PART 1
PART 1
Denis baru saja turun dari panggung kecil yang ada di cafe, cafe yang sudah dirintis saat Denis masih berusia satu tahun oleh sang mami untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka . Setiap satnight seperti ini Denis selalu menghibur pasangan muda-mudi yang mengunjungi cafe .
Di kalangan remaja seusianya , Denis memang dikenal sebagai vokalis dan banyak sekali penggemarnya dari kalangan remaja putri .
Bersama Rama dan Devan , Denis membuat band bernama The Begundals .
Band indie asal Semarang ini sudah berkeliling dari cafe ke cafe , membuat nama mereka melejit meski hanya beberapa bulan di bentuk .
Lagu-lagu the Begundals banyak cerita tentang anak-anak korban broken home seperti Denis , menurut Denis ia dapat menyalurkan kekesalannya terhadap seorang lelaki yang seharusnya ia panggil ayah .
Namun Denis sama sekali tak ingin menganggapnya sebagai anggota keluarga , baginya cukup mami dan kakaknya Adam saja lah keluarganya.
“Nih minum , pasti Lo berdua capek kan “
Denis menyodorkan dua gelas milk shake kepada Devan dan Rama , ia tahu dua sahabatnya itu kehausan .
Devan mengaduk minumannya , lalu menyeruputnya sedikit.
“Satnight besok manggung di MIKO’S CAFE kan ?” Kata Devan .
Denis mengedikkan bahu.
“Iya , tapi kayaknya gue sibuk deh . Mau UTS. “
Rama menyonyor kepala Denis “Sok-sokan Lo , emang dari kelas satu Lo pernah belajar ?”
Denis mengeluarkan cengiran kuda andalannya “Ya enggak sih , tapi kan gue selalu ranking satu . Hahaa” Ucap Denis bangga.
Memang , remaja kelas XI di SMA 3 SEMARANG itu selalu juara kelas meskipun ia malas belajar . Entah dapat ilmu dari mana dia , padahal ia juga sering sekali tidur dalam kelas .
“Percaya deh , elo mah memang gini ..” Rama mengangkat kedua jempolnya.
“Kalian berdua gak mau balik sekarang ? Gue mau sekalian kumpul sama anak-anak nih , ikut gak ?” Kata Denis .
“Boleh deh , numpang mobil Lo ya. “ kekeh Devan .
“Iya , gue pamit sama mami dulu.”
Denis menuju tempat Felicia , maminya terlihat sedang sibuk di depan mesin kasir.
“Mam , Denis ngumpul sama anak-anak ya . Sekalian ambil sovenir, biar besok aku kirim ke mas Adam.” Pamit Denis .
“Jangan pulang malem-malem , tidur di mana malam ini?” Tanya Felicia.
“Di rumah mam , besok aja Denis nginep di rumah mami ya . Denis pamit. “
Felicia terlihat mengangguk dan fokus kembali dengan pelanggan yang ingin membayar pesanan mereka .
_____
Setelah mengantar Devan dan rama , disinilah Denis berada , di sebuah rumah petak berukuran 4x6 meter .
Rumah yang ia buatkan untuk anak-anak jalanan , ia merasa iba dengan anak-anak itu .
Sekitar lima belas anak tinggal di sini , mereka anak putus sekolah dan korban brokenhome seperti Denis .
Merasa senasib , Denis akhirnya menampung mereka .
Kebanyakan dari mereka berusia sama dengan Denis (16tahun ) , ada juga yang dua tahun lebih muda darinya ,rata-rata putus sekolah.
Sehingga ia menyewakan guru homeschooling bagi mereka , agar mendapat pendidikan yang layak katanya .
Denis juga mengajarkan membuat kerajinan tangan berupa gantungan kunci dan beberapa kerajinan lainnya , hasilnya ia kirim ke Adam sebagai sovenir hotel milik papa Adit .
Ada juga yang Denis pasarkan sendiri misalnya kepada teman-teman sekolahnya , dan juga beberapa toko sovenir di sekitaran kota Semarang.
Hasilnya Denis pakai untuk kebutuhan sehari-hari mereka , tak jarang juga Denis menambahkan uang sakunya untuk keperluan Mereka.
Denis merasa lebih beruntung daripada mereka , ia masih punya mami masih punya Adam.
Sedangkan mereka , tak punya siapa-siapa.
Kebanyakan mereka kabur dari rumah karena tidak tahan dengan perceraian orang tua mereka , jadi mereka memilih kabur ke luar kota sampailah mereka di Semarang.
Denis banyak menemukan anak-anak itu di jalanan , di lampu merah.
Denis dekati mereka , dan diberinya pengertian.
Hingga timbul lah ide dari Denis untuk menampung mereka , di rumah petak yang kini jadi rumah singgah.
Felicia juga mendukung keputusan anaknya itu , apapun yang Denis lakukan selama itu baik Felicia selalu siap mendukung.
“Kak , ini hasil kita selama seminggu. Totalnya tiga ratus lima puluh.” Ucap Anto , salah satu anak yang menjadi anak asuh Denis .
“Oke , ada keperluan yang habis gak ?” tanya Denis.
Anto menggeleng “Masih semua kak. “
“Baiklah , kakak pulang dulu .Kalian jangan tidur malam-malam , jangan lupa kunci pintu.” Titah Denis .
“Siap kak! “
Denis membawa mobilnya pulang ke rumah , rumah yang diberikan Miko sang ayah untuk maminya .
Awalnya ia sempat menolak , namun sayang juga kalau rumah sebesar itu tidak ia tinggali .
Pernah ia mengajak Felicia tinggal di sana ,tapi Felicia lebih memilih tinggal di rumah kecil miliknya .
Sampainya di rumah , Denis membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Lelah , perlahan mata Denis mulai terpejam .
_____
“Den , Aden . Sarapannya sudah siap. “ Teriak bi Parni , bibi yang sudah bekerja di rumah ini selama belasan tahun bahkan sebelumnya ia sudah bekerja saat Miko ayah Denis masih kecil .
Denis yang masih bergelung di dalam selimutnya itu pun dengan malas turun dari ranjangnya , kemudian membuka pintu kamarnya .
Ada bi Parni di depan kamar “Nek , Denis masih mengantuk “
Denis biasa memanggil bi Parni nenek , karena memang bi Parni seusia dengan Bu Rahma neneknya.
“Tapi Den , maminya Aden tadi nelpon suruh bangunin sarapan “ ucap bi Parni.
“Denis nek ,bukan Aden. “ Ralat Denis .
“Gak sopan lah panggil nama saja sama majikan .” Lirih bi Parni.
“Sopanin aja nek , udah ya . Denis mau bobo ganteng lagi , nanti biar Denis yang nanganin kalau mami marah .” Ucap Denis , kemudian menutup pintu kamarnya lagi .
Bi Parni menghela napas pasrah , memang anak majikannya itu susah sekali jika disuruh sarapan apalagi hari Minggu seperti ini.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dapur , membereskan pekerjaannya.
*****
“Mam , Denis bukan anak kecil !” Ucap Denis sembari menyingkirkan tangan Felicia yang hendak menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya .
Denis sekarang ada di rumah Felicia , maminya itu menerornya dengan puluhan panggilan di ponsel Denis meminta Denis ke rumahnya .
Felicia sejak tadi memaksa Denis agar mau makan , ia takut anak bungsunya akan sakit perut.
“Kamu itu susah kalau disuruh sarapan , nanti kena magh! “ Ucap Felicia kesal .
“Mam , mami doain Denis kena magh ya ?” ketus Denis .
Felicia menyentil pelan kening Denis , membuat Denis meringis.
Bukan karena sakit , ia kaget saja dengan sentilan mendadak maminya .
“Dibilangin ngeyel aja , kutuk nih jadi batu !” Omel Felicia.
“Ampun mam , iya makan. “ Ucap Denis patuh .
Ia mengambil alih piring di tangan Felicia , dengan berat hati ia memasukkan makanan itu ke mulutnya .
“Anak pintar !” Felicia mengusap kepala Denis .
“Mam..akhu thu buhan aak lima taun Agi! “ Ucap Denis dengan makanan yang memenuhi mulutnya .
“Makan jangan sambil ngomong!” Denis pun mengangguk patuh .
Setelah sarapan , Denis dan Felicia bercengkrama di ruang televisi.
Denis menidurkan tubuhnya dengan menjadikan paha Felicia sebagai bantalannya , kebiasaan Denis sejak kecil ia memang sangat manja kepada maminya itu .
Mereka menikmati acara kartun , dengan tokoh utama dua ekor ulat.
Denis tertawa terbahak-bahak melihat tingkah konyol ulat-ulat itu , terkadang ulat itu bertingkah sangat bodoh .
Sesekali Felicia mengelus rambut Denis , menyisirnya dengan jari-jari lentik miliknya.
Denis , anaknya kini sudah remaja .
Tak terasa ia sudah bertahun-tahun melewati hidupnya dengan menjanda , namun Felicia tetap bahagia selama Denis dan Adam masih menyayanginya.
“Mam, “
“Mam, “ ulang Denis .
“Eh , ya ?”
“Mami ngelamun ya ?” selidik Denis , ia tak suka jika maminya melamun pasti hal yang dilamunkan maminya tak jauh dari Miko .
“Enggak! “ Elak Felicia.
Denis menangkap kebohongan di mata maminya , ia mengubah posisinya menjadi duduk tegap di samping Felicia.
Ia memeluk erat maminya. “Mam , jangan ingat-ingat lagi. Denis gak mau Mami sedih ,”
Denis menumpukan kepalanya dileher Felicia , Felicia mengusap tangan Denis yang melingkar di bahunya.
“Kamu jangan ngarang, mami sudah gak apa-apa . Jangan khawatir.”Ucap Felicia menghibur diri .
“Tetaplah jadi strong mam buat Denis ya mam.” Felicia mengangguk pelan.
*****
Hari ini jadwal Denis berada di cafe peninggalan dari Miko , ia mengecek kondisi cafenya .
“Tante !” Sapa Denis saat melihat Natasha , teman maminya yang kini jadi kepala cafenya .
“Denis , baru nyampe?” Denis mengangguk .
“Ada masalah gak Tan ?”
“Alhamdulillah enggak sih , malah sekarang tambah rame . Banyak yang nanyain kamu , kebanyakan cewek-cewek cantik. Ciee , yang udah famous. “
Natasha mencolek dagu Denis , menggodanya .
“Apa sih Tan , geli ah !” Ucap Denis bergidik .
Denis melangkah keruangan yang dulu menjadi ruangan Miko , kini ruangan itu mutlak milik Denis .
Tak ada yang berubah, mungkin Denis harus merombaknya sedikit agar sifat dominan Miko yang tercetak jelas di ruangan ini agak memudar .
Denis menelpon kenalan maminya untuk merenovasi ruangan ini , ia ingin menjadikan ruangan ini nyaman tanpa bau-bau lelaki itu .
Denis menaikkan kakinya ke atas meja , ia terkikik geli dengan tingkahnya sendiri .
Sudah seperti bos besar , batinnya .
Ya , bukan seperti lagi . Bahkan dia sudah menjadi bos dengan usianya belum genap dua puluh tahun , ia sudah memiliki cafe yang ramai dengan omset puluhan juta setiap bulannya .
Namun baginya itu bukan sesuatu yang “WAH” , karena semua itu ia dapat dari warisan Miko bukan dari hasil keringatnya sendiri.
Jika saja daddy-nya itu bukan orang yang b******k , pasti ia sudah mengagumi sosok itu dan menjadikannya panutan .
Denis segera menepis pikirannya itu , semakin mengingat daddy-nya semakin terasa sesak di dadanya .
Jika ada orang yang ingin ia lupakan dalam hidupnya , satu-satunya adalah Miko .
Berbagai cara telah ia lakukan, namun nihil . Ia justru semakin teringat dengan Miko , karena memang hubungan darah tak dapat dipisahkan.
Denis beranjak dari duduknya , ia harus secepatnya keluar dari ruangan ini agar ingatannya tentang Miko bisa hilang .
Lebih baik ia ke rumah singgah saja , bermain dengan anak-anak di sana .
*****
“Denis , Lo di mana ?” terdengar suara Devan saat Denis mengangkat panggilan di ponselnya .
“Gue di tempat anak-anak, kenapa ?”
“Elah , Lo lupa ? Kita latihan hari ini , bege ih !” Omel Devan .
Denis menepuk jidatnya. “Astaghfirullah!!! Gue lupa Dev, oke gue ke studio sekarang.”
Hari ini jadwalnya the Begundals latihan , karena mereka akan perform setelah UTS. Dengan cepat Denis memacu mobilnya ke tempat biasa mereka latihan , ia sudah ditunggu Devan dan Rama .
Karena jaraknya yang tidak jauh dari rumah singgah , Denis dengan cepat bisa sampai di studio .
Untung saja jam mereka belum dimulai , hampir saja akan terbuang sia-sia uang yang mereka pakai untuk menyewa tempat itu .
“Sorry gue lupa , abis mami tadi nyuruh gue ke rumah . Terus gue gak tau mau ke mana , jadi gue ke tempat anak-anak.” Jelas Denis , tak lupa dengan cengiran kuda khasnya.
Penjelasan Denis hanya dijawab dengan anggukan dari Rama dan Devan , mereka sudah hapal dengan Denis yang selalu lupa dengan jadwal latihan mereka .
Namun keduanya memaklumi , kegiatan Denis yang banyak membuatnya sering pontang-panting. Beruntung Denis anak yang kuat , jika tidak ia akan tumbang .
Kini giliran mereka yang latihan , mereka mengambil posisi masing-masing.
Perlahan , suara merdu Denis memenuhi ruangan kedap suara itu .
Denis sangat menghayati saat bernyanyi , apalagi jika lagu itu bercerita tentang ayah .
Kadang Denis sampai menangis , terlalu meresapi lagu yang ia nyanyikan .
Semua itu menjadi kesenangan diri bagi Denis , ia dapat meluapkan emosinya . Emosi terhadap Miko daddy-nya.
*****