Bab 4. Kekonyolan Brian Dan Marco

2000 Words
Olla menundukkan kepalanya dia benar-benar takut dengan pria yang sudah merebut kesuciannya. Tidak ingin terjadi hal yang sama Olla memilih bungkam dan tidak lagi berkata yang membuat Brian marah padanya. "Baiklah, kalau kamu tidak mau jawab. Kita akan menikah. Aku akan bertanggung jawab begitu juga dengan kamu. Tanggung jawabmu adalah menikah dengan aku. Aku sudah tidak perjaka lagi jadi nikahi aku," jawab Brian dengan santai. Olla pun hanya bisa pasrah. Dia tidak mau menolaknya. Bukannya dia tidak senang dinikahi oleh pria tampan dan kaya ini tapi kalau dipikir siapa yang mau dengan dia lagi nantinya. Dia yang sudah tidak perawan lagi, miskin dan kalau ketemu dengan kedua orang jahat itu pasti dia akan dijual. Brian menjauhi Olla dan berjalan ke arah kamar mandi. Hari ini dia ada pekerjaan dan harus menjemput adiknya yang mungkin sudah tiba. Sekalian dia akan menikah dengan Olla. Sebagai bentuk tanggung jawabnya. Karena dia diajarkan untuk tanggung jawab akhirnya dia tanggung jawab walaupun belum ada cinta di dalamnya tapi dia sudah ada perasaan yang berbeda. "Bersiaplah, nanti kita pergi ke kantor catatan sipil. Kita akan menikah. Bajumu akan diantar sebentar lagi." Brian langsung mengatakan hari ini juga mereka akan menikah. Olla mengangguk dan menundukkan kepala ke bawah. Tidak mau protes karena kalau pun dia protes tetap sama. Dia orang miskin tidak ada yang bisa membantu dia. Beda dengan pria kaya ini, pikirnya. Olla menunggu Brian mandi dan setelah itu barulah Olla mandi. Brian yang sudah siap dengan setelan jas hitam terlihat tampan. "Tuan, permisi. Ini pakaian untuk kekasih Anda," ucap Paman Jo kepada Brian. Brian yang mendengar Paman Jo mengatakan ada pakaian untuk kekasihnya yang tidak lain wanita di kamarnya ini Brian membuka pintu tanpa ekspresi apapun. "Mana Marco? Apa dia sudah datang?" tanya Brian. "Sudah. Ini baju dari Tuan Marco, Tuan. Apa Anda mau dia ke sini?" tanya Paman Jo. "Tidak perlu. Panggil pelayan untuk bantu dia di dalam," jawab Brian. Paman Jo menundukkan kepala dan pelayan yang kebetulan ikut dengan dia tadi segera di minta masuk sedangkan Brian sudah keluar dari kamar untuk bertemu Marco. Hentakkan sepatu pentofil Brian terdengar menggema. Sampai di lantai bawah terlihat Marco duduk dan saat melihat tuannya, Marco berdiri dan memberikan hormat. "Tuan, pagi." Sapa Marco. "Hmm, pagi. Adikku sudah datang apakah kamu sudah minta kepada pengawal untuk menjemput dia?" tanya Brian ke Marco. "Sudah, tuan. Tapi, bukannya dia minta Anda jemput ya?" tanya Marco lagi. "Aku ada urusan. Nanti aku selesai urusan baru aku temui dia. Sudah siapkan berkas yang aku minta?" tanya Brian. "Berkas Anda sudah tapi berkas Nona itu yang belum," jawab Marco. Brian lupa tidak bertanya namanya. Dan sekarang dia menunggu berkas dari Olla untuk persiapan pernikahannya. Tidak lama Olla turun dari lantai dua dan berjalan menuju Brian. Brian tidak menoleh ke arah Olla sama sekali. "Kita ambil berkasmu. Dimana rumahmu?" tanya Brian yang berdiri dan merapikan jasnya. Marco juga ikut berdiri dia menatap Olla dengan tatapan kagum. Olla yang pendek terlihat pas memakai gaun yang dia belikan. Untung saja dia bertanya dengan Paman dari Brian. "Di rumah," jawab Olla singkat. Brian menoleh ke Olla singkat. Sikap dinginnya membuat Olla terlihat gugup. Olla berusaha untuk tidak takut tapi tetap saja aura Olla sangat menakutkan baginya. "Kenapa dia menatap aku seperti mau telan aku hidup-hidup ya? Apa dia tidak tahu kalau aku ini manusia bukan candy," gumam Olla yang melamun hingga dirinya tidak mendengar Brian memanggilnya berkali-kali. "Hei, siapa namamu?" tanya Brian pertama. Tapi, tidak diperdulikan Olla. Brian awalnya sabar tapi kesabaran dia setipis tisu. Brian memanggil lagi tapi hasilnya sama. Marco menatap tuannya yang menahan amarah. Biasanya dia akan murka dan langsung dor. Kini dia malah menarik napas dan malah memandang dia dengan tajam. "A-ada apa, Tuan?" tanya Marco terbata-bata saat Brian menatapnya. "Ayo pergi," ajak Brian yang meninggalkan Olla sendiri. Marco pun menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Brian. Marco berdehem ke Olla dan Olla yang melamun terkejut. Dia menoleh ke Brian yang sudah keluar rumah. "Ikut saya dan tuan. Beritahukan dimana rumah Anda Nona. Maaf nama Anda siapa?" tanya Marco. "Baik. Nama saya Olla Yukito," jawab Olla singkat. Marco mengangguk dan mempersilahkan Olla keluar dari rumah menyusul Brian yang mungkin sudah masuk ke dalam mobil. Benar saja, saat di luar terlihat Brian sudah tidak ada. Hanya ada pengawal yang berdiri di samping pintu. "Tuan sudah di mobil," jawab Pengawal Bruno ke Marco. "Nona Olla, silahkan duduk di samping Tuan," ucap Marco mempersilahkan Olla untuk duduk di samping Brian. Olla menganggukkan kepala dan bergerak menuju pintu satunya dan dirinya masuk ke mobil yang sudah terbuka dan di dalam mobil terlihat Brian duduk dengan tenang. "Namamu?" tanya Brian saat Olla duduk di samping dia. "Olla Yukito," jawab Olla. Brian tidak lagi bertanya dan membiarkan Olla menunjukkan jalan ke Marco. Bruno juga ikutan masuk dan duduk di sebelah Marco. Mobil segera meninggalkan Penthause menuju rumah Olla. Olla memberitahukan dimana rumahnya dan Bruno mengikuti apa yang dikatakan Olla dan sampailah mereka di rumah Olla. "Kamu tidak salah, Nona Olla?" tanya Bruno yang berhenti di depan rumah Olla. Bruno dan Marco melihat dari dalam rumah Olla. Keduanya saling memandang. Olla yang ditanya apakah ini tidak salah rumahnya hanya menjawab dengan gelengan kepala. "Tidak. Ini tidak salah, Tuan. Ini rumahku yang aku sewa. Aku seorang pemulung," jawab Olla jujur. Dia memang pemulung sejak dia kabur dari kedua orang jahat itu. Brian yang mendengar Olla mengatakan dia pemulung segera mengangkat kepala dan menoleh ke arah sorot mata Olla yang menoleh ke luar. "Ini rumah siapa?" tanya Brian yang sempat terkejut saat melihat rumah Olla yang tidak layak untuk dihuni. "Ru-rumah saya, om," jawab Olla yang sontak saja membuat Brian terkejut. "Om?" tanya Brian yang memperjelas panggilan Olla ke dia. Tadi, tuan, kenapa kini dipanggil om? Apakah dia om-om gendut yang suka kehangatan di ranjang? Marco menahan tawa, dia tidak menyangka Olla memanggil tuannya om. Apa dia tidak salah dengar. "Potong gajimu," ucap Brian to the point. Marco menghela napas. Dia tidak bisa membalasnya. Tuannya sangat peka jadi tahu kalau dia tertawa. Bruno hanya melirik sekilas dan menggerakkan bibirnya ke arah Marco. "Emang enak potong gaji," sindir Bruno membuat Marco kesal padanya. "Ayo turun. Jangan kebanyakan melamun kamu. Kurangi lamunan kamu. Hidup itu banyak realita bukan khayalan." Perkataan Brian sontak saja membuat Olla terpaku. Olla turun dari mobil dan berjalan masuk. Sedangkan Brian, Marco masih berdiri menatap rumah Olla. "Tuan, Anda yakin ingin masuk?" tanya Marco ke Brian. "Menurutmu?" tanya Brian. "Masuk," jawab Marco singkat. Brian mendengus mendengar jawaban dari Marco. Brian tidak mengerti kenapa Olla bisa tinggal di rumah kecil, miring dan di depannya terlihat genangan air dan masuk ke rumahnya harus melewati papan. "Ayo, Om masuk," ajak Olla yang lagi-lagi memanggil dia om. Brian mengetatkan rahangnya karena Olla memanggil dia om. "Menyebalkan. Sejak kapan aku nikah dengan tantenya." Marco mendengar omelan Brian hanya bisa menahan tawa tidak mau gajinya dipotong seperti tadi. "Kamu mau ketawa, Marco?" tanya Brian. "Tidak." Marco menjawab singkat. Keduanya berjalan beriringan. Marco di depan Brian di belakang. Dengan hati-hati mereka berjalan melintasi genangan air. "Siapa yang buat rumah ini. Kenapa mereka tidak sejahtera. Marco, berikan bantuan pada mereka. Mereka hidup harus lebih layak. Coba lihat, ini rumah tidak layak huni," omel Brian yang merasa kalau hidup di lingkungan ini tidak pantas dikatakan hidup baik. "Baik, Tuan." Marco lagi-lagi menjawab singkat apa yang tuannya katakan. Mereka melangkahkan kaki menuju rumah Olla dengan perlahan. Brian sangat takut jatuh bukannya takut celananya kotor karena saat ini ada anak kecil menatapnya dan seolah-olah anak tersebut mengatakan kepadanya jatuh, jatuh dan jatuh. "Kenapa anak itu melihat kita?" tanya Brian ke Marco. Marco yang tangannya direntangkan ke kanan dan ke kiri untuk fokus agar tidak oleng geleng kepala. "Tidak tahu, tuan. Kenapa dia melihat kita. Mungkin jalan kita terlalu lama. Anda fokus saja ke depan pandangannya. Jangan lihat ke depan eh ke samping. Nanti ja ... Kan Anda jatuh, tuan." Marco terkejut melihat tuanya jatuh. Brian melihat ke samping dia ingin mengintimidasi anak tersebut tapi sayangnya Brian tidak lihat di depan ada batu dan akhirnya dia jatuh. "Ck, jatuh aku. Anak itu keterlaluan sekali. Bisa-bisanya membuat aku jatuh. Awas kamu," ucap Brian yang berusaha bangun. Celana kerjanya basah dan berlumpur. Marco menghela napas. Dia mundur perlahan untuk mengambil celana Brian yang memang ada di dalam mobil. Bukan hanya celana kerja saja tapi beberapa pakaian. Brian berjalan melewati lumpur sampai di depan rumah Olla. Olla yang sudah berdiri menatap ke arah Brian. Dia ingin tertawa tapi takut Brian marah padanya. Apalagi wajahnya Brian menyeramkan. "Jatuh, Om?" tanya Olla spontan hingga membuat Brian mengangkat kepala dan menatap Olla. "Itu pertanyaan? Dan sejak kapan aku dengan tantemu? Jangan panggil aku itu," jawab Brian yang kesal mendengar pertanyaan Olla. Brian menunggu Marco datang membawa celananya. Cukup lama Brian menunggu akhirnya Marco sampai di tempatnya. "Lama sekali. Lihat sudah kering celana saya," omel Brian. "Anda tidak jadi ganti?" tanya Marco. Lagi-lagi, pertanyaan Marco membuat dia makin kesal. Kenapa dua orang yang ada di depannya menyebalkan sekali. Brian merampas pakaian yang dibawa Marco dan masuk ke rumah Olla begitu saja dan mengganti pakaiannya. Brian yang masuk ke rumah Olla harus menundukkan kepala karena jaraknya sangat dekat dengan kepalanya. Karena postur tubuh Brian jangkung jadi dia sulit untuk menenggak dirinya dengan baik. "Silahkan masuk, tuan," tawar Olla untuk Marco masuk. "Terima kasih," jawab Marco yang masuk ke dalam rumah. Marco juga sama dia harus menunduk saat masuk rumah. Marco melihat banyaknya barang mulung Olla. "Dia pemulung? Kalau dia pemulung mana kedua orang yang waktu itu menjual dia. Apa tinggal di sini?" tanya Marco dalam hati. Brian sudah keluar dan dia mendekati Marco dan Olla. "Cepat kamu siapkan barang yang diperlukan. Aku sudah tidak punya waktu. Aku harus bekerja," ungkap Brian yang sudah terlambat untuk masuk kerja. Olla mengangguk dan bergegas merapikan pakaiannya. Ya, dia akan tinggal dengan pria pemarah dan berwajah datar ini. Selesai berkemas, Olla mengeluarkan barangnya yang memang tidak banyak. "Tuan, saya mau ke rumah teman saya. Apakah bisa?" tanya Olla yang melihat Brian duduk dengan posisi kaki ditekuk sedikit tinggi dan terlihat Brian takut duduk karena mungkin Brian takut jatuh. "Nanti saja. Aku sudah katakan tidak punya waktu. Marco yang akan temani kamu nanti," jawab Brian tidak mengizinkan Olla untuk pergi menemui temannya. Olla pun tidak memaksa lagi. Dia memilih mengikuti saja. Brian yang ingin berdiri tiba-tiba jatuh. Keseimbangan Brian tidak pas saat bangun. Dan pegangan Brian ke meja yang di depannya membuat meja yang rapuh itu patah hingga Brian terjengkang ke belakang dan bokongnya jeblos ke kursi bambu. "Damn it, kenapa aku sial sekali, Tuhan. Apa salah aku," geram Brian yang sulit untuk bangun. "Tuan, jangan banyak gerak kita buka perlahan. Sepertinya, kursi dan meja ini sudah usang. Sebentar saya bantu Anda," ucap Marco menahan amarah tuannya. Olla melihat Brian masuk bokongnya ke kursi miliknya segera membantu Brian. "Om, Anda baik?" tanya Olla sambil membantu Brian bangun. "Saya sudah katakan jangan panggil om. Kenapa kamu tidak dengar juga hah!" Bentak Brian dengan keras. Marco melirik Olla dan memberikan kode untuk tidak bicara lagi. Olla yang melihat gelengan kepala Marco akhirnya diam dan berusaha membantu Marco dan akhirnya Brian terlepas dari bangku. "Buang barang ini. Kenapa kamu memakainya, hah? " tanya Brian sedikit kesakitan saat dirinya berhasil lepas. "Punya Isaya. Bukan punya saya," jawab Olla yang ketakutan saat menjawab pertanyaan Brian. Brian mendengus kesal dan dia berjalan keluar. "Nona ayo kita pergi. Biar saya bawa barang Anda." Marco mempersilahkan Olla pergi dan dia membawa barang Olla. Olla mengikuti saja dan menyusul Brian yang sudah sampai di mobil. Olla masuk ke mobil di susul oleh Marco. "Jalan," perintah Marco ke Bruno. Mobil melaju menuju kantor catatan sipil. Akan tetapi dalam perjalanan mobil Brian buka suara "Marco, bawa ke tempat yang jauh dari keramaian," ucap Brian dengan suara makin datar dan membuat bulu kuduk Olla merinding. Olla menoleh ke arah Brian dia mulai takut karena Brian mengatakan bawa ke tempat yang jauh dari keramaian. Apakah dia akan dibunuh di sana? Terlebih lagi wajahnya Brian makin datar. "Ke-kenapa ke tempat yang jauh dari keramaian, om eh tuan?" tanya Olla dengan suara terbata-bata. "Kenapa? Kamu takut saya bunuh?" tanya Brian balik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD