BAB 03 - DANCE OF LOVE

2099 Words
DOL.03 KULIAH DENGAN DUA JURUSAN     REI MAXWELL   “Sayang, bagaimana keadaanmu di sana? Apa kamu makan dengan baik? Bagaimana dengan kuliahmu? Apa berjalan dengan lancar?” terdengar suara wanita yang enak di dengar yang sangat aku rindukan.   Aku tersenyum mendengar beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita dari seberang telepon. Wanita tercantik di dunia yang selalu memberiku pertanyaan yang sama saat beliau menghubungiku. “Keadaanku baik, Mom. Aku makan dengan baik. Kuliahku juga baik dan semuanya berjalan dengan lancar.”   “Sekarang kamu ada di mana?” Mommy Eleanor kembali bertanya.   “Aku sedang ada di New York Subway menuju kampus, Mom.”   “Di New York Subway? Rei, apa kamu tidak merasa kesulitan disana karena setiap hari naik transportasi umum? Mommy akan meminta Daddy untuk membelikan mobil untukmu.”   “Mom, tidak usah. Aku bisa naik subway.”   “Tidak, Rei. Nanti Mommy akan mengatakannya pada Daddy. Mommy tidak tega melihatmu kemana-mana harus naik subway atau kendaraan umum yang lainnya.”   Aku menarik nafas dalam dan kembali berkata, “Mom, aku masih bisa kemana-mana dengan transportasi umum. Aku tidak merasa kesulitan. Transportasi umum di sini sangat banyak dan nyaman, Mom. Selain itu aku juga tidak pernah terlambat ke kampus. Jadi biarkan saja seperti ini, Mom. Tidak usah membelikanku mobil. Sangat mubazir. Lagi pula aku lebih nyaman kemana-mana naik transportasi umum bersama teman-temanku.” “Hmmm… Baiklah, kalau itu maumu. Meski sudah kuliah di luar negeri, kamu tetap saja seperti itu. Tidak pernah meminta ini-itu, apa lagi menyusahkan kami. Mommy bangga padamu, Sayang. Bahkan sudah dewasa seperti ini, kamu tidak pernah meminta mobil atau yang lainnya. Sedangkan kakakmu Rai sudah 3 kali ganti mobil dalam setahun.”   “Aku belum membutuhkannya, Mom. Jadi untuk apa aku memintanya? Aku lebih nyaman seperti ini. Lagi pula dalam beberapa tahun ini aku akan segera wisuda. Tahun ini kuliah di Tisch akan selesai. Kuliahku di Tandon juga akan selesai dua tahun lagi. Selain itu Uncle Efron telah tiada, jadi aku tidak akan lama di sini. Setelah semua kuliahku selesai, aku akan pergi. Kecuali aku mendapatkan pekerjaan di sini.”   “Rei… jika kamu berkenan, setelah kamu tamat kuliah, kembali ke Singapore. Kamu bisa menjalankan bisnis keluarga kita bersama kakakmu. Kamu bisa menghandle perusahaan yang ada di Singapore. Dan Rai mengurus yang di Tokyo. Kalian bisa saling bekerja sama dengan baik.”   “Mom, maaf… Bukannya aku tidak patuh. Aku hanya ingin mengikuti kata hatiku. Jadi tolong hargai pilihanku.” Aku berbicara dengan perasaan sedikit sedih. Aku tahu apa yang diinginkan oleh kedua orang tuaku. Tapi aku tidak bisa melakukannya jika hatiku berkata tidak. Karena aku tidak ingin melakukan sesuatu dengan setengah hati.   “Baiklah kalau begitu. Mommy menghargai keputusanmu. Yang terpenting bagi Mommy, kamu bisa bahagia dengan jalan hidup yang kamu pilih.”   Aku yang tiba-tiba merasa mellow pun berusaha mengalihkan pembicaraan. Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju kampus. Dan aku tidak ingin merusak mood ku pagi ini hanya karena merindukan kedua orang tuaku. “Sekarang di Singapore sudah malam. Kenapa Mommy belum tidur?”   “Mommy sedang merindukanmu, jadi Mommy menghubungimu. Sudah beberapa tahun terakhir kamu tidak pulang ke Singapore. Terakhir kita bertemu satu tahun lalu, saat Uncle Efron meninggal dunia dan di makamkan di New York. Kapan kamu akan pulang, Rei?”   “Aku akan pulang setelah semua kuliahku selesai, Mom. Mommy tahu sendiri jika saat ini aku kuliah di dua jurusan sekaligus. Semua itu sangat menyita waktuku. Meski sebenarnya aku juga merindukan Mommy dan Daddy.”   “Kalau kamu tidak bisa pulang, biar Mommy dan Daddy yang datang mengunjungimu kesana. Tapi setelah keadaan kakakmu membaik. Kami harus memastikan itu terlebih dahulu.”   Mendengar ucapan Mommy Eleanor membuatku merasa khawatir dengan keadaan kembaranku, Rai Maxwell. Dengan nada cemas aku pun bertanya, “Apa Rai kembali sakit?”   “Ya, sudah dua hari ia demam. Tubuhnya juga terlihat sangat lelah. Jadi sekarang Daddy sedang pergi membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa. Mungkin saja akhir-akhir ini ia terlalu sibuk di kampus.”   “Pantas saja dua hari ini aku merasa kurang enak badan. Semoga Rai segera sembuh, Mom.” Aku berbicara dengan penuh harap.   “Apa kamu juga sedang sakit, Rei?”   “Tidak, Mom. Aku baik-baik saja. Mungkin karena kelelahan. Aku pergi kuliah setiap hari dari pagi hingga sore atau malam. Dan libur pada hari Minggu. Selain itu akhir-akhir ini aku mengikuti Second Advance Dance Company, jadi banyak latihan menari untuk persiapan tugasku sebelum wisuda dari Tisch.”   “Kalau lelah, jangan lupa berhenti. Perbanyak istirahat di waktu luangmu. Jangan sampai kamu sakit. Kalau kamu sakit, siapa yang akan merawatmu? Uncle Efron sudah tidak ada lagi bersamamu. Mommy dan Daddy juga jauh darimu. Kamu harus ingat itu. ”   “Baik, Mom. Aku akan jaga kesehatanku.” Saat New York Subway yang aku tumpangi akan sampai di stasiun terdekat dengan kampusku, aku pun kembali bersuara untuk mengakhiri panggilan. “Mom, aku sudah hampir sampai di stasiun terdekat dengan kampus. Maaf, aku harus mengakhiri pembicaraannya. Aku akan menghubungi Mommy kembali setelah aku pulang kuliah.”   “Baiklah, Sayang. Hati-hati di jalan dan selamat belajar.”   “Bye-bye, Mom.”   “Bye-bye, Sayang.”   Setelah mengakhiri panggilan dengan menyentuh earphone yang ada di telingaku, pintu subway pun terbuka. Aku keluar dengan segera dari subway sebelum pintunya kembali tertutup. Kemudian aku berjalan dengan langkah besar keluar stasiun menuju kampusku. Kampus dimana aku bisa menyalurkan bakatku dalam dunian tari, New York University Tisch School of the Arts yang merupakan salah satu universitas dengan jurusan tari terbaik di dunia.   Namaku Rei Maxwell. Seorang mahasiswa dari New York University yang kuliah di dua jurusan sekaligus. Aku adalah mahasiswa tahun ketiga dengan jurusan dance di NYU Tisch School of the Art. Dan aku juga mahasiswa tahun kedua dengan jurusan Manajemen dan Inovasi Teknologi di NYU Tandon School of Engineering. Masih di universitas yang sama dengan jurusan dan gedung yang berbeda.   Awalnya aku memilih Tisch Dance sebagai jurusan kuliahku setelah menamatkan sekolah menengah atas di New York. Dari aku berumur 12 tahun, aku telah berpisah dengan kedua orang tuaku dan kembaranku untuk ikut bersama Uncle Efron, kakak dari Mommy Eleanor. Saat itu istri dari Uncle Efron baru saja meninggal dunia. Beliau juga belum memiliki seorang anak dari pernikahannya dengan istrinya. Agar beliau tidak merasa kesepian, Uncle Efron meminta salah seorang putra kembar kepada kedua orang tuaku untuk ikut bersamanya. Karena kakakku Rai Maxwell yang sering sakit-sakitan dan tidak mungkin dibawa ke negara dengan empat musim, jadi beliau membawaku untuk pergi bersamanya.   Uncle Efron adalah seorang seniman dan musisi yang handal. Beliau rela meninggalkan kemewahan yang dimiliki keluarga Errol di Singapore hanya untuk mengejar karier nya di dunia seni. Semenjak tinggal bersamanya, aku banyak belajar tentang seni. Beliau juga sering membawaku ke acara pertunjukan seni seperti menonton teater, opera, drama musical, dan ke gallery seni lainnya. Terbiasa dengan hal yang berbau seni membuatku menyukai seni. Namun yang paling aku sukai adalah seni tari. Karena seni tari bagiku adalah cara mengekspresikan diri dengan menggunakan gerakan yang diiringi oleh alunan music yang jika digabungakan akan terlihat begitu harmonis. Sehingga aku memilih Tisch Dance untuk melanjutkan pedidikanku dan mendalami seni tari. Dan Uncle Efron sangat mendukung pilihanku itu.   Jika Mommy Eleanor selalu mendukung apa pun keputusanku, berbeda dengan Daddy ku. Daddy Nicholas malah menginginkanku untuk melanjutkan kuliah di jurusan yang berhubungan dengan teknologi. Itu bertujuan agar aku bisa ikut andil suatu hari nanti dalam perkembangan bisnis yang beliau miliki di bidang teknologi. Namun sayangnya aku tidak tertarik di dunia bisnis. Karena aku tidak ingin mengecewakan orang tuaku dan untuk menghargai keinginan Daddy Nicholas, akhirnya aku mengikuti keinginan beliau. Aku memilih NYU Tandon of Engineering sebagai kuliah keduaku setelah aku kuliah di Tisch Dance pada tahun kedua. Untungnya kedua jurusan itu ada di universitas yang sama dan jaraknya tidak terlalu jauh. Jadi aku bisa dengan mudah berpindah gedung dalam menjalani dua jurusan kuliah sekaligus.   Biasanya aku akan mengikuti kelas dance pada pagi hari hingga siang hari. Lalu melanjutkan kelas manajemen dan inovasi teknologi pada siang hingga malam hari. Namun karena sekarang aku telah di tahun ketiga di Tisch Dance dan hanya mengikuti Second Avanue Dance Company yang lebih focus pada latihan, aku mengganti jadwal kuliah manajemen dan inovasi teknologi menjadi pagi. Dan aku akan melakukan latihan dance pada sore harinya. Setiap hariku disibukan dengan kagiatan belajarku. Hingga aku tidak memiliki waktu untuk bermain. Meski pada hari Minggu aku tidak ada jadwal kuliah, aku akan menghabiskan hari liburku dengan bersantai di apartemenku atau latihan dance di studio.   Siang ini aku baru saja pulang dari kuliah di NYU Tandon yang ada di Metrotech Center, Brooklyn dan akan melanjutkan kelas dance ku di NYU Tisch Dance yang ada di Broadway. Aku telah berjanji dengan teman-teman sekelasku yang satu grup denganku untuk melakukan latihan bersama di studio dance siang hari ini. Aku latihan bersama dengan tujuh orang anggota grup yang terdiri dari dua orang wanita dan lima orang pria, termasuk diriku. Kami bertujuh tergabung dalam satu grup tari yang akan melakukan pertunjukan pada event konser Second Avenue Dance Company yang akan diselenggarakan beberapa bulan lagi.   Di tahun ketiga Tisch Dance, kami tidak terlalu banyak belajar teknik, teori atau yang lainnya seperti di tahun pertama dan kedua. Kami lebih banyak berlatih dan mengembangkan tari yang telah kami pelajari selama di Tisch Dance di kelas harian dalam teknik modern dan balet. Kami juga mengikuti kursus-kursus dari kerja kreatif termasuk koreografi dan pertunjukan. PEkerjaan yang dimulai di semua kelas komposisi dapat dilakukan di konser teater studio. Kegiatan pertunjukan lainnya juga berasal dari kelas pembendaharaan, lokakarya pertujukan, dan karya tari utama yang dikoreografikan.   Sehubung beberapa orang diantara kami ada yang bekerja paruh waktu dan diriku yang juga kuliah di tempat lain di luar jam kuliah Tisch Dance, mulai hari ini kami akan melakukan latihan pada sore hari. Kami yang tergabung dalam grup modern dance sudah sepakat untuk latihan setiap harinya pada sore hari agar penampilan di acara konser nanti bisa maksimal. Dan untuk pertunjukan di konser Second Avenue Dance Company, aku dan teman-temanku akan menampilkan modern dance dengan memadukan beberapa jenis modern dance.   “One… two… three… four… five… six… seven… eight…” Aku mengeluarkan suara sambil bergerak dan memimpin tari di depan teman-teman segrupku. Saat ini kami tengah berlatih bersama di dalam studio modern dance yang seluruh dindingnya dipenuhi oleh cermin, kecuali pintu keluar.   “Sekali lagi! One… two… three… four… five… six… seven… eight… Jangan lupa lakukan gerakan ini secara berulang sebanyak tiga kali.” Aku menghentikan gerakanku dan membalikkan tubuhku menghadap teman-temanku dan kembali berkata, “Di gerakan pembuka, Jason akan melakukan gerkan toprock. Di tengahnya, Fred akan melakukan downrock. Dan sebagai penutup, Smith akan melakukan power move. Apa kalian semuanya mengerti?”   “Mengerti!” keenam temanku menjawab dengan serentak.   Aku tersenyum pada mereka dan kembali membalikan tubuhku menghadap cermin membelakangi mereka. Kemudian aku menepuk tangan tiga kali memberi aba-aba untuk memulai latihan dan berkata, “Oke, kita mulai lagi. Kita akan memadukan dance dengan urutan pembuka, inti, tengah, inti, dan diakhiri dengan penutup.”   Latihan dance ku bersama teman-temanku berlangsung selama lebih kurang tiga jam. Dari siang hingga sore hari dan berakhir pada pukul setengah empat sore. Kami melakukan latihan dengan serius dan mengakhirinya dengan doa sebagai penutup. Biasanya, setelah selesai berdo’a di akhir latihan, aku dan teman-teman segrupku akan keluar dari studio bersama untuk pulang. Namun kali ini teman-temanku lebih dulu keluar studio dariku. Karena tas ransel yang aku miliki saat ini berisi begitu banyak barang. Tidak hanya buku kuliah tadi pagi, tapi juga pakaian gantiku yang harus aku rapikan sebelum pergi membuatku keluar studio paling akhir.   “Rei… Apa kamu ingin ikut ngopi bersama kami?” Jason teman dekatku yang juga segrup denganku menyapaku.   Aku yang sedang merapikan isi tasku pun menjawab, “Maaf aku tidak bisa ikut karena harus ke toko buku setelah ini.”   “Baiklah. Kalau begitu kami pergi duluan. Sampai ketemu lagi besok.”   “Ya, kalian duluan saja.” Aku tersenyum pada Jason dan menatap punggungnya yang berlalu pergi keluar ruangan.   Setelah merapikan isi tasku, aku pun keluar dari studio dance. Namun aku sangat dikagetkan oleh suasana yang ada di luar studio dance saat ini. Koridor yang ada di depan studio saat ini dipenuhi oleh para wanita dari kelas balet yang sedang menunggu jadwal masuk kelas mereka. Karena di koridor pada umumnya wanita dan hanya aku seorang pria, aku pun memakai topiku dengan posisi rendah dan menutup setengah wajahku. Kemudian aku berjalan di tengah-tengah mereka dengan menundukkan wajahku untuk menutupi rasa gugupku. Aku akan lebih gugup jika dihadapkan dengan banyak wanita di banding tampil di atas panggung dengan ribuan penonton.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD