Part 28 Bersama Queen

1039 Words
Sean merasa ada hiburan tersendiri saat bersama Queen. Mulutnya yang pedas semakin membuat Sean ingin menggodanya. Seperti sekarang ini Sean membuat kesal Queen lagi. "Ngambil tas saja lama banget. Dasar lelet," ucap Sean pada Queen. Queen menatap Sean dengan murka. Ingin rasanya Queen mencakar wajah Sean. "Kenapa juga ada acara jemput-jemput segala. Memang nggak ada kerjaan bapaknya jemput-jemput saya. Seperti saya tuan putri saja. Hello Pak, saya ini cuma seorang sekretaris. Tolonglah jangan buat saya kesal setiap hari," ucap Queen panjang lebar. Sean semakin tidak bisa menahan tawanya. "Seharusnya kamu kan bangga, Steff. Kamu bisa dijemput oleh atasanmu sendiri di apartemenmu," ucap Sean. "Ngapain saya bangga dijemput sama bapak. Malahan saya ngerasanya risih. Kaya saya simpanan bapak saja," ucap Queen pada Sean. "Mau kamu jadi simpananku, Queen? Tapi sayangnya aku masih sangat mencintai mantan istriku. Malahan untuk saat ini aku mau berusaha untuk mendapatkannya lagi," ucap Sean dengan senyuman. Tanpa sadar perkataan Sean barusan menyakiti hati Queen. Queen yang mendengarnya cuma bisa menelan ludah dengan getir. Ternyata ayah dari putranya sangat mencintai mantan istrinya. Queen semakin bertekad untuk menjauhkan Hayden dengan Sean. Dia tidak ingin kalau sang putra sampai merasakan sakit hati karena tidak diinginkan oleh ayahnya sendiri. Untuk sampai ke perusahaan, Queen merasa begitu lama perjalanannya. Entah karena apa dia merasa dadanya terasa sesak. Queen menatap ke luar jendela. Mencoba menenangkan hatinya. Perasaan yang tidak seharusnya dia rasakan. Jika bisa memilih, Queen ingin pergi jauh dari kehidupan Sean. Tapi Tuhan seperti mempunyai rencana tersendiri untuk Queen. Tanpa ada kesengajaan, tempat yang dia masuki saat melamar pekerjaan adalah salah satu cabang dari perusahaan Sean. “Kenapa kau diam saja, Steff?” tanya Sean pada Queen. Queen dengan malas menoleh ke arah Sean yang sedang menatapnya. “Ya Tuhan, apa salahku pada atasanku ini. Aku diam salah. Aku banyak omong salah. Maunya apa coba,” ucap Queen dengan memasang wajah ingin memakan orang. “Aku lebih suka kalau kau banyak omong dari pada diam. Mobil terasa seperti kuburan,” ucap Sean asal. Queen malas untuk meladeni Sean yang ingin memancing kemarahannya. “Terserah bapak ngomong apa. Aku tidak peduli sama sekali,” ucap Queen dengan cuek. “Jangan jutek-jutek. Nanti kamu gak bakalan laku. Semua pria bisa-bisa kabur mau mendekatimu,” ucap Sean. Sean merasa kalau Queen sedang kesal dengannya. Sean tidak paham apa yang membuat Queen kesal kepadanya. Padahal dia bicara kepada Queen dari tadi cuma bercanda. “Aku tidak perlu mencari pria, Pak. Karena saya sudah mempunyai pria yang saya cintai dengan sepenuh hati saya. Selalu ada disaat suka dan duka. Selalu menjadi penyemangat buat saya. Pendamping terbaik yang pernah aku miliki,” ucap Queen mencoba untuk tetap terlihat bahagia. “Wah, beruntung sekali pria itu bisa dicintai olehmu, Steff,” ucap Sean. “Andai kau tahu kalau pria itu adalah putramu sendiri, Sean. Putraku adalah segalanya untukku. Dia adalah nafasku. Duniaku adalah putraku. Tidak ada yang lain. Meskipun di dalam diri putraku ada darahmu yang mengalir di sana. Tapi aku tidak rela sampai putraku bertemu denganmu. Sudah cukup rasa sakit yang aku rasakan. Aku tidak ingin sampai putraku merasakan rasa sakit,” batin Queen. Tiba-tiba ponsel Queen bergetar. Saat melihat siapa yang menelponnya, Queen tersenyum simpul. Queen langsung mengangkat panggilan di ponselnya. "Kenapa kau pagi-pagi menelponku," ucap Queen dengan lembut. "Aku merindukanmu. Terlebih lagi si gembul Hayden," ucap Gabriel pada Queen. "Datanglah kemari kalau kau merindukan kami," ucap Queen pada Gabriel. "Aku sekarang sudah berada di New York. Kau sekarang ada dimana?" tanya Gabriel pada Queen. "Aku sudah berangkat kerja. Nanti kalau aku sudah pulang nanti kau aku kabari. Kalau tidak, kau langsung saja ke apartemen ada mama di apartemen," ucap Queen pada Gabriel. "Oke kalau gitu. Aku langsung ke apartemen mu saja. Share lokasi apartemenmu," ucap Gabriel pada Queen. Sean tiba-tiba merasa geram karena melihat Queen berbicara sangat halus pada orang yang sedang meneleponnya saat ini. Sean benar-benar merasa heran dengan Queen. Kenapa saat berbicara dengannya, Queen benar-benar ketus dan jutek kepadanya. Terlebih lagi tatapannya yang sinis. Sean semakin penasaran siapa sebenarnya yang menelepon Queen saat ini. Seperti mereka berdua sangat akrab. "Kenapa Bapak melihatku seperti itu? Jangan bilang bapak penasaran siapa yang menelponku. Karena saya akan menjawabnya itu rahasia. Dan yang menelfon ku adalah salah satu orang yang terpenting untukku," ucap Queen dengan ketus. Sean menghela nafas kasar mendengar kata-kataku Queen kepadanya. "Sepertinya yang menelponmu adalah orang yang spesial. Saat kau berbicara terdengar sangat manis pada orang yang menelponmu tadi," ucap Sean pada Queen. "Memang benar dia sangat spesial buatku," ucap Queen tanpa menatap kepada Sean. Sean fokus mengendarai kendaraannya, dengan pikiran yang menerka-nerka siapa sebenarnya yang menelepon Queen barusan. Sean seperti tidak puas dengan jawaban Queen kepadanya. Sean mempunyai rencana untuk mencari tahu tentang hal itu. Tidak berselang lama Sean dan Queen sampai di perusahaan. Sean memarkirkan mobilnya di parkiran khusus yang disiapkan untuknya. Setelah mobil terparkir, Sean mematikan mobil dan keluar dari dalam mobil. Saat Sean berjalan, semua karyawan wanita menatap Sean dengan tatapan lapar. Wajah tampan dan kekayaan yang dimiliki Sean, semakin menambah nilai kesempurnaan pada diri Sean. "Sepertinya pegawai Bapak sangat mengidolakan, Bapak. Sampai-sampai melihat Bapak seperti orang kelaparan," ucap Queen dengan sinis. "Sepertinya seperti. Cuma wanita bodoh saja yang tidak mengidolakanku. Kekayaan yang aku miliki, dan ketampananku, adalah nilai plus yang aku miliki. Sayang sekali sepertinya wanita yang ada belakangku saat ini tidak tertarik sama sekali kepadaku. Wajahku tampan, aku juga kaya. Tapi sayangnya itu tidak berarti bagimu," ucap Sean. "Memang saya tidak tertarik pada anda. Sepertinya istri anda meninggalkan anda salah satunya karena anda suka bermain perempuan," ucap Queen asal. Tiba-tiba Sean marah mendengar perkataan Queen. "Jaga perkataanmu, Steffi. Ingat batasanmu, kamu hanya seorang sekretaris. Jadi tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu. Kalau kamu sendiri tidak mengetahui siapa sebenarnya aku," ucap Sean penuh penekanan. Queen yang mendengarnya tersenyum tersenyum sinis. "Memang benar aku tidak mengenalmu, Sean. Tapi karenamu anak yang tidak bersalah lahir dari rahimku," batin Queen. Queen mencoba untuk tidak peduli dengan Sean. Setelah Sean berbicara seperti itu kepadanya, Queen memutuskan untuk duluan ke ruangannya dengan menaiki lift yang berbeda dengan Sean. Saat di dalam lift, Queen memegangi dadanya yang terasa sakit. Queen benar-benar tidak bisa bertahan lebih lama lagi di perusahaan Sean. Queen akan memikirkan alasan yang tepat untuk keluar dari perusahaan Sean. Tanpa Sean tahu siapa sebenarnya dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD