Episode 4

1789 Words
Frans sengaja meminta semua orang di rumah untuk berkumpul di ruang tamu. Dia ingin memberitahukan perihal penting yang harus mereka bicarakan. "Kalian berdua pasti penasaran kan, kenapa kakak ngumpulin kalian disini?" Semua orang mengangguk bersama, Frans menatap Nabila, istrinya itu menganggukkan kepalanya memberi instruksi agar Frans mengatakan sekarang. "Nai, James, kakak mau ngomong penting sama kalian." Frans menghela nafas. "Kakak udah mutusin buat pindah rumah." Lanjutnya. Nai speechless mendengar apa yang kakaknya bicarakan, Nai kaget kenapa tiba-tiba kakaknya memutuskan untuk tidak tinggal di rumah ini lagi. "Maksud kakak apa si? Kenapa main pindah-pindah gitu aja?" "Nai, kakak nggak bisa tinggal sama kalian lagi karena kakak punya kerjaan di luar kota dan itu cukup lama, kakak nggak mungkin ninggalin istri kakak di sini. Nabila ikut sama kakak ke luar kota." Nai menggelengkan kepalanya, dia jelas tidak setuju dengan keputusan kakaknya untuk pindah rumah ke luar kota. Frans bahkan memutuskan secara sepihak, dia tidak membicarakannya dulu dengan Nai. "Harusnya kakak ngomong sama Nai dulu, bukan langsung pindah gitu aja. Kakak harus tau keputusan Nai juga, Nai setuju apa nggak." "Setuju atau nggak setuju, kakak tetep sama keputusan kakak." "Tapi kak, Nai nggak bisa pisah sama kalian." Nabila menyentuh tangan Frans saat suaminya ingin berbicara, Nabila akan memberikan penjelasan agar Nai mau mengerti, "Nai, nggak mungkin juga kak Frans bolak balik Jakarta-Surabaya kan? Cara paling efektif, kakak emang harus pindah rumah." "Tapi kak Nabila disini kan sama Nai? Iya kan?" Ucap Nai dengan harapan kakak iparnya tidak akan ikut pindah. "Kak Nabila ikut sama kakak." Ucap Frans. Nai menatap Nabila dengan wajah melas seperti anak kecil yang memohon untuk di belikan sesuatu oleh ibunya, "Kak Nabila nggak ikut kan? Iya kan? Kak Nabila sama Nai aja ya?" Nabila menggeleng, membuat bahu Nai merosot karena tidak sesuai harapan, "Tapi kenapa? Kak Nabila nggak suka tinggal satu rumah sama Nai ya?" "Bukan gitu Nai, tapi kakak-" "Nabila hamil, dan dia harus ikut sama kakak." Ucap Frans dengan tegas. Nai seketika terkejut mendengar penuturan kakaknya, jadi kak Nabila hamil? Dan itu artinya Nai mau punya keponakan? "Kak Nabila hamil?" Nabila mengangguk, Nai langsung memeluk Nabila erat. Akhirnya setelah penantian panjang, Nai akan mempunyai keponakan. "Selamat kak Nabila, Nai seneng banget akhirnya kakak hamil juga." Nai terus memeluk juga mencium pipi kakak iparnya. James tersenyum melihat bagaimana bahagianya saat istrinya tau kalo kakak iparnya tengah hamil, seketika James berfikir, apa Nai akan sebahagia itu ketika Nai sendiri yang hamil? "Nai, sekarang kamu tau kan kenapa kakak mau kak Nabila ikut sama kakak. Kakak nggak mungkin ngebiarin istri kakak jauh dari kakak." "Berapa lama kakak ke luar kota?" Frans mengendik, dia belum tau  karena belum ada keputusan yang pasti, "Tapi yang pasti kakak bakalan lama di sana Nai." Nai menunduk, Nai tidak bisa membayangkan bagaimana sepinya rumah sebesar ini tanpa kakak dan kakak iparnya. Nai pasti akan merindukan mereka. Nabila menyentuh bahu Nai, "Nai, kamu nggak usah sedih. Kan ada suami kamu yang jagain kamu." Nabila melihat James sekilas, laki-laki itu juga menatapnya dengan raut wajah datar seperti biasa. Nai berdecak melihat ekspresi James, suaminya itu bahkan seperti tidak perduli dengan perasaanya yang ingin kedua kakaknya tidak pergi meninggalkannya. "Tapi James selalu sibuk, nggak kaya kak Nabila yang selalu ada buat Nai." Nai berkata sinis dengan melirik James. Frans menggelengkan kepalanya heran dengan sikap adiknya yang masih saja seperti anak kecil. Frans tidak yakin kalo adiknya itu sudah berumur 23 tahun karena kelakuannya masih seperti anak berusia 7 tahun. Nai bahkan sudah menikah tapi sifatnya tidak pernah berubah. "Oke cukup. Nai, bagaimanapun juga kamu udah punya suami yang selalu jagain kamu. Jadi, tolong kamu hargai keputusan kakak dan jangan bersikap seperti anak kecil lagi." Setelah mengatakan itu, Frans beranjak dan pergi dari sana. Dia tidak ingin berdebat dengan Nai lagi karena adiknya pasti tidak akan pernah setuju dengan keputusannya. Bukannya Frans tidak menyayangi Nai, tapi ini demi Nai juga. Dia ingin Nai bersikap dewasa. Nabila mengikutinya dari belakang. Besok mereka akan berangkat jadi mulai hari ini mereka akan mengepak semua barang-barang yang akan di bawa ke luar kota. Nabila juga merasa kasihan pada Nai, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ini adalah keputusan suaminya dan Nabila harus mengikuti apa kata suaminya juga. James mendekati Nai dan duduk di sampingnya. James menarik bahu Nai agar James bisa memeluknya, "Lo masih punya gue kan? Jadi nggak usah sedih." "James, lo tau dari dulu gue nggak bisa jauh dari kak Frans? Tapi sekarang kak Frans mau ninggalin gue, gimana gue nggak sedih?" Wajar jika Nai sedih karena setelah orangtuanya  memutuskan untuk pindah ke luar negeri karena urusan mereka, kini Nai juga harus sedih karena kakaknya juga akan meninggalkannya ke luar kota. Nai seperti tidak punya keluarga yang utuh, mereka semua pergi meninggalkannya. Nai tau dia sudah menikah, tapi bukan berarti keluarganya harus meninggalkannya kan? Mereka bisa hidup bersama dalam satu rumah, tapi apa yang Nai dapatkan? Semua orang yang Nai sayangi justru meninggalkannya sendiri. Andai waktu bisa di putar kembali, Nai tidak ingin menikah agar keluarganya tidak akan meninggalkannya seperti ini. "Hm, gue tau lo sedih." "Apa bener sifat gue masih kaya anak kecil?" "Hm." "Jadi bener?" "Hm." "James, gue tanya kenapa lo cuma jawab hm doang sih?" Nai emosi. Dia kembali duduk dengan tegap dan menatap nyalang suaminya. "Kalo lo udah dewasa, kenapa lo terus menghalangi kakak lo buat pindah ke luar kota? Ingat Nai, lo udah nikah. Sampai kapan lo masih terus bergantung sama kakak lo? Lo kaya nggak pernah anggap gue sebagai suami lo. Lo nggak sadar emang?" Nai menciut saat James tiba-tiba marah padanya. Nai hanya tidak ingin di tinggalkan kakaknya seperti dia di tinggal orang tuanya, Nai hanya ingin bersama keluarganya dan bukan berarti Nai tidak menghargai James sebagai suaminya. "Apa gue salah kalo gue pengen tinggal bareng sama kakak gue? Mama, papa, mereka juga pergi karena urusan mereka, dan sekarang kak Frans juga pergi ninggalin gue. Apa gue nggak berhak buat tinggal bareng sama mereka hah!" James menghembuskan nafasnya kasar, apa dia tidak sadar jika itu artinya Nai tidak senang jika dia hanya tinggal berdua dengan James? "Kalo gue bisa memutar waktu, gue pengen, gue nggak akan pernah mau nikah kalo akhirnya semua keluarga gue ninggalin gue." Lanjutnya. "Nai!" Ucap James dengan keras. James membentak Nai, dia tidak menyangka Nai akan berbicara seperti itu. Seolah-olah Nai menyesal karena sudah menikah dengannya. Apa Nai tidak sadar jika kata-katanya membuat James sakit hati? Nai seketika sadar dengan apa yang dikatakannya barusan, "James, bukan gitu maksud gue." James tersenyum pahit, kata-kata Nai sudah membuktikan kalo selama ini James tidak ada artinya di hidup Nai, "Kalo lo emang nyesel nikah sama gue, oke! Lo mau kita pisah? Gue bakal nurutin apa mau lo." James pergi keluar meninggalkan Nai yang masih terdiam, Nai benar-benar menyesal sudah mengatakan itu. James pasti sangat kecewa, dia sudah menyakiti hati James tapi Nai tidak bermaksud seperti itu. Nai hanya ingin keluarganya bisa bersama-sama, itu saja. Nai mendengar suara motor yang di nyalakan, James pasti pergi. James berkendara dengan sangat cepat, masih terngiang di pikirannya bagaimana Nai menyakitinya dengan kata-katanya. "Kalo gue bisa memutar waktu, gue pengen, gue nggak akan pernah mau nikah kalo akhirnya semua keluarga gue ninggalin gue." James merasa tidak ada artinya untuk Nai, jika Nai memang benar-benar mencintainya, Nai tidak mungkin berkata seperti itu. James tau dia b******k, tapi sebrengsek apapun James, James tidak pernah mengatakan sesuatu yang menyakiti hati istrinya. James semakin menambah laju kecepatan motornya, dia bahkan tidak perduli jika itu akan sangat membahayakan nyawanya. "Arghhhhss!" ***** Tok tok tok. Nai berjalan membuka pintu, Nai kaget saat seseorang membawa James dengan keadaan tidak baik-baik saja. Lututnya berdarah, wajahnya juga terluka. "James!" "Suami mba kecelakaan, suami mba menolak untuk ke rumah sakit katanya dia mau pulang ke rumahnya. Jadi saya membawanya kesini." "Kalo gitu, makasih ya mas." "Sama-sama." Nai membawa James masuk ke dalam rumah. Dengan tertatih-tatih karena tubuh James yang lebih besar darinya, Nai membawa James pergi ke kamarnya. Nai kemudian meletakkan James di tempat tidur. Setelah itu, Nai pergi ke dapur untuk membawa kotak P3K juga air untuk mengompres luka suaminya. Nai mulai membersihkan wajah James yang kotor, James melihat bagaimana khawatirnya Nai tapi saat James ingat dengan kata-kata Nai, James merasa marah. "Lo nggak usah repot-repot ngobatin luka gue." "Lo pasti ngebut di jalanan lagi kan?" Nai tau James marah padanya, tapi dia tidak bisa membiarkan James terluka seperti ini. James diam, dia menatap Nai yang terus membersihkan luka di wajahnya. "Pasti sakit kan?" "Hati gue jauh lebih sakit." Nai berhenti saat James berkata seperti itu. Tapi kemudian Nai kembali melanjutkan membersihkan wajah Nai. James memegang tangan Nai dan menjauhkannya dari wajahnya, "Gue bisa obatin sendiri." "Gue tau lo marah sama gue James, tapi bukan berarti lo harus ngebut-ngebutan di jalanan sampai ngebahayain diri lo sendiri kek gini." Nai tidak ingin James terluka, James tidak tau betapa khawatirnya Nai saat dia melihat kondisi suaminya yang seperti ini. Nai merasa sangat bersalah, dia merasa seperti orang jahat yang tidak punya perasaan. "Lo masih perduli sama gue? Bukannya gue nggak ada artinya di hidup lo?" "Lo salah faham. Gue nggak bermaksud ngomong gitu ke lo. Gue emosi waktu itu makanya gue ngomongnya asal-asalan." James beranjak duduk, Nai buru-buru membantu James. "Gue minta maaf sama lo James, gue bener-bener nyesel udah ngomong gitu ke lo." "Kalo lo emang mau sama keluarga lo lagi, gue bakal biarin lo kembali sama mereka Nai." Nai menggelengkan kepalanya, "Nggak, gue nggak bisa kembali sama mereka James." Nai menyentuh tangan James dan tersenyum, "Karena gue, gue udah punya keluarga sendiri disini." "Jadi lo udah terima kenyataan kalo kakak lo bakal ninggalin lo juga?" "Kak Frans nggak ninggalin gue, kak Frans cuma mengerjakan apa yang udah jadi tugas dia, gue nggak bisa egois karena sekarang gue udah punya lo, dan gue yakin lo bisa jagain gue seperti kak Frans jagain gue." James tersenyum, dia mengacak pelan rambut Nai, "Lo udah dewasa ternyata." Nai berdecak, dia menabok lengan James yang membuat sang empu mengaduh kesakitan, "Oih, sakit Nai." "Kalo gue anak kecil, gue nggak mungkin mau nikah sama lo. Emang lo mau di kira p*****l karena nikah sama anak kecil hah?" "Gue ikhlas di kira p*****l, asal itu sama lo Nai." Nai tersipu malu, selalu seperti itu jika James sudah mengeluarkan kata-kata manisnya. James bukan tipe orang yang suka menggombal, dia lebih suka berkata apa adanya. Jika Nai menganggapnya sebagai gombalan, James menerimanya. "Nai?" "Hm?" James menepuk sisi sampingnya yang masih kosong. Nai mengerti, dia menuruti apa mau James. Nai meletakkan kepalanya di atas d**a bidang James, Nai kembali merasakan kenyamanan. James memeluk Nai. "James, gue mau minta satu hal sama lo." "Apa?" "Jangan ngebut di jalanan lagi, gue khawatir sama lo. Gue takut lo kenapa-kenapa, kalo kak Frans udah pergi siapa yang bakal jagain gue kalo sampai lo kek gini lagi?" James tersenyum mengangguk, mengusap kepala Nai dan menciumnya lembut, "Gue janji. Maaf udah bikin lo khawatir." Nai mendongak, mereka menatap satu sama lain. Perlahan, wajah mereka semakin mendekat hingga tidak ada lagi jarak di antara mereka. James mulai mencium bibir Nai. Manis, itu yang James rasakan. Dan untuk pertama kalinya, James bisa merasakan bibir lembut istrinya. Nai tidak menolak saat James menciumnya, dia merasakan kelembutan saat James melumat bibirnya. Mungkin hati Nai sudah di gerakkan untuk tidak menolak sentuhan suaminya. Mungkin selanjutnya, Nai bisa menjadi milik James seutuhnya. *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD