Part 9

1420 Words
   Di ruangan pribadi dari dari Darren Kang, pria tampan yang saat ini sedang bicara dengan seorang wanita yang sekarang memberikan beberapa helai rambut pada Darren. Wanita cantik ini adalah Lavina, guru baru yang sebenarnya bekerja untuk Darren. “Kau melakukan pekerjaan dengan baik. Aku tidak kecewa karena sudah memilihmu.” Darren tersenyum pada Lavina. “Aku tidak akan pernah mengecewakanmu, tapi ...” Lavina bangkit dari duduknya, lalu mendekati Darren, dan duduk dipangkuan Darren. “Selain uang, aku juga ingin bayaran yang lain.” Lavina tersenyum nakal pada, Darren, sementara tangannya membelai lembut d**a Darren. Lavina kini menundukkan kepalanya, menjilat daun telinga Darren, lalu berbisik dan berkata, “Aku menginginkanmu.” Dan setelahnya Lavina bermain di leher putih Darren. Lavina ingin memberi tanda di leher Darren, tapi ditahan oleh Darren. “Kau akan mendapatkannya, tapi aku tidak suka wanita manapun memberi tanda di leher atau di tubuhku. Aku bukan milikmu. Mengerti?” Darren menatap Lavina, kemudian mencium bibir Lavina selama beberapa saat. “Mari tunggu beberapa hari, baru setelah itu kau pergi dari sekolah itu. Sandra bisa sangat curiga jika kau datang dan pergi secara tiba-tiba. Aku sudah mengatur semuanya dengan kepala sekolah,” ucap Darren setelah mencium bibir Lavina. Sekarang, tangan Darren bermain di paha putih Lavina yang terlihat jelas karena wanita itu memakai rok pendek. “Sandra sudah menemuiku secara khusus. Dia memang tipe orang yang sangat berhati-hati. Aku akan tetap di sana sampai beberapa hari ke depan. Aku tidak masalah jika harus bersama anak-anak, apalagi Rachel. Dia sangat menyenangkan.” Lavina berucap, sementara tangannya mulai membuka satu persatu kancing kemeja Darren. Darren kembali meraih tengkuk leher Lavina dan kembali mencium bibir wanita itu. Kali ini ciuman Darren bahkan lebih panas dari sebelumnya dan tangan Darren yang satunya mulai mencari sesuatu yang tersembunyi di balik rok Lavina. Sedangkan Lavina dengan bersemangat membalas ciuman Darren. Lavina berani mengatakan bahwa Darren memiliki bibir terbaik untuk sebuah ciuman. Bukan hanya uangnya yang menarik, tapi Darren juga punya daya tarik yang luar biasa. Aroma tubuh yang memabukkan, ciuman yang membuat terlena, dan sentuhan mematikan yang akan membuat wanita bertekuk lutut padanya. Itu sangat sempurna. Helen yang baru saja membuka ruangan pribadi Darren dengan penuh senyuman, seketika menundukkan kepalanya saat melihat apa yang Darren lakukan dengan seorang wanita. Ini bukan pertama kalinya Helen melihat hal seperti ini. Sudah kesekian kalinya dan sudah sebanyak itu pula Helen merasakan sakit di hatinya. Helen sadar hubungan yang ia jalani tidak sehat. Tidak. Bahkan tidak ada hubungan resmi di antara dirinya dan Darren. Ini menyakitkan, tapi Helen tidak bisa melepasakan Darren untuk wanita lain. Helen akan bertahan, sebab sebentar lagi Darren hanya akan menjadi miliknya, karena Darren sudah berjanji hanya akan bersamanya dan hanya akan menyentuhnya setelah menikah. “Maaf. Bisakah ini dilanjutkan nanti?” Helen bicara ketika Lavina dan Darren asik berciuman di depan matanya. Darren dan Lavina langsung menoleh pada Helen. Lavina kini menatap Darren, memberi isyarat mempertanyakan siapa wanita itu. Darren hanya memberi isyarat agar Lavina pergi. Lavina tidak bisa melawan, sebab Darren adalah bosnya dan sebentar lagi akan menjadi teman satu malamnya. Helen melirik Lavina dengan tatapan tajam saat lewat di sebelahnya, tapi Lavina membalas tatapan tajam Helen dengan senyum sinisnya. Lavina tidak tahu atas dasar apa seseorang berani memberikan tatapan tajam padanya. Lavina pastikan itu tidak akan membawa pengaruh apa-apa untuknya. “Ada apa?” Darren yang sekarang sudah berdiri bertanya pada Helen. “Kita harus mencoba baju pengantin. Kau tidak lupa, kan?” “Sebenarnya aku lupa, tapi kau sudah mengingatkanku. Aku harus menemui Addy dulu. Kau tunggu saja di sini.” Darren mengambil rambut yang diberikan oleh Lavina, lalu meninggalkan Helen begitu saja. Ini juga bukan hal baru bagi Helen. Ditinggalkan begitu saja oleh Darren bisa dikatakan sesuatu yang sudah sangat tidak asing bagi Helen. Bagi Helen ini tidak apa-apa, sebab nanti Darren akan kembali padanya. Darren pergi sejenak bukanlah masalah besar untuk Helen. •••• Darren membuka pintu dari sebuah kamar yang seharusnya tidak boleh ia buka begitu saja. Ini adalah kamar sepasang suami istri yang masih tergolong pengantin baru dan bahkan jika ini bukan kamar pengantin yang bukan pemilik kamar tentu tidak boleh masuk begitu saja, tapi sayangnya Darren tidak peduli dengan aturan yang menurutnya sangat kaku. Saat pintu terbuka dengan lebar, terlihatlah sepasang suami istri yang sedang melakukan sesuatu yang sangat tidak pantas dilihat oleh orang lain. Addy dan istrinya, Liana Kang sedang bercinta saat ini. Melihat Darren yang membuka pintu membuat mereka kaget hingga langsung berteriak dan menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. “Adik sialan!” Liana bahkan memaki adiknya yang sangat menyebalkan itu. “Kau sungguh tidak punya sopan santun. Kau tidak boleh masuk sesuka hatimu!” bentak Addy. “Saat pintu tidak terkunci, lalu aku masuk karena tidak tahu kalian sedang melakukan ini. Lalu, itu salahku? Salah siapa yang tidak mengunci pintu dan memberiku akses untuk masuk?” Darren bicara dengan nada santainya. “Awas kau! Aku tidak akan melepaskanmu!” Liana menatap tajam Darren, tapi Darren tidak peduli. “Addy, cepat pakai bajumu, lalu keluar. Cepatlah, atau kau tahu akibatnya!” Darren melirik Addy dengan tatapan tajam, lalu keluar tanpa menutup pintu. “Manusia itu benar-benar!” Addy bahkan sudah lelah untuk mengumpat karena kelakuan Darren. •••• Saat ini, Darren dan Addy sudah duduk saling berhadapan. Addy tidak tahu apa yang ingin Darren bicarakan dengannya, sampai harus menerobos ke kamarnya seperti orang tidak sabaran. Sampai akhirnya Darren memberikan beberapa helai rambut pada Addy, lalu mengatakan sesuatu yang membuat Addy tercengang. “Ini adalah rambutku dan rambut Rachel. Lakukan tes DNA.” Astaga. Addy kira Darren sudah melupakan hal ini, tapi malah semakin menjadi. “Kau masih memikirkan hal itu? Kalaupun dia memang anakmu, kau berharap apa darinya sampai bisa membantu kita menaklukkan Black Mamba?” “Lakukan saja apa yang aku katakan. Wanita itu sudah menggores leherku dan aku tidak bisa diam saja. Rachel bagaikan harta yang sangat berharga bagi Sandra, hingga itu menjadi kelemahannya. Jika aku mengambilnya, maka dia akan tunduk padaku. Aku bisa melakukan apapun padanya.” “Bukan kau yang akan di apa-apakan olehnya?” Addy menyahuti ucapan Darren. “Bicara sekali lagi, kutendang kau. Sudahlah. Aku pergi dulu.” Darren pun bangkit karena harus pergi bersama Helen. “Tidak sekalian dengan teman wanitamu yang lain? Beberapa di antara mereka juga sudah punya anak, kan?” ucap Addy yang menyebabkan satu vas bunga kecil melayang ke arahnya dan tentu saja dilempar oleh Darren. Kalau saja Addy tidak cepat menangkap vas bunga itu, maka kepalanya pasti sudah terluka. “Aku juga saudara iparnya, kenapa dia tidak bisa lebih baik padaku? Menyebalkan!” Addy menggerutu kesal, sedangkan Darren sudah pergi dan tidak peduli pada ucapan Addy. •••• “Sebentar lagi ulang tahunku dan juga ulang tahun Ibu. Apa Ayah juga tidak akan datang lagi? Di mana Ayah bekerja sampai kita bahkan tidak bisa menghubunginya? Apa tidak ada hari liburnya?” Rachel. Bocah manis ini bertanya pada sosok ibu yang duduk di sebelahnya. Victor dan Delvin yang makan bersama Sandra dan Rachel seketika terdiam setelah mendengar pertanyaan polos dari Rachel. Victor tentu tahu kisah yang sebenarnya, tapi tidak dengan Delvin. Delvin juga penasaran ada di mana ayah Rachel sebenarnya. Sandra meremas sumpit di tangannya. Sandra benci pertanyaan ini. Sandra yakin sudah memberikan semua yang terbaik untuk Rachel, tapi Rachel masih saja mempertanyakan sosok ayahnya. Sandra tidak tahu apakah ada yang kurang dari kasih sayangnya pada Rachel, hingga Rachel perlu sosok ayah. “Ayahmu sangat sibuk. Di sini ada ibu, Kakek, dan juga Pamanmu. Ada Nenek Jane, Bibi Brianna, dan juga Bibi Luciana. Itu belum cukup?” Sandra menatap Rachel. “Apa aku tidak boleh menanyakan Ayah? Ibu marah padaku?” Rachel menundukkan kepalanya karena melihat sorot mata ibunya yang seperti orang marah. “Apa?” Sandra tidak sadar dengan apa yang sudah ia lakukan. Sandra tidak sadar telah membuat anaknya takut. “Rachel, ibu ....” “Aku ingin melihat Ayah di hari ulang tahun kita. Ibu selalu mengatakan Ayah akan datang di ulang tahun kita yang berikutnya. Kenapa sekarang Ayah tidak datang juga?” nada sedih Rachel terdengar dengan sangat jelas, membuat siapa pun yang mendengarnya akan ikut merasakan kesedihan Rachel. Melihat Rachel seperti ini, membuat Sandra kembali mengingat dirinya saat masih kecil yang sering bertanya kenapa ayahnya jarang di rumah bahkan tidak mengingat ulang tahunnya. Sandra kini sadar bahwa tidak peduli seberapa besar kasih sayangnya pada Rachel, Rachel tetap membutuhkan seorang ayah agar semua terasa sempurna dan lengkap, sama seperti dirinya dulu. Tetapi, Sandra tidak bisa mewujudkan keinginan Rachel yang satu itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD