedua tangannya mengepal erat selama beberapa saat, kemudian melemas. Ia mengembuskan napas panjang, mengosongkan ruang pikiran sembari mempersiapkan diri untuk keluar dari alam bawah sadarnya. *** Di luar sana, Vilas bersama Putri Rosemary masih menanti Karel sadar. Hari sudah hampir gelap, tetapi mereka terus menunggu tanpa kenal lelah.  Sejenak Vilas melirik ke samping, melihat Putri Rosemary yang kini duduk bersandar di bawah pohon. Angin berembus, Vilas pun kembali memalingkan pandangan ke arah air terjun. Dan, tak lama kemudian, Putri Rosemary juga berdiri di sebelah kanan Vilas sembari menerawang ke depan. “Sepertinya masih lama dia akan sadar kembali,” ucap Vilas dengan nada datar. “Tidak, instingku mengatakan dia akan segera sadar ...,” Putri Rosemary membantah. Vilas mengembuskan napas panjang. “Semoga saja begitu ....” “Tuan Putri!” Dari belakang, terdengar seseorang berteriak. Sontak Vilas dan Putri Rosemary berpaling ke belakang, dan seperti dugaan, yang datang adalah Tetua Frank. Raut wajah Putri Rosemary seketika berubah saat melihat pria tua itu datang. “Kenapa Anda di sini, Tetua Frank?” Putri Rosemary lantas bersiap untuk bertarung. Melihat ini, Vilas hanya dapat menggelengkan kepala sambil menghela napas berat. Ia tak menyangka kalau akan ada tamu tak terduga yang datang di sore hari ini. “Tenanglah, Tuan Putri. Hamba tidak akan menyakiti Anda ....” Tetua Frank mengangkat kedua tangan. “Jika Anda ingin mengajak aku kembali sekarang, sebaiknya Anda kembali terlebih dahulu saja. Sebab, orang itu belum juga sadar.” Perlahan Putri Rosemary menunjuk tubuh Karel yang terapung di dekat air terjun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD