bc

Jebakan Termanis

book_age18+
249
FOLLOW
2.2K
READ
age gap
student
mafia
drama
bxg
city
rebirth/reborn
virgin
naive
stubborn
like
intro-logo
Blurb

"Cinta memang gila. Apa pun akan dilakukan demi cinta. Akan tetapi, cinta tak harus memiliki. Cinta adalah di saat kita rela melihat orang yang kita cintai bahagia dengan orang yang dia cintai." _ Genma Blaze

.

"Setelah bercerai dan menjalin hubungan dengan pria lain, akhirnya aku sadar kalau selama ini aku mencintai Om Gen." _ Sandy Adhisti

.

Apa yang akan Sandy lakukan setelah menyadari perasaannya?

Mampukah ia merebut kembali hati Genma yang telah ia patahkan sebelumnya?

.

Cover photo by pexels.com free for comercial

Design by Vhiaraya

Cerita ini dipublikasikan pada 01 Oktober 2023

chap-preview
Free preview
1. Hilaf
Di sebuah kamar, seorang wanita paruh baya sedang menarik gorden yang tertutup rapat. Cahaya matahari yang awalnya berusaha mengintip, kini benar-benar masuk menerangi gelapnya ruang yang didominasi warna pink-biru. Merasa terganggu cahaya menyilaukan, bulu mata lentik seorang wanita di atas tempat tidur bergerak naik-turun. "Astaga, Sandy!" Tangan Lona bergerak menutup mulutnya dengan manik mata yang terbuka lebar. Baru saja membalikkan badan, ibu satu anak itu melihat putri dan adik angkatnya berada di dalam satu ranjang. Terlihat, selimut tebal membungkus tubuh keduanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Krisna. Semula dia hendak pergi ke kamar, tetapi urung karena terkejut mendengar suara istrinya. Akhirnya memutuskan untuk berlari menghampiri sang istri di kamar putri semata wayangnya. "Apa yang kalian lakukan?!" Suara bentakannya menggema. Sontak, dua anak manusia yang sedang tertidur pulas berjengit kaget. Beranjak duduk dengan jantung yang berdegup kencang. "Papa? Papa sudah pulang?" tanya Sandy dengan seulas senyum terbit di wajah cantiknya. Tatapan mata Krisna beralih pada sosok pria di samping putrinya. Tangan mengepal dan sorot matanya tajam seakan bisa menusuk jantung pria itu. Dengan langkah besar, dia datang menghampiri. Sandy mengerutkan kening bingung. Bukannya menjawab, sang ayah justru melangkah mendekat. Tatapan matanya fokus pada ayahnya yang berjalan ke sisi kanan dan menemukan Genma ada di sampingnya. "Astaga! Kenapa Om Gen ada di sini?" tanya Sandy terkejut. Tatapan matanya bergerak menelusuri tubuh sang paman yang terbungkus selimut. Lalu, beralih pada dirinya sendiri. Menunduk dan membuka sedikit selimut, sekedar ingin memastikan bahwa apa yang ada pikirannya tidak benar. Pandangan mata Sandy mulai mengabur. Kaca-kaca mulai nampak di bola mata coklatnya. Meski kondisi tubuh tidak polos, tetapi ia melihat beberapa tanda merah di sana. Tangannya mencengkeram kuat selimut yang melekat di tubuh. "b******k!" umpat Krisna kesal. Tangan yang semula terkepal, kini dia layangkan ke wajah adik angkat istrinya. Melampiaskan kekecewaan hingga membabi buta. Meski sudut bibir dan pipi sudah mengeluarkan darah, Krisna tidak berniat untuk berhenti. Rasanya tidak akan cukup setelah apa yang Genma lakukan pada putrinya. "Dasar b******n!" Genma hanya diam. Tidak berniat sama sekali untuk balas memukul. Menikmati setiap pukulan dengan suka rela. Krisna menyentuh bahu Genma. Mengguncangnya dan mendorongnya kuat-kuat. "Kenapa? Kenapa kau tega melakukan ini pada keponakanmu sendiri, huh?!" Pria paruh baya itu kembali melayangkan pukulan bertubi-tubi. Setelah merasa lelah, melangkah mundur sambil meraup wajahnya kasar. Menyugar rambutnya ke belakang dengan sedikit mencengkeram. Tidak terasa, air mata dan keringat sudah tercampur membasahi wajah. Sementara di sudut kamar, Lona sedang meringkuk. Menatap tiga orang di area tempat tidur dengan wajah yang bercucuran air mata. Sepersekian detik kemudian, dia beranjak mendekat. Mengangkat tangan dan menampar wajah adik angkatnya. "Kenapa kau tega melakukan ini, Gen? Sandy itu keponakanmu dan tidak seharusnya kau menghancurkannya," tanyanya dengan suara bergetar. Kekecewaan terpancar jelas dari sorot matanya. "Maaf, Mbak. Gen ... Gen hilaf," balas Genma lirih. "Astaga, Gen. Hilaf?" Lona memukuli bahu adik angkatnya, "Hilaf kau bilang? Kenapa ... kenapa harus Sandy?" imbuhnya berjongkok, menangis sesenggukan. Entah kesalahan apa yang dia perbuat di masa lalu, sampai-sampai kejadian buruk ini menimpa keluarganya. Adik yang dia angkat lima belas tahun lalu telah menghancurkan masa depan putrinya. "Aku tunggu kalian di bawah," kata Krisna tegas. "Tunggu, Pa! Sandy tidak tahu apa-apa. Sandy tidak tahu kenapa Om Gen ada di kamar Sandy dan--." "Cukup!" potong Krisna menggebu. "Kita turun, Ma." Lona berdiri dengan dibantu sang suami. Ditikam secara langsung oleh orang yang sangat disayang dan dipercaya membuat hatinya remuk. Tubuhnya serasa tidak memiliki tulang. Niat hati ingin memberi kejutan, tetapi justru dia yang diberi kejutan oleh perbuatan tak senonoh putri dan adik angkatnya. "Ma, tolong bantu Sandy jelasin ke Papa," pinta Sandy berderaian air mata. Semalam, dia tidur sangat larut. Menonton drama kesukaannya sampai pukul satu malam. Setelah itu, langsung tidur dan keesokan harinya sudah ada Genma di kamarnya. "Maaf, Sandy. Selain Papa, mama juga kecewa dengan apa yang telah kau lakukan bersama pamanmu," balas Lona dengan raut memerah. Lalu, bergegas keluar bersama sang suami. Mendengar ucapan sang ibu membuat tangis Sandy semakin pecah. Menatap punggung ayah dan ibunya yang semakin hilang dari pandangan mata. "Sebenarnya apa yang sudah Om Gen lakukan?" tanya Sandy sesenggukan. "Maaf," lirih Genma seraya menunduk. "Maaf?" Sandy meremas selimut yang melekat di tubuhnya. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa sang paman bisa ada di kamarnya dalam keadaan tanpa memakai baju? "Memangnya dengan meminta maaf waktu bisa diulang kembali dan kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi?!" tanya Sandy nyalang. Manik matanya membola dan memerah. "Maaf." Lagi-lagi, hanya kata maaf yang terlontar dari bibir tipis milik Genma. "Aku tidak butuh kata maaf. Aku benci, aku benci, Om Gen!" Sandy mulai hilang kendali. Meraih bantal, guling, dan apa saja yang ada di tempat tidur. Lalu, dilemparnya ke arah Genma. Merasa belum puas, dia meraih jam weker berbahan besi di nakas dan kembali dilempar ke arah kepala pamannya. "Aww," pekik Genma kesakitan. Pria itu menyentuh pelipis dan darah segar menempel di jemarinya. Bertepatan dengan dia mengangkat pandangan, sebuah bingkai foto meluncur. Hampir saja mengenai wajahnya jika tidak menghindar. "Aku benci, Om Gen, aku benci!" Sandy meraih lampu tidur dan bersiap melempar, tetapi berhasil ditahan oleh Genma. Meskipun demikian, wanita itu tidak kehabisan akal. Dia membenturkan kepalanya mengenai hidung sang paman. "A-a-aww," pekik Genma kesakitan. Pegangan tangannya lepas dan bergegas menyentuh hidungnya yang teramat sakit. Pada kesempatan ini, Sandy memukul kepala Genma dengan lampu tidur. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Rasa sakit yang Genma alami dua kali lipat. Namun, rasa sakitnya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang Sandy rasakan saat ini. "Tega. Om Gen tega sama aku." Sandy menangis sesenggukan, "Kenapa Om Gen tega melakukan ini padaku?" imbuhnya dengan tangan yang bergerak memukul bahu Genma. Lama-kelamaan, kedua tangannya bergerak memukuli d**a bidang Genma. Air mata mengalir deras bak menganak sungai. Genma tidak tinggal diam. Dia menahan tangan Sandy dan hendak memeluk meski sang empu berusaha menolak. Namun, dia tidak menyerah begitu saja. Terus berusaha mendekap walau berujung mendapat pukulan bertubi-tubi. "Om Gen, jahat! Om Gen, tega sama aku." Tenaga Sandy mulai menurun. Tangannya memang masih terus memukuli d**a bidang Genma, tetapi kekuatannya tidak sebesar sebelumnya. Suara tangisnya terdengar sangat menyedihkan. "Pukul aku, Sandy! Lampiaskan, pukul aku! Ya, aku yang salah, ini memang salahku!" "Kenapa, Om, kenapa?" tanya Sandy lirih, mengangkat pandangan dan menatap manik mata jernih sang paman. "Lebih baik kita turun ke bawah. Mas Krisna dan Mbak Lona sudah menunggu. A-aku akan jelaskan pada mereka ... tolonglah." Pria dengan alis tebal itu bergegas turun dari tempat tidur. Terlihat, hanya celana boxer yang melekat di tubuh. Memunguti pakaian yang berceceran di lantai dan mengenakannya. Tanpa menghiraukan tangis pilu Sandy, dia beranjak keluar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook