Episode 3

1828 Words
Nai membereskan semua perlengkapan kuliah ke dalam tasnya, hari ini setelah selesai kuliah, Nai berniat ingin menemui teman nya yang baru saja pulang dari London. Siang tadi temannya memberikan kabar kalo dia sudah sampai di Indonesia dan ingin sekali bertemu dengan Nai. "Lo mau pulang kan?" Nai kaget saat dia tiba-tiba mendengar suara laki-laki, dia mendongakkan kepalanya dan melihat James sudah ada di depannya. Nai menunjukkan wajah kesalnya, dia berdiri dan langsung pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan James. James tau Nai kesal dengannya karena Mitha, dia menarik tangan Nai agar mendekat kepadanya, "Pulang bareng gue." "Nggak, gue ada urusan." Ucap Nai ketus. "Urusan apa? Sama siapa?" "Bukan urusan lo." Nai melepaskan tangan James dengan kasar. "Gue suami lo, lo lupa eh? jadi apapun yang lo lakuin itu urusan gue juga." Nai menghela nafas, tidak ada gunanya juga berdebat dengan James karena itu akan membutuhkan waktu yang lama sedangkan temannya sudah menunggunya, "Gue mau ketemu temen gue." "Temen siapa?" Nai berdecak, kenapa James menjadi kepo seperti ini sih? "Ada lah, gue buru-buru. Gue pergi dulu." "Gue anterin." "Nggak perlu, lo urus aja cewek lo yang sok cantik itu." James menggeleng pelan, "Mitha bukan cewek gue." "Gue tau lo marah karena Mitha, tapi lo tau sendiri gue nggak pernah jadian sama dia atau siapapun itu. Lo juga tau kalo gue cuma main-main doang sama mereka Nai." Nai tersenyum miring, di tau James hanya main-main tapi Nai juga harus memberikan Nai pelajaran karena sudah berani membuatnya kesal hari ini, pokoknya Nai akan terus bersikap cuek, "Masa?" Nai melengos, dia langsung pergi meninggalkan James. James hanya memandang tubuh Nai yang menjauh dari kelas. Di parkiran, Nai melihat seseorang yang ia kenal. Karena penasaran, Nai mendekat, dan ternyata benar dugaannya. "Marko?" Laki-laki itu melepas kacamata hitamnya, lalu tersenyum,"Nai?" "Kok lo tau gue kuliah disini?" "Tau dong, mau jalan sekarang?" Nai mengangguk. Marko membukakan pintu mobil untuk Nai, Nai tersenyum untuk itu. Di susul Marko, dan mobil mereka melaju meninggalkan parkiran. Sedangkan James, sejak tadi dia menatap keduanya dari jarak jauh. Tadi James mengikuti Nai dari belakang, dan ternyata dia melihat Nai bersama seorang laki-laki. ***** "Jadi kak Frans yang kasih tau lo?" Marko mengangguk, "Kenapa? Lo nggak suka ya gue jemput?" "Nggak, bukan gitu. Gue kaget aja tiba-tiba lo di sana." Marko memang sengaja menjemput Nai karena dia ingin memberikan Nai surprise. Marko mengeluarkan sesuatu dari sakunya, lalu memberikannya pada Nai. Nai mengernyit saat Marko memberikan satu kotak kecil entah apa isinya, "Ini buat gue?" Marko mengangguk. Nai membukanya. Nai tercengang, melihat isinya lalu mengeluarkannya dari kotak tersebut. "Kalung? Ini kan-?" "Sebenernya udah lama gue mau kasih kalung itu ke lo Nai, bahkan sebelum gue berangkat ke London. Tapi sayangnya, nyokap gue terlalu buru-buru dan nggak kasih gue waktu untuk ketemu sama lo dan kasih kalung itu ke lo." Nai tersenyum melihat kalung emas putih dengan bandul huruf 'N', Nai masih ingat dengan kalung itu. Dulu James memberikan kalung itu untuk hadiah ulang tahun Nai di usianya yang ke 17 tahun, tapi sayangnya kalung itu rusak karena Nai yang ceroboh. Tapi sekarang, Marko mengembalikan kalung itu padanya, "Dan lo masih simpen kalung ini, bukannya udah rusak?" Marko mengangguk. Saat Marko tau kalung itu rusak, dia lantas berniat untuk memperbaikinya untuk Nai. Saat kalung itu sudah cantik kembali, Marko ingin mengembalikannya pada Nai tapi sayangnya pada saat itu orang tuanya harus buru-buru berangkat ke London sampai Marko tidak ada waktu untuk bertemu Nai. Tapi walaupun begitu, Marko akan terus menjaga kalung itu sampai kalung itu berada di tangan pemiliknya. Kalung itu sangat berarti untuk Nai, dan itu artinya kalung itu juga sangat penting untuk Marko jaga. "Gue tau lo suka banget sama kalung itu, makanya gue perbaiki." Marko tidak tau kenapa Nai sangat menyukai kalung itu, padahal di luar sana masih banyak kalung yang lebih cantik dan model yang sama pun banyak, tapi Nai tetap menginginkan kalung itu. Marko masih ingat betapa sedihnya Nai karena kalung itu rusak. Segitu berharganya untuk Nai. Nai tersenyum memeluk kalung itu, "Makasih banget Mark, gue seneng karena kalung ini udah ada di tangan gue lagi." Jangan tanya seberapa berharganya kalung itu untuk Nai. Jelas kalung itu sangat berharga karena kalung itu adalah pemberian dari James. Dan menurutnya itu sangat istimewa di bandingkan dengan kalung lainnya. Makanya dulu saat kalung Nai rusak, Nai tidak mau di gantikan dengan kalung lain karena baginya kalung dari James adalah kalung yang sangat berarti untuknya. "Nai gue mau ngomong sesuatu sama lo." "Apa?" "Nai, gue ci-" Kata-kata Marko terhenti saat ponsel Nai tiba-tiba berdering. Nai berdecak melihat siapa yang meneleponnya. "Halo?" "...." "Iya ya, gue pulang sekarang." Tut tut tut tut. "Mark, kayaknya gue mesti pulang sekarang deh. Maaf banget." "Oke, gue antar lo pulang." Nai mengangguk, lalu mereka pergi meninggalkan Cafe. ****** Akhirnya mereka sampai di rumah Nai. Marko memutuskan untuk mampir ke sana sekalian bertemu dengan keluarga Nai. Kedua orang tua Nai dan Mark memang sudah berteman baik, jadi anak-anak mereka pun juga akrab satu sama lain. Marko duduk di sofa ruang tamu. "Lo mau minum apa?" "Apa aja." Nai mengangguk, dia lantas ke dapur dan memberikan Marko segelas jus jeruk. "Gue ganti baju dulu ya." "Oke." Marko melihat seisi ruangan, rumahnya terlihat sepi. Marko tersenyum, ini adalah kesempatan yang tepat untuk dia mengatakan sesuatu pada Nai. Tapi Marko penasaran siapa yang menyuruh Nai untuk pulang. Nai tidak mungkin berkata ketus dan tidak sopan pada kakaknya atau orang tuanya kan? Di kamar, Nai melihat James yang tengah asyik berkutat dengan stik PS. "Dari mana aja?" Tanya James. "Gue udah bilang sama lo kan, kalo gue pergi sama-" "Marko." Ucap James. Dahi Nai mengernyit, "Lo tau?" "Hm." Jawab James masih fokus dengan gamenya. James bukannya tidak perduli atau tidak cemburu jika Nai dan Marko jalan berdua, tapi dia berusaha untuk tetap tenang walau bagaimanapun mereka berdua sudah lama berteman. James tau Marko menyukai Nai, tapi sayangnya Nai menyukai James, hingga akhirnya Marko dan James bersaing untuk mendapatkan cinta Nai. Tapi saat itu Marko pergi ke luar negeri, dan itu membuat James senang karena itu artinya tidak ada lagi yang akan merebut Nai darinya. Tapi sekarang, Marko sudah kembali ke Indonesia. Marko mungkin masih mengharapkan cinta Nai lagi. Tapi itu mustahil karena sekarang Nai adalah miliknya. Nai mengerucutkan bibirnya, ia kesal kenapa James seolah tidak cemburu sama Marko? Nai masih ingat bagaimana dulu James sangat posesif saat dia dekat dengan Marko, tapi sekarang James malah cuek. Tidak mau lama-lama melihat James, Nai bergegas ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Nai keluar dari kamar mandi dan dia sudah tidak melihat Nai bermain PS. Nai mengendik, tapi kemudian dia ingat kalo Marko ada disini. Dengan secepat kilat, Nai berganti pakaian setelah itu dia buru-buru ke bawah menemui Marko. Aish, Nai khawatir jika sesuatu terjadi. Dia tidak mau kejadian dulu terulang lagi saat Marko dan James berkelahi gara-gara Nai. "Lo udah balik ke Indonesia ternyata?" Marko terkejut saat melihat James berada di rumah Nai. Marko berdiri, dia menatap James yang mendekat padanya. James tersenyum, "Gimana kabar lo?" Marko mengernyit, dia masih bingung kenapa James bisa ada disini? Dan Marko baru saja melihat James turun dari tangga yang sama saat Nai pamit untuk mandi. Rumah Nai juga sepi, jadi Nai hanya berdua dengan James? "Lo kenapa bisa disini?" "Mending lo tanya langsung aja sama Nai, kenapa gue bisa disini." Marko melihat Nai yang tergesa-gesa turun dari tangga, saat Nai menghampiri mereka Marko langsung menanyakan apa yang terjadi sebenarnya, "Nai, kenapa James bisa ada disini?" Nai gugup sekaligus canggung, kalo Nai menjawab jujur Marko pasti akan kecewa karena Nai tidak memberitahu sebelumnya. Tapi Nai tidak mungkin bohong agar Marko tidak kecewa karena itu sama saja dia tidak menghargai James sebagai suaminya. "Marko, sebenernya gue sama James.... udah nikah satu bulan yang lalu." Marko menggeleng tidak percaya, tidak mungkin Nai dan James sudah menikah. Nai tidak pernah bercerita tentang pernikahannya dengan James, dan orang tuanya sama sekali tidak memberitahu Marko? Ia yakin mamanya tau Nai sudah menikah karena mamanya lebih dulu pulang ke Indonesia dua bulan yang lalu. James menaikkan salah satu sudut bibirnya, puas melihat ekspresi Marko yang pasti sangat kecewa karena perempuan yang selama ini ia harapkan cintanya sudah menjadi milik orang lain. Marko menatap James, dia mengepalkan kedua tangannya di bawah. James pasti menggunakan kesempatan untuk menikahi Nai di saat dia pergi jauh dari Nai. "Marko, nyokap lo emang nggak kasih tau lo soal ini?" Marko menggeleng, mamanya pasti sengaja menyembunyikan semua ini darinya, "Nggak, nyokap gue nggak bilang apa-apa." "Aneh, padahal nyokap lo dateng ke acara resepsi kita, iya kan sayang?" Nai menyenggol perut James dengan sikunya, James pasti sengaja romantis di depan Marko agar Marko cemburu. James menanggapinya hanya dengan tersenyum. "Gue kira nyokap lo udah kasih tau lo soal pernikahan gue sama James, tapi-" "Nggak papa kok Nai, mungkin nyokap gue lupa. Kalo gitu, gue pamit pulang dulu." Marko belum bisa menerima apa yang sudah ia dengar dari mulut Nai, dia juga tidak ingin melihat Nai dan James sangat dekat seperti ini. Makanya Marko memutuskan untuk pulang dan menenangkan hatinya dulu. Setelah Marko pergi, Nai merasa bersalah karena tidak memberitahu Marko sebelumnya, raut wajah kecewa pun terpancar di wajah Marko, Nai melihatnya. "Udah lah lo nggak usah mikirin soal Marko, udah gede juga. Pasti dia bakalan ngerti." "Ini semua salah gue karena nggak kasih tau dia dari awal." James merangkul bahu Nai lalu mengusapnya pelan, "Lo nggak salah Nai." Nai kembali sadar kalo dia sedang jengkel dengan James, Nai langsung menarik dirinya agar menjauh dari James. Dia menatap kesal suaminya itu, "Ngapain lo nyentuh-nyentuh gue?" "Lo masih marah sama gue?" "Iya lah, hari ini lo udah bikin mood gue buruk tau nggak!" "Bilang aja lo cemburu." "Dih siapa juga yang cemburu." "Sok banget nggak mau ngaku." Nai yang sudah tidak tahan dengan sikap menjengkelkan James, dia langsung memukul bahu James dengan keras, "Dasar lo suami nyebelin, gue benci sama lo!" James justru tertawa melihat Nai yang terus memukulnya. "Ngapain lo ketawa hah!" "Lucu aja. Lo bilang kalo lo benci sama gue, lo nggak inget kemarin waktu gue ke Swiss hah? Siapa yang terus nangisin gue? Siapa yang selalu murung karena di tinggal gue? Siapa yang-" Nai semakin beringas memukul James, Nai malu karena dia bersikap seperti anak kecil saat James meninggalkannya pergi ke Swiss. Di tambah James terus menggodanya, "Dasar, nyebelin, nyebelin, nyebelin." "Hei!" James menarik tangan Nai agar berhenti memukulnya. Nai berhenti, mereka saling menatap satu sama lain, "Gue seneng karena lo terus mikirin gue Nai, itu artinya lo cinta sama gue. Tapi apa lo nggak mau tanya sama gue, gimana perasaan gue saat gue jauh dari lo waktu itu?" Nai mengedipkan matanya, Nai seakan terhipnotis dengan mata James yang terus menatapnya dalam-dalam. "Gue pun sama Nai, sama seperti apa yang lo rasain." Nai merasa jantungnya berdegup lebih cepat, baru kali ini James berbicara serius sampai Nai tidak bisa berkata-kata lagi. Rencana Nai untuk bersikap cuek, gagal saat itu juga. Nai gampang baperan si, James bukan cowok romantis, dia tipe cowok yang cuek tapi sekalinya James mengeluarkan kata-kata manis, Nai langsung melting. "Jadi lo juga kangen sama gue?" "Hm, kalo gue nggak kangen sama lo ngapain juga gue cepet-cepet urusin masalah disana supaya gue bisa sampai di rumah dan bisa ketemu sama lo lagi." Kan, James berkata seperti itu saja sudah membuat hati Nai sudah luluh kembali. Nai langsung memeluk James, tempat ternyaman nya. James balas memeluknya dengan erat. James teringat dengan Marko, ia tau kalo Marko tidak semudah itu untuk menyerah mendapatkan Nai, walaupun Nai sudah menjadi istrinya tapi tetap saja James harus terus mengawasi hubungan Nai dengan Marko. "Gue sayang sama lo." "Gue juga sayang sama lo, Nai Sashina." ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD